Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Dokter Terlambat Datang Praktik, Bagaimana Sikap Kita?

26 Maret 2019   12:44 Diperbarui: 26 April 2021   10:43 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasien menunggu dokter yang terlambat data praktik (sumber: uofuhealth.utah.edu)

Sebagian dokter menghubungi petugas atau perawat di tempat praktiknya, menginformasikan situasi yag ia hadapi yang membuat ia terlambat datang atau mungkin tidak dapat datang. Tapi ada sebagian dokter lainnya yang karena sesuatu hal tidak menginformasikan kendala yang ia hadapi. Padahal pasien sudah menumpuk.

Pasien yang tidak tahu kapan dokter akan tiba merasa gelisah (bagi sebagian pasien memicu munculnya stres), tidak sabar (oleh karena menahan derita), kadang ada yang kesal dan marah-marah dan bahkan ada yang memutuskan pulang.

Menurut Setyawan (2017), faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan pasien dengan dokter adalah: tempat dan ruang pelayanan, waktu tunggu, latar belakang psikologi pasien, serta sikap dan perilaku dokter terhadap pasien.

Berkaitan dengan tema tulisan ini, maka tulisan ini akan fokus pada faktor kedua yaitu waktu tunggu. Faktor tersebut nantinya akan berkaitan erat dengan dua hal berikut. Pertama, rasa empati baik dari sisi pasien dan dokter.

Kedua, adanya komunikasi yang baik antara dokter (beserta institusi medis yang menaunginya) dan pasien. Menurut Derksen, Jozien, Lagro-Janssen dalam Gosal dan Jena (2017), komunikasi dan empati merupakan salah satu aspek yang menentukan kepuasan pasien.

Empati dua arah meningkatkan hubungan dokter dan pasien yang positif
Dalam pelayanan kesehatan, empati tidak selalu muncul dari sisi dokter. Dari sisi pasien, pasien juga perlu memiliki empati terhadap dokter. Tujuannya selain dokter dapat memahami kondisi yang dihadapi pasien, juga agar pasien memahami situasi yang dihadapi oleh dokter.

Empati tidak selalu dalam konteks sesi pemeriksaan saja tetapi juga hal lain, termasuk menunggu kedatangan dokter yang terlambat datang.

Empati, dalam Greater Good Magazine terbitan UC Berkeley merupakan kemampuan untuk merasakan emosi orang lain, ditambah dengan kemampuan untuk membayangkan apa yang dipikirkan atau dirasakan orang lain.

Sementara itu, dalam Encyclopedia of Social Psychology, Sara D. Hodges dan Michael W. Myers mengartikan empati sebagai upaya memahami pengalaman orang lain dengan membayangkan diri sendiri dalam situasi orang lain itu. Seseorang memahami pengalaman orang lain seolah-olah sedang dialami oleh diri sendiri, tetapi dirinya sendiri sebenarnya tidak mengalaminya.

Berkaitan dengan pelayanan medis atau kesehatan, empati menjadi salah satu aspek penting. Hal ini terungkap dalam sebuah artikel berjudul "7 key Traits of the Ideal Doctor". Artikel yang didasarkan pada sebuah penelitian yang melibatkan 200 orang pasien tersebut menyusun tujuh karakter ideal yang harus dimiliki oleh seorang dokter. Salah satu dari tujuh karakter ideal yang berkaitan dengan pembahasan tulisan ini adalah empati.

Empati pada umumnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu empati afektif dan empati kognitif. Empati afektif mengacu pada sensasi dan perasaan seseorang sebagai respons terhadap emosi orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun