Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Meraba Tingkat Kedewasaan Diri, Sudah Dewasakah Anda?

22 Maret 2019   13:31 Diperbarui: 23 Maret 2019   14:03 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: TheAustralian.com.au)

Beberapa hari lalu istri saya bertemu dengan salah seorang tetangga, seorang ibu rumah tangga, yang curhat tentang masalahnya. Ia mengatakan selama beberapa hari merasa pusing karena banyak pikiran.

Ceritanya, tetangga yang memiliki kamar kos di rumahnya itu menunggu salah satu anak kosnya, seorang gadis, yang belum jua pulang dari tempat kerjanya hingga malam. Lantas istri saya bertanya, mengapa sampai menunggu anak kos pulang?

Ibu itu menjawab bahwa ia merasa punya tanggung jawab karena ibunda si gadis telah menitipkan anaknya kepadanya. Ia juga mengatakan kalau si gadis itu sudah seperti anak sendiri sehingga ia merasa was-was ketika pulang terlambat. Istri saya tidak berkomentar apa-apa selain hanya memberi masukan supaya banyak istirahat saja.

Cerita di atas itu mungkin juga dialami oleh pemilik rumah kos lain ketika orang tua anak kos menitipkan putra atau putrinya nya kepada sang pemilik kos. Hal seperti itu nampaknya wajar, namanya orang tua pasti ada rasa kekhawatiran. Apalagi di jaman sekarang ini. Semua orang tua pasti ingin anaknya baik-baik saja.

Tapi menurut saya, pesan sang ibunda anak kos kepada tetangga saya tersebut berlebihan. Apalagi sang anak sudah dewasa, sudah bekerja. Bukan anak kecil yang harus dipantau kemana-mana. Lagipula, sebenarnya tidak ada hubungan apapun antara tetangga saya itu dengan anak kosnya kecuali hubungan sewa-menyewa antara pemilik kos dan penyewa kos. Itu saja.

Pesan dari orang tua perempuan itu kepada tetangga saya itu juga kurang tepat. Selain sang anak sudah tergolong dewasa, tidak ada pertalian saudara diantara mereka. Kecuali bila tetangga saya itu bibi atau tante gadis itu, perasaan khawatir yang sama dengan orang tuanya adalah wajar. Lha ini bukan siapa-siapa.

Kalau memang ingin mengontrol anak gadisnya, mengapa orang tuanya tidak menggunakan fitur video call lewat ponsel pintarnya untuk memantau anaknya? Banyak orang kini sudah menggunakan ponsel pintar.

Video call sifatnya live sehingga orang tua anak kos itu bisa melakukannya setiap waktu untuk memantau anaknya. Tetapi akan timbul pertanyaan lain, apakah perlu memantau anak yang sudah dewasa?

Begini, seorang anak pada saatnya akan tumbuh dewasa. Usai sekolah atau kuliah, ia akan bekerja atau berkarir sesuai bidangnya. Ia mampu mencari penghasilan sendiri. Bisa jadi sang anak mendapat pekerjaan yang tidak jauh dari rumah orang tuanya dimana ia tinggal, atau mungkin mendapatkan pekerjaan di daerah lain yang artinya ia harus merantau.

Bila sang anak memutuskan hendak merantau, maka orang tua sebatas mendoakan yang terbaik bagi sang anak. Sebenarnya tidak hanya ketika merantau saja, setiap waktu orang tua pasti akan berdoa untuk anaknya.

Sekadar berbagi cerita, saya dulu pernah merantau dan tinggal di sebuah rumah kos. Rumah kos yang saya tempati, walaupun tersedia ranjang, meja, kursi dan lemari pakaian, sebenarnya jauh dari layak. Dinding-dindingnya semacam partisi berbahan tripleks. Agak pengap, kalau siang serasa di dalam oven karena atapnya dari seng. Lingkungannya juga kurang bagus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun