Daniyah berbagi cerita.
Sebelum menjadi KPM PKH, Daniyah bersama suaminya, jatuh bangun mencari nafkah. Banyak yang harus keduanya tanggung, mulai dari kewajiban membayar sewa rumah kontrakan, melunasi uang sekolah anak, mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, sampai memutar otak agar bagaimana, esok hari bisa terus berdagang bakso. "Semua cucuran keringat, saya dan suami rela untuk pontang-panting demi keluarga," ujarnya.
Kehidupan Daniyah bersama Tarsono di pertengahan tahu n '90-an itu memang serba sulit. Sekadar perbandingan. Harga bakso per porsi saat itu, hanya Rp 300. Sementara kebutuhan hidup, terus merangkak naik.
Beruntung, kata Daniyah, sang suami punya "kebisaan" memproduksi dan menjajakan bakso. Semua kemampuan itu, hasil "berguru" dari kakak kandung suami Daniyah. Meski belum mampu menambal kebutuhan nafkah hidup keluarga, tapi dengan berdagang bakso keliling, keluarga Daniyah merasa punya setitik asa nan cerah.
Ingatan Daniyah masih sangat membekas. Ketika itu, bakso yang didagangkan suaminya, masih jenis bakso urat, dan bakso halus yang ukurannya kecil-kecil saja. Biasanya, Tarsono mulai keluar rumah mendorong gerobak baksonya pada jam 10.00, dan baru kembali ke rumah pada sekitar jam 22.00. "Ya waktu itu, paling-paling cuma bermodalkan daging bakso, 1,5 kilogram saja. Uang hasil jualan seharian yang diperoleh itu sangat minim," ujar Daniyah.
Tahun terus berganti. Tapi kehidupan Daniyah dan suaminya, Tarsono, masih juga belum berubah. Semua serba pas-pasan, bahkan kadangkala, kekurangan. Maklum, putra sulung juga sudah mulai membutuhkan biaya untuk pendidikan. Itu artinya, Daniyah dan Tarsono mewajibkan diri untuk semakin giat berikhtiar.
Daniyah yakin akan nasehat yang selalu terngiang di kepalanya. "Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang, kalau orang itu tidak mau bekerja dan berusaha." Kalimat itu  saja yang terus mencambuk pikirannya, agar tidak berhenti memutar otak, dan berpikir mencari peluang mendapatkan nafkah halal lagi berkah.
Bantuan sosial bersyarat dalam bentuk PKH, yang diterima Daniyah sebagai KPM, mulai terasa manfaat positifnya. Biaya pendidikan anak-anak Daniyah, sedikit banyak sudah dapat teratasi, berkat kucuran dana tersebut. "Ketika itu, pada awal-awal menerima PKH, saya rutin, setiap tiga bulan sekali, pergi ke kantor pos. Untuk mengambil dana bantuan sosial PKH itu. Alhamdulillah, prosesnya tidak sulit. Lalu kemudian, seiring waktu berjalan, sistem pencairan dana berganti, dengan menggunakan kartu ATM," ujarnya penuh syukur.