Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Desa Lachung di India Larang Botol Plastik Sekali Pakai

8 Oktober 2019   10:51 Diperbarui: 8 Oktober 2019   11:09 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: PennMedicine.org)

Hampir setiap tempat di dunia tersentuh plastik, termasuk kemasan atau wadah makanan dan minuman. Untuk minuman, ada banyak jenis minuman yang dikemas dalam botol plastik, misalnya air mineral, air berkarbonasi, kopi instan hingga jus buah.

Begitu juga dengan produk makanan. Stok makanan atau minuman kemasan melimpah di chainstore atau toko mana saja.

Tahun 2015 lalu, produksi plastik global diperkirakan lebih dari 7,8 miliar ton, demikian menurut Geyer et al. (2017) dalam artikel tahun 2018 yang berjudul "Plastic Pollution". Itu artinya di tahun 2015 setiap orang di seluruh dunia menggunakan plastik seberat 1 ton. Di tahun 2019 ini angkanya pasti berlipat ganda.

Kemasan plastik memang praktis dan menjaga kesegaran makanan atau minuman. Tetapi di sisi lain menjadi musuh lingkungan karena sifatnya yang lama terurai. Sementara itu volume sampah plastik setiap tahunnya meningkat. Padahal dekomposisi plastik termasuk lama, bisa puluhan hingga ratusan tahun.

World Wildlife Fund Australia di tahun 2018 lalu pernah mengunggah artikel berjudul "The Lifecycle of plastics". Artikel tersebut menyebutkan botol plastik baru terdekomposisi 450 tahun lamanya. Selain botol plastik juga disebutkan masa dekomposisi barang lain yang terbuat dari plastik.  

Pada umumnya botol plastik minuman kemasan digunakan sekali dan langsung dibuang. Biasanya kemasan botol plastik minuman kemasan terbuat dari polyethylene terephthalate atau PET / PETE yang memang harus sekali pakai. Karena bila dipakai berulang kali bisa menimbulkan resiko kesehatan bagi manusia.

Belakangan ini muncul himbauan kepada mayarakat untuk menghindari penggunaan botol sekali pakai. Misalnya even musik Synchronize Festival 2019 yang dihelat baru-baru ini mengajak audiens untuk membawa tumbler kosong sendiri. Panitia acara menyediakan keran air di sebuah spot yang diberi nama water station untuk para penonton festival.

Pemerintah DKI Jakarta lewat Dinas Lingkungan Hidup juga mulai menggalakkan gerakan membawa wadah minuman dan makanan sendiri di lingkungan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) se-DKI Jakarta untuk mengurangi sampah plastik. (sumber: Kompas.com)

Kabupaten Kotabaru di propinsi Kalimantan Selatan juga menginisiasi langkah serupa. Pemerintah setempat bahkan menerbitkan surat edaran yang melarang penggunaan plastik di minimarket setempat. Sang Bupati menyosialisasikan penggunaan tumbler yang ramah lingkungan karena bisa dipakai berulang kali. (sumber: TribunNews.com)

Di lingkup global, pemerintah India juga hendak memberlakukan peraturan larangan penggunaan plastik sekali pakai di seluruh negeri untuk mengurangi polusi. Targetnya di tahun 2022 nanti seluruh India bebas plastik sekali pakai. Kabar terakhir, kebijakan itu menuai polemik di tengah kelesuan perekonomian. (sumber: Economic Times)

Tetapi ada satu tempat di wilayah India yang betul-betul melarang penggunaan plastik sekali pakai. Sebuah desa bernama Lachung di Sikkim, India punya kebijakan melarang peredaran botol plastik sekali pakai di wilayahnya.

Kebijakan itu kini menjadi semacam budaya dimana setiap warga tidak menggunakan botol plastik sekali pakai. Di seluruh dunia, mungkin baru tempat itu yang betul-betul melarang penggunaan botol plastik sekali pakai.

Bahkan warga ikut terlibat mengawasi para wisatawatan dari luar kota yang mengunjungi kota tersebut. Warga setempat tak segan mengecek mobil yang membawa wisatawan bahkan mengecek hingga tas bawaan wisatawan apakah terdapat botol plastik sekali pakai atau tidak. Jika mereka menemukannya, si pembawa botol plastik akan didenda Rs 5,000 atau kira-kira Rp 1 juta. Waduh.. (sumber: India Times)

Lachung memang memiliki sejumlah tempat yang menarik yang mulai diminati banyak pelancong dari seluruh dunia. Desa itu terletak pegunungan Himalaya di ketinggian 2.900 meter dpl, tidak jauh dengan perbatasan Tibet.

Oleh karena itu, wilayah Lachung berhawa sejuk. Hutannya permai, sungai dan danaunya bersih dan jernih bebas sampah.  

Desa Lachung, indah sekali ya.. (sumber: LonelyPlanet.in)
Desa Lachung, indah sekali ya.. (sumber: LonelyPlanet.in)

Sudah lama warga Lachung menghormati alam karena menurut mereka alam adalah pemberian nenek moyang mereka. Nama Lachung sendiri bermakna "Lembah Bunga-bunga" yang makna secara bebas yaitu tempat yang subur dan indah, yang membawa ketentraman bagi makhluk hidup manapun yang tinggal di sana.  

Larangan membawa botol plastik sekali pakai kini sudah diketahui oleh banyak wisatawan yang akan berkunjung ke tempat tersebut. Pengemudi mobil yang mengangkut wisatawan yang hendak ke kota itu memperingatkan para wisatawan agar tidak membawa satu pun botol plastik sekali pakai.

Sebaiknya peraturan itu dipatuhi saja. Lagipula daripada untuk membayar denda, lebih baik untuk kulineran atau beli oleh-oleh.

Lalu bagaimana bila ada wisatawan yang membawa botol minuman kemasan? Pilihannya harus dihabiskan dan botol dibuang di tempat sampah sebelum tiba di Lachung. Atau bisa juga dengan membeli botol minum reusable dan memindahkan air dari botol kemasan ke botol reusable. Botol semacam itu masih diperbolehkan. Apa yang menjadi concern mereka adalah botol minum sekali pakai.

Kalau mereka melarang penggunaan botol minum sekali pakai, kita pasti penasaran bagaimana dengan kebiasaan warga setempat? Ternyata mereka menggunakan botol minum yang terbuat dari bambu yang bisa dipakai berulang kali.

Makanan juga diletakkan di dalam wadah bambu. Untuk berbelanja, mereka menggunakan keranjang bambu. Pelarangan botol minum plastik sekali pakai nantinya akan berkembang menjadi pelarangan semua jenis barang berbahan plastik.

Lalu bagaimana dengan botol-botol yang mereka sita dari wisatawan? Mereka tidak membuang botol-botol itu begitu saja, tetapi menggunakannya sebagai, misalnya, pot tanaman.

Kita kerap mendengarkan ungkapan bahwa Bumi ini bukan warisan nenek moyang kita, tetapi titipan anak cucu kita. Kalau kita merusaknya, bagaimana kehidupan anak cucu kita? Kita kebagian enaknya, anak cucu kita kebagian rusaknya. Padahal generasi berikutnya juga berhak menikmati keindahan alam.

Memang tidak mudah mengubah kebiasaan mengurangi penggunaan plastik. Tetapi itu bisa dimulai dari diri sendiri, misalnya mulai menggunakan botol minum reusable daripada botol minum sekali pakai. Bila setiap orang di dunia melakukan itu setiap hari, volume sampah plastik dunia pasti akan berkurang secara signifikan.   

Berikut tayangan video dari BBC.com tentang desa Lachung yang melarang penggunaan botol plastik sekali pakai.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun