Mohon tunggu...
Garvin Goei
Garvin Goei Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Akademisi, Penyuka Budaya

Penulis buku Psikologi Positif yang diterbitkan oleh Kompas pada tahun 2021. Pengelola akun instagram @cerdasmental.id. Selain psikologi, suka mempelajari budaya dan mencoba makanan baru.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Psikologi di Balik Sekte: Harapan Utopis dan Isolasi Sosial

22 November 2022   11:30 Diperbarui: 22 November 2022   11:29 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay (https://pixabay.com/photos/puppet-to-dance-toy-children-s-toys-1077694/)

Pembicaraan mengenai sekte-sekte ramai dibicarakan sejak kasus penemuan mayat di Kalideres. Meski saat tulisan ini dibuat (21 November 2022) polisi belum memberikan pernyataan resmi tentang penyebab kematian, tetapi orang-orang sudah memunculkan asumsi bahwa para korban merupakan pengikut sekte apokaliptik yang meyakini bahwa akhir zaman sudah dekat.

Terlepas dari benar atau tidaknya asumsi "sekte" ini, saya hendak menulis sedikit tentang sekte dan kultus dari sudut pandang psikologi.

Kasus bunuh diri massal yang cukup menarik untuk diingat adalah kasus bunuh diri sekte "Heaven's Gate" yang pernah terjadi di California. Pada tanggal 26 Maret 1997, ditemukan 39 orang mayat di sebuah rumah mewah; di mana mereka terbaring di atas kasur dengan kepala dan dada tertutup oleh kain berwarna ungu.

Setelah dilakukan pemeriksaan, mayat-mayat tersebut adalah mayat pengikut sekte "Heaven's Gate" yang meyakini bahwa akhir zaman sudah dekat, dan mereka harus membersihkan jiwa mereka dengan cara meminum racun, sehingga jiwa mereka akan dibawa ke surga.

Selain Heaven's Gate, juga ada NXIVM (baca: neksiam), sebuah sekte dengan bungkus pengembangan diri, yang pada tahun 2018 dilaporkan kepada pihak berwenang karena kasus sex trafficking. Meski tidak sampai melakukan bunuh diri masal seperti Heaven's Gate, tetapi kasus NXIVM ini sampai didokumentasikan sebagai film dokumenter oleh HBO.

Pertanyaannya, mengapa para pengikut sekte ini bisa begitu patuh kepada pemimpin dan komunitasnya, mengorbankan apa saja hingga nyawa mereka sendiri?

Tawaran Solusi atas Permasalahan Hidup

Pertama-tama kita perlu tahu dulu alasan seseorang bergabung dengan sebuah sekte atau kelompok kultus. Penelitian yang dilakukan oleh Rousselet dan rekan-rekannya (2017) menemukan bahwa sebagian besar orang bergabung dengan sekte karena mengalami permasalahan hidup yang berkepanjangan, dan berpikir bahwa sekte ini dapat membantu mereka. Nah, mari kita amati, biasanya kelompok-kelompok sekte ini memang menawarkan solusi terhadap kehidupan. Misal, beberapa tahun yang lalu muncul kehebohan tentang sekte NXIVM (baca: neksiam) yang merekrut anggota melalui modus "kursus pengembangan diri". Atau pada kasus Heaven's Gate, menjanjikan bahwa sekte ini dapat membawa kita kepada kehidupan yang lebih indah di luar kehidupan ini, membuat orang-orang yang sudah putus asa dengan kehidupannya menjadi tertarik untuk bergabung karena iming-iming kehidupan yang indah itu.

Riset yang dilakukan oleh Salande dan Perkins (2011) menemukan bahwa anggota-anggota baru pada sekte biasanya merasakan kelegaan psikologis terlebih dahulu, yang seringkali disebut sebagai fase "bulan madu" di dalam sekte. Hal ini karena pemimpin sekte meyakinkan mereka bahwa bergabung dengan sekte ini akan membantu mereka keluar dari masalahnya, baik itu melalui cara yang logis maupun tidak logis. Ingatlah bahwa mereka memang merekrut orang-orang yang sudah hampir putus asa dengan hidupnya, sehingga kadangkala mereka sudah tidak memikirkan lagi logis atau tidak logisnya suatu cara.

Selain itu, rasa kebersamaan yang ditawarkan oleh kelompok sekte juga membuat seseorang tertarik untuk bergabung. Biasanya sekte-sekte kultus ini memiliki rasa komunitas yang kuat, sehingga memberikan rasa aman bagi orang-orang yang mengalami kesepian atau pengucilan di dalam hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun