Dalam pengabdian dan jerih payah terdapat kenikmatan. Para induk merasakan kenikmatan tiada tara saat melindungi anak-anaknya yang kecil. Kenikmatan tersebut mengalahkan lapar dan dahaga, serta sakitnya mati. Semua hewan jantan akan seperti ayam jantan tadi, sementara induknya akan seperti ayam betina. Begitu pula dengan pohon delima. Ia sisihkan minuman segar dari Tuhan untuk buah, sementara dirinya merasa puas dan cukup dengan air keruh.
Berdasarkan rahasia pada contoh tadi, kita bisa menyimpulkan bahwa seseorang yang menganggur, yang hanya merebah di atas kasur, dadanya akan lebih sempit karena ia hanya akan mengeluhkan umurnya. Ia selalu ingin waktu itu cepat berlalu dalam permainan dan senda gurau. Sementara kita bisa melihat kuli yang tekun selalu bersyukur dan memuji Allah. Ia ingin waktunya dipenuhi dengan hal-hal yang bermanfaat. Hal ini sesuai dengan peribahasa, "Kelapangan ada pada kesusahan dan kesusahan ada pada kelapangan"
Lihatlah semua pergerakan jerih payah di alam. Atom pada mata kita, mempunyai hubungan dengan sel mata, syaraf mata di wajah, serta urat nadi di tubuh. Dia bersusah payah mengatur mata kita untuk melihat tapi karenanya mata bisa melihat keindahan ciptaan Allah yang lain.
Bekerja itu merupakan sunnatullah, dan karena luasnya rahmat Allah, Dia menjadikan sunnatullah itu sendiri mengandung tidak hanya nikmat hakiki saja tetapi memberikan nikmat maknawi bagi jiwa kita semua.Â
Kesimpulan
Jikalau kita sudah memahami dua poin pada persoalan kedua, maka kita telah menangkap makna dari:
"Tidaklah kelezatan itu melainkan setelah kenikmatan" (Al Mahfuzhat)
Sekaligus firman Allah
"Dan Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu" (QS Al-A'raaf [7]: 156)
Disadur dari kitab al-Lama'aat Cahaya Ketujuh Belas, Memoar Kedelapan karya Badii'uzzamaan Said Nursi