Mohon tunggu...
Gatria ImandaDiandara
Gatria ImandaDiandara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

UMM2019

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pasca Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibuslaw Law): Waktu Lembur dan Hak Cuti

11 Januari 2023   00:30 Diperbarui: 11 Januari 2023   00:34 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tenaga kerja merupakan salah satu komponen terpnting dalam roda perindustrian dalam suatu negara. Tenaga kerja membutuhkan suatu kepastian hukum yang mengatur atau mrmuliki fungsi regulator dan jaminan perlindungan terhadap hak-hak. Oleh karena itu, ketenagakerjaan hadir sebagai bentuk tanggungjawab negara terhadap perlingdungan dan regulasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kerja adalah hak cuti dan waktu lembur. Salah satu manifestasi perlindungan terhadap tenaga kerja adalah cuti. Selain itu, waktu lembur untuk para pekerja pun terdapat penambahan waktu kerja lembur menjadi paling lama 4 jam/hari dan 18jam/minggu. Padahal sebelumnya waktu lembur diatur selama 3jam/hari dan 14 jam/minggu. Serta ketentuan tambahan waktu kerja lembur dan upah lembur diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang sebelumnya dalam Keputusan Menteri (Kepmen). Hak Cuti merupakan hak dasar atau yang fundamental yang harus diberikan terhadap para tenaga kerja.

Di era sekarang, dimana tenaga kerja dituntut penuh untuk bekerja keras melakukan tugas dan tanggungjawab pekerjaannya tanpa melihat waktu istirahat maupun waktu libur serta waktu cuti yang sangat susah dan tidak jarang selalu diabaikan beberapa pihak perusahaan. Dikutip dari jurnal Niru Anita sinaga dan Tiberus Zaluchu, faktor penyebab kelelahan kerja disebabkan karena beban kerja yang dikerjakan seorang pekerja terlalu berat yang memerlukan energi banyak sehingga memiliki pengaruh pada kemampuan pekerja. Hak untuk melindungi kesehatan pekerja termasuk waktu istirahat dan cuti, dilakukan untuk menunmbuhkan kembali energi pada kemampuan kerja yang setidaknya perlau waktu istirahat yang cukup. Meluangkan waktu untuk menghilangkan pikiran jenuh karena banyaknya beban pekerjaan yang dituntuk perusahaan, sehingga kondisi tubuh sudah tidak lagi baik untuk bekerja yang akan berdampak pula pada pekerjaan dan lingkungan tenaga kerja. Dengan demikian, waktu cuti dapat dipergunakan dengan baik untuk beristirahat dan berlibur atau hanya rehat sejenak dari dunia pekerjaan yang daoat memberikan manfaat serta menigkatkan kembali produktivitas dalam bekerja.

Hak atas cuti dapat diartikan sebagai hak untuk ketidakhadiran sementara atau tertentu beserta keterangan dari pihak yang bersangkutan. Pemberian hak cuti bagi instansi atau perusahaan yang mempekerjakan pekerja bersifat wajib serta perusahaan wajib memberikannya bagi karyawan tanpa pengurangan atau pemotongan gaji. Pasca berlakunya UU Cipta Kerja, terdapat perubahan mengenai peraturan hak cuti bagi pekerja. Perubahan tersebut dinilai kontroversial dikarenakan beberapa ketentuan dalam UU Cipta Kerja memberikan lebih banyak ruang bagi pihak perusahaan mengatur hak cuti dikarenakan aturan yang sebelumnya banyak yang dihapuskan. Akibatnya, peran Undang-Undang dalam memberikan kepastian hukum akan melemah.

Isu yang baru saja muncul terkait hak para kerja yaitu terdapat perubahan ke-23 Bab IV Ketenagakerjaan atau peruabah pasal 79 UU 13/2003, menghapus ketentuan istirahat mingguan 2 hari untuk 5 hari kerja/minggu sebagaimana yang dimuat pada pasal 79 ayat 2 huruf b UU 13/2003. Sementara untuk ketentuan jam istirahat harian tetap seperti sebelumnya yang diatur dalam pasal 79 ayat 2 huruf a UU 13/2003. Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :

  • Istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
  • Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

Serta, menghapus istirahat panjang minimal 2 bulan bagi pekerja yang telah mengabdi 6 tahun secara terus menerus di perusahaan yang sama, sebagaimana Pasal 79 ayat 2 huruf d UU 13/2003. Ketentuan istirahat panjang diganti dengan Pasal 79 ayat 5 UU Ciptaker, bahwa perusahaan bisa memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun