Bintara, siswa kelas VIII, dikenal sebagai anak hiperaktif. Ia sudah menjadi problem bagi seluruh dewan guru. Wali kelas, guru mata pelajaran, hingga guru BK sudah angkat tangan. Surat panggilan untuk orang tua sudah dilayangkan berkali-kali, tetapi hasilnya nihil. Berbagai sanksi, hukuman, dan nasihat tidak pernah membuat Bintara jera atau berubah.
Di awal tahun ajaran, Ibu Lyontin, guru IPA kelas VIII, baru akan mengenalnya. Ibu Lyontin sudah mendengar reputasi Bintara dari guru-guru tahun lalu.
Bel masuk berbunyi. Ibu Lyontin melangkah mantap menuju kelas Bintara. Tiba di depan pintu, kelas itu sudah riuh. Siswa berlarian, berteriak, dan duduk di lantai tanpa persiapan belajar. Ibu Lyontin memilih berdiri diam. Ia tidak menegur, tidak ada raut marah di wajahnya. Sorot matanya hanya tertuju pada setiap siswa.
Ketua kelas, Jerry, yang menyadari kehadiran guru segera menertibkan teman-temannya. Kelas sempat tenang dan rapi, tetapi Bintara hanya diam, bersandar di kursinya. Ibu Lyontin berjalan pelan menuju meja Bintara. Ia berbisik dengan suara lembut, "Tolong keluarkan perlengkapan belajarmu, Nak." Bintara mengangguk dan mengikuti permintaan itu. "Semangat baru, siap belajar?" tanya Ibu Lyontin dengan senyum. Bintara membalas senyumnya.
Kegiatan belajar pun dimulai. Tidak lama kemudian, suara Tanto mengingatkan Bintara agar tidak mengetuk-ngetuk pulpennya. Bintara berhenti, tetapi kemudian menggoyangkan mejanya. Suara kaki meja mengganggu beberapa siswa. Tanto berbalik, memukul meja Bintara, dan kegiatan belajar terhenti sejenak.
Ibu Lyontin mendekati keduanya, meminta mereka menjelaskan penyebabnya secara bergantian. Saat Tanto berbicara, Bintara terus menyela. Dengan lembut, Ibu Lyontin meletakkan tangan di bahu Bintara, memberi kode agar ia sabar menunggu giliran. Ia meminta Bintara mendengarkan temannya. Dengan bantuan dan sentuhan Ibu Lyontin, Bintara berhasil mengendalikan diri. Kelas kembali tenang.
Momen berikutnya terjadi saat Bintara dipanggil ke depan. Ia berlari kencang. Ibu Lyontin segera menghentikannya dan menuntunnya untuk melangkah pelan sambil terus mengucapkan kata "pelan, pelan". Saat Bintara berhasil, Ibu Lyontin tersenyum dan berkata, "Kamu hebat!"
Usai kelas, bel istirahat berbunyi. Ibu Lyontin meraih Bintara, mengajaknya ke kantin. Sambil menyeruput kopi, Ibu Lyontin mengajak Bintara bercerita santai. Ia tidak menyidang, melainkan berbagi cerita lucu yang membuat mereka tertawa. Ibu Lyontin berhasil menciptakan koneksi personal dan bertanya tentang hobi Bintara. Bintara menjawab dengan semangat bahwa ia suka menggambar. Ibu Lyontin memberinya tugas: "Tolong gambarkan siklus air di kelasmu."
Â
Ketika Hati Guru Menyelamatkan Masa Depan
Sejak hari itu, Ibu Lyontin mengubah pendekatannya. Ia membuat catatan tentang Bintara: Mengingatkan dengan pelan, mendengarkan, menghargai usaha, memberikan dukungan, dan mengajaknya berkomunikasi.