Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Usai Mimpi Buruk "140908", Warga Indramayu dan PT Pertamina "Buktikan" Ramalan Wiralodra

13 Desember 2016   10:22 Diperbarui: 13 Desember 2016   18:59 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hutan mangrove Karangsong, 10 Desember 2016 (Dok. Pri)

“Yogurt itu saya buat dari sirup mangrove yang dicampur dengan susu fermentasi. Awalnya saya tidak tahu perbandingan yang tepat, berapa sirup (mangrove) dan berapa susu fermentasi,” kata perempuan 29 tahun yang menjadi binaan Latief ini. “Setelah berapa kali gagal, akhirnya jadi juga,” pungkasnya saat ditemui di stan Hawa Kreasi, kelompok UMKM binaan PT Pertamina, pada 10 Desember 2016.

Untuk produk yang dihasilkan dari mangrove, Hawa Kreasi melabelinya dengan merek Jackie Gold. Merek “Jackie” sendiri diambil dari nama kelompok tani pimpinan Latif yaitu Jaka Kelana. Dalam perkembangannya, Hawa Kreasi itu tidak hanya memproduksi makanan dan minuman berbahan baku mangrove, tetapi juga dari hasil pertanian dan perikanan lainnya, seperti kaktus, mangga, pisang, bawang, tulang ikan bandeng dan lainnya.

Sebagian dari produk Hawa Kreasi, UMKM binaan PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan (Dok. Pri)
Sebagian dari produk Hawa Kreasi, UMKM binaan PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan (Dok. Pri)
Hawa Kreasi yang rerata beranggotakan mantan TKI ini mengaku hasil penjualan produk-produk kreasinya banyak diminati oleh wisatawan yang berkunjung ke Pantai Karangsong. Menurut salah seorang anggotanya, Suhermi, banyak wisatawan mengeluarkan sedikitnya Rp 250 ribu untuk membeli produk-produk Hawa Kreasi. Sementara produk yang paling banyak dibeli pengunjung hutan mangrove Karangsong adalah sirup mangrove.

“Lumayanlah, ketimbang kerja di Arab,” kata perempuan asal Balongan Indramayu ini. “Mending di sini, bisa ngurus keluarga.”

Tumbuh berkembangnya perekonomian warga pesisir pantai Indramayu ini sedikit banyak membenarkan ramalan Raden Wiralodra. Pendiri kadipaten yang diberinya nama Darma Ayu itu menuliskan ramalannya dalam sebuah prasasti. Katanya, “Nanging benjing Allah nyukani kerahmatan kang linuwih. Darma Ayu mulih harja tan ana sawiji-wiji. Pertelane, yen wonten taksana nyabrang Kali Cimanuk. Sumur Kejayaan deres mili. Dlupak murub tanpa patra. Sadaya pan mukti malih. Somahan lawan prajurit, rowang lawan priagung. Samya Tentram atine. Sadaya Harta tumuli. Ing sekehing negara pada raharja.”

Ramalan yang ditulis oleh Wiralodra pada 1 Sura 1449 atau 7 Oktober 1527 M kalau diterjemahkan menjadi “Kalau nanti Allah melimpahkan rahmat-Nya yang berlimpah. Darma Ayu kembali makmur tiada ada suatu hambatan. Tandanya, jika ada ular yang menyebrangi Sungai Cimanuk. Sumur kejayaan mengalir deras. Lampu menyala tanpa minyak. Semua hidup makmur. Bekerja sama dengan tentara membantu penguasa. Semua hidup aman dan tentram. Gemah ripah loh jinawi. Seluruh negara hidup makmur.”


Ramalan Wiralodra itu kembali ramai dibincangkan saat kilang minyak Balongan diresmikan pada 1995. Saat itu masyarakat Indramayu mengaitkan “taksana nyabrang Kali Cimanuk” sebagai pipa minyak. Benar atau tidaknya kaitan taksana atau ular dengan pipa minyak pastinya akan menjadi perdebatan panjang. Tetapi, ramalan Wiralodra itu masih nyambung kalau mengaitkan “Somahan lawan prajurit, rowang lawan priagung” dengan kerja sama antara masyarakat pesisir, pemerintah, dan PT Pertamina dalam menjaga dan memanfaatkan kawasan mangrove Karangsong.

Seperti yang diutarakan oleh Wali Kelas VI SDN 1 Karangsong Edi Junaedi, “Di sini kerja sama sudah terbina dengan baik. Pertamina, Pemerintah Indramayu, warga, sekolah, dan nelayan sudah saling dukung. Kalau saya bawa anak-anak ke Karangsong. Kami cukup bayar uang “oli” saja,” katanya diikuti senyum lebarnya.

Deretan pohon api-api di Arboretum Mangrove Karangsong, Minggu 10 Desember 2016 (Dok. Pri)
Deretan pohon api-api di Arboretum Mangrove Karangsong, Minggu 10 Desember 2016 (Dok. Pri)
Lebih jauh lagi, kerja sama bukan hanya terjalin antara manusia dengan manusia, tetapi juga antara manusia dengan alam. Warga pesisir pantai saat ini sudah tidak ada lagi yang “menyakiti” alam. Menurut Edi, sekitar enam tahun yang lalu masih banyak warga yang menebangi pohon api-api. Batang pohon api-api ini dijadikan arang karena panas yang dihasilkannya lebih baik ketimbang arang yang dijual di pasar. Tidak mengherankan kalau setiap kali musim hajatan, banyak warga yang menebanginya. Tetapi, sekarang sudah tidak ada lagi yang menebanginya.  

“Sekarang ini kami hanya memanfaatkan apa yang ada di mangrove. Kalau tidak dimanfaatkan akan terbuang begitu saja. Pidada, contohnya, kalau tidak dibuat jadi coklat, es krim, sirop, dodol, dan lainnya pasti akan terbuang,” jelas Latief. “Istilahnya, kami memanfaatkan mangrove tanpa merusaknya.”

Artikel terkait HUT 59 PT Pertamina lainnya: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun