Mohon tunggu...
Gema Perdana
Gema Perdana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jerat Pidana bagi Seorang Ayah!

26 September 2017   10:15 Diperbarui: 26 September 2017   11:51 3594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin sore ada teman yang berbagi keluh dan kesah terkait keluarganya, dimana sang ayahn yang seharusnya menjadi Imam dan kepala rumah tangga pergi dari rumah tanpa alasan yang jelas dan meningglakan ibu beserta 2 saudaranya. Hal ini menjadikan seluruh anggota keluarga bersedih dan bertanya apakah yang sedang terjadi dalam keluarga tersebut. 

Teman saya menjadi berpikir apakah sang ayah sudah tidak menyayangi keluarga lagi sehingga dengan teganya meninggalkan rumah tanpa alasan yang jelas. Kemudian sempat terlontar pertanyaan yang pada saat itu terucap dari sang anak, apakah tidak ada aturan hukum dan sanksi pidana yang mengatur mengenai kewajiban seorang ayah kepada istri dan anaknya yang secara sahmenurut hukum adalah keturunannya ?

Kemudian saya mencoba dan belajar untuk dapat membantu menjawab persoalan tersebut, yang pertama adalah apakah semua anak yang ditinggalakan belum berusia 18 tahun, hal ini lantaran mengacu pada pasal 1 angka (1) UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Jika sudah melebihi sudah tidak dikategorikan sebagai anak. Sehingga orangtua sudah tidak memiliki kewajiban dan tanggungjawab untuk memelihara anaknya tersebut.

Apabila masih berstatus sebagai anak maka sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2014 orangtua dalam hal ini Ayah dan Ibu berkewajiban dan bertanggungjawab untuk:

  • Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
  • Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya;
  • Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; dan
  • Memberikan Pendidikan karakter dan penanaman budi pekerti pada anak.

Jika dalam hal orangtua dan keluarga anak tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggungjawab tersebut, seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditujuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan. Jika merujuk pada pasal 34 ayat (1)UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maka "suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya".

Disamping itu, kewajiban suami/ayah dalam rumah tangga juga terdapat pada pasal 9 ayat (1) UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang menyatakan bahwa "setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam kehidupan rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut". 

Jika kita cermati anak merupakan orang dalam lingkup rumah tangga yang perlu dirawat dan dipelihara oleh orang yang menjadi penanggung baginya, dalam hal ini ayah. Oleh karena itu, secara undang-undang seorang ayah berkewajiban memberikan nafkah bagi anak.

Sanksi yang tegas juga sudah diatur pada pasal 49 huruf a UU PDKRT bagi ayah yang tidak menafkahi anaknya tersebut adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 15Juta. Pada Pasal 76B UU No. 35 Tahun 2014 juga mengatur larangan bagi setiap orang yang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran. Setiap orang yang melanggar ketentuan ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100Juta.

Dari berbagai uraian tersebut sangat jelas bahwa ayah yang merupakan kepala rumah tangga memiliki kewajiban yang besar terhadap keberlangsungan kehidupan anak dan keluarganya, bahkan jika melanggar dapat dikenakan sanksi pidana. hal ini diharapkan supaya tidak ada lagi peristiwa penelantaran pada anak yang masih membutuhkan kasih sayang dari seorang ayah sebagai teladan dalam Pendidikan informal. Jika terdapat persoalan seperti ini selayaknya dapat dikonsultasikan kepada internal keluarga ataupun ahli hukum keluarga yang lebih mengetahui langkah yang harus dilakukan. Semoga tidak ada lagi peristiwa serupa yang menimpa anak-anak lain, keluarga adalah segalanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun