Mohon tunggu...
Danni Gathot Harbowo
Danni Gathot Harbowo Mohon Tunggu... -

Nama saya Danni Gathot Harbowo, Mahasiswa Jurusan Biologi ITB. Selain aktif sebagai kepala Divisi Keprofesian dan Inovasi HIMASITH Nymphaea ITB, saya juga bekerja sebagai jurnalis lepas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Biodiversitas: Pentingnya Peran Kelelawar dalam Ekosistem Manusia

19 Januari 2012   16:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:40 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bandung, 19 Januari 2012

[caption id="attachment_164842" align="alignleft" width="240" caption="Dilaporkan bahwa telah ditemukan 225 spesies kelelawar di Indonesia"][/caption]

Masyarakat umum masih menganggap kelelawar merupakan hewan yang menyeramkan. Sosok vampir penghisap darah dengan seketika muncul ketika membayangkan kelelawar. Kemunculannya dimalam hari justru menambah anggapan mistis terhadap hewan kelam ini. Dengan anggapan seperti itu, masyarakat lebih cenderung takut dan jijik terhadap kelelawar.

Namun dibalik wujudnya yang menakutkan, kelelawar justru memiliki peran penting dalam sistem ekologi manusia, seperti pengendali populasi hama, penyebar biji, dan polinator. Sekitar 225 spesies telah ditemukan di Indonesia dan umumnya merupakan jenis kelelawar pemakan buah dan serangga. Kelelawar umumnya merupakan hewan nokturnal, yaitu hewan yang memiliki tingkat aktifitas tertinggi saat malam hari. Perilaku ini didukung dengan kemampuan anatomi khusus untuk melakukan aktifitas dimalam hari, seperti pencitraan lingkungan melalui gelombang sonar yang dihasilkan (echolocation) dan kemampuan pendengaran serta penciuman yang khusus.

Kelelawar bereproduksi dengan cara melahirkan (vivipar) dan memiliki kelenjar susu (mammary gland), dengan ciri-ciri tersebut kelelawar dapat dikatagorikan sebagai hewan mamalia. Namun berbedan dengan hewan mamalia lainnya seperti, tikus dan kucing; kelelawar merupakan mamalia yang memiliki sayap. Oleh karena itu dalam taksonomi, kelelawar digolongkan sebagai ordo: Chiroptera. Terdapat 2 pembagian dalam ordo tersebut, yaitu megachiroptera dan microchiroptera. Di Indonesia kelelawar golongan megachiroptera lebih dikenal sebagai codot atau kalong, sedangkan untuk golongan microchiroptera lebih dikenal sebagai kampret.

13269902581839706896
13269902581839706896

Gambar 1. Spesies dengan genus Cynopterus ini dapat ditemukan di Institut Teknologi Bandung

Di habitat alami, kelelawar umumnya bersarang di gua yang gelap. Bentukan gua yang memiliki lorong yang dalam dan sempit menjadi rumah yang tepat bagi kelelawar, umumnya gua-gua seperti ini terdapat di area karst (lebih dikenal sebagai area batu gamping). Kondisi gua karst sendiri merupakan area yang cenderung memiliki kelembaban tinggi dan bersuhu rendah. Hal ini disebabkan komposisi mineral yang ada di area tersebut (umumnya kalsium karbonat) yang mampu mengikat air dalam jumlah yang banyak. Namun isu penambangan kapur yang di luar perencanaan menjadi salah satu ancaman kerusakan habitat hewan ini. Selain itu pula kelelawar sering kali ditemukan di area perkotaan. Tidak hanya untuk mencari makanan, kelelawar ini juga bersarang di lokasi-lokasi khusus di perkotaan. Loteng dan atap-atap bangunan yang jarang terusik manusia sering dijadikan sarang bagi beberapa spesies kelelawar.

13269904051461750911
13269904051461750911

Gambar 2. Eonycteris spelaea atau dikenal dengan “dawn bat” dapat ditemukan di area Karst Citatah, Padalarang Jawa Barat (Gua Pawon)

Perannya sebagai insectvora (pemakan serangga) justru membantu manusia dalam pengendalian hama dan vektor penyakit. Telah dilaporkan bahwa beberapa jenis kelelawar mampu untuk mengendalikan populasi hama wereng padi dan nyamuk. Dengan demikian, dimungkinkan akan terjadi dinamika populasi pada hama tersebut jika terjadi penurunan populasi pada jenis kelelawar tersebut. Sama halnya dengan beberapa spesies kelelawar yang memiliki peran dalam polinasi, seperti tanaman aren (Arenga piñata), durian (Durio zibethinus), dan kaliandra (Calliandra colothyrsus). Cukup besar keuntungan layanan ekosistem (ecosystem service) yang diberikan oleh populasi kelelawar tersebut jika dibandingkan dengan pengendalian hama konvensional (menggunakan pestisida) yang memiliki proporsi harga 45 – 75% dari harga produksi pertanian & perkebunan.

Oleh karena itu penting bagi kita untuk menjaga kelestarian populasi kelelawar ini. Tidak hanya sekedar terjaganya keanekaragaman hayati namun terciptanya keseimbagan ekosistem yang berkelanjutan akan membawa keuntungan tersendiri bagi kehidupan manusia. Masih diperlukan penelitian-penelitian terkait dengan kelelawar ini. Hal ini akan membantu manusia di masa depan dalam memanajemen lingkungan dengan lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun