Beberapa minggu yang lalu saya menyaksikan sebuah perayaan yang besar dalam gereja katolik, yaitu Tahbisan 10 imam di Keuskupan Sibolga. Dari awal hingga akhir dari acara itu saya ikuti dengan baik.Â
Saya merasa bahagia melihat para imam yang baru tertahbis. Dari raut wajah mereka nampak masa depan gereja yang cerah. Visi misi mereka terlihat jelas ketika menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh YM Bapak Uskup, mereka menjawab dengan lantang dan jelas dan tiada keraguan di dalamnya. Dan kesiapsediaan mereka itu didukung oleh umat setempat dengan memberikan seperangkat alat-alat misa kepada masing-masing Imam baru.
Satu hal yang paling menarik dan yang membuat saya terharu bahagia ketika mereka menerima restu dari seluruh para imam yang hadir, juga dari orang tua mereka. Restu yang diberikan menjadi sebuah dukungan yang diberikan untuk mengemban tugas pelayanan yang baru.
Dari kejadian tersebut saya mencoba merenungkan, apa yang menjadi kekuatan dari sebuah restu yang diberikan? Sepanjang hari saya mencoba merenungkannya hingga completorium. Setelah completorium saya kembali duduk mengingat-ingat peristiwa yang saya saksikan tadi. Akhirnya saya menemukan jawaban dari pertanyaan saya tadi.
Untuk saya sendiri restu selalu berkaitan dengan ketulusan dan kerelaan. Memberi restu berarti membiarkan dan merelakan seseorang menapaki perjalanan menuju kebaikan dan kebenaran sejati. Restu berati membiarkan seseorang untuk mencintai dengan caranya sendiri, melalui jalannya sendiri. Ketika restu diberikan, cinta tanpa pamrih ditunjukkan "aku mencintainya tanpa mengharapkan cinta itu dibalas kepadaku".
Restu menjadi sebuah kekuatan. Restu membebaskan seseorang dari masa lalu dan membuka kebebasan yang luhur. Restu yang paling tulus datang dari hati yang telah terlanjur mencintainya. Namun mereka sadar, cinta tulus adalah cinta tanpa pamrih dan tidak mengekang.
Saya terharu setiap kali menyaksikan perayaan kaul kekal, tahbisan imam, tahbisan diakon, juga penerimaan sakramen perkawinan, di mana orang tua selalu memberi restu pada anaknya.Â
Gimana ga terharu, mereka merelakan anaknya menjadi milik gereja atau menjadi milik orang lain untuk selamanya. Sungguh sebuah kerelaan yang luar biasa menurut saya.Â
Mari kita memberikan yang terbaik kepada orang tua kita, karena merekalah yang pertama memberikan cinta kepada kita sebelum cinta yang lain datang menghampiri kita. Relakan dari setiap waktumu untuk mendoakan mereka.
Â
Salam..