Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Najwa Shihab, Pewawancara yang Kurang Beretika?

26 Januari 2018   03:04 Diperbarui: 26 Januari 2018   09:58 10198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan dan Najwa Shihab di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)


"Najwa kok jutek banget ke Anies. Sebaliknya Anies sabar bingits." Begitu status facebook Kompasianer Maria G. Soemitro.

Ya, tayangan Mata Najwa edisi Rabu, 24 Januari 2018 memang banyak mengundang komentar. Keseruannya di twitter rame banget. Coba aja search & click tagar MataNajwa100HariAniesSandi.

Setelah membaca sebegitu banyak komentar, saya memilahnya menjadi 3 pokok konten:

  • Mengkritisi Anies Sandi yang dinilai kurang meyakinkan menjawab program 100 hari pemerintahannya. Terutama yang menjadi fokus sub tema MataNajwa yakni keruwetan di Tanah Abang; kontroversi pelegalan becak; ketidakjelasan rumah DP Rp 0; dan realisasi penolakan reklamasi di utaranya Jakarta.
  • Mengkritisi performa Najwa Shihab sebagai host karena dituding kurang memberi waktu bagi Anies Baswedan dalam menjawab pertanyaan. Banyak yang menulis Najwa Shihab kurang punya etika sebagai pewawancara karena sering memotong jawaban narasumber.
  • Mempertanyakan keberpihakan MataNajwa (dalam hal ini Najwa Shihab) terhadap duet kepemimpinan Anies Sandi. Untuk point ke-3 ini, saya pikir wajar karena merupakan imbas dari point ke-2.

Oke, mari kita ulas.

Najwa Shihab di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Najwa Shihab di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Sebelumnya baca dulu tulisan saya tentang Mata Najwa yang comeback dari "perantauan" dan pulang kembali ke layar kaca. Artikel ini menjelaskan, biarpun berlabuh ke rumah baru (Trans7), tapi dalam konferensi pers (8 Januari 2018) -- dua hari sebelum tayangan perdana -, Najwa Shihab berjanji tidak akan menghilangkan 7 karakter lama Mata Najwa seperti di rumah lama (MetroTV).

Apa saja itu?

  • Melihat dan menayangkan isu-isu yang penting.
  • Menelisik politisi.
  • Menyandingkan ambisi dengan rekam jejak narasumber.
  • Mengangkat isu anti korupsi.
  • Mengangkat isu toleransi.
  • Kritis membedah persoalan.
  • Tetap mengedepankan independensi (non partisan).

Dan sebagai penonton tayangan episode #MataNajwa100HariAniesSandi, saya pikir Nana -- sapaan akrab Najwa Shihab -- sudah cukup memenuhi janji atas ucapannya sendiri.

o o o O o o o

Kenyataannya, sampai tulisan ini dikebut pada Kamis (25 Januari 2018) sore, pro dan kotra terhadap performa Nana sebagai host sekaligus pewawancara terus bersahutan. Umumnya, mereka yang kesal menyatakan bahwa Nana tidak etis karena sering memotong jawaban narasumbernya, Anies Baswedan.

Anies Baswedan di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Anies Baswedan di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Begini, transkrip ketika Nana dituding seenaknya memotong salah satu jawaban Anies:

Pada Anies Baswedan sedang berusaha menjelaskan tentang aturan rumah DP nol rupiah seperti yang ditanyakan Nana, tapi justru jawaban tersebut dipotong Nana.

"Saya selesaikan sebentar Jakarta itu ada pusat, timur, barat, dan utara. Tiap-tiap daerah itu," kata Anies Baswedan.

"Sisi lainnya beda?" kejar Nana.

"Bukan sisi lainnya beda-beda, aturan dari pemerintah pusatnya beda-beda," ujar Anies Baswedan lagi.

Bukannya Nana diam sejenak guna menyimak apa yang bakal disampaikan Anies, tapi ia justru menimpali lagi jawaban Gubernur DKI Jakarta.

"Karena ini menggunakan FPLP aturan pemerintah pusat, bukan dari pemerintah provinsi?" kata Nana.

"Ya betul, karena itu izinkan saya selesaikan dulu. Habis motong-motong terus sih," sergah Anies Baswedan yang merasa jengah dan malah disambut tepuk tangan penonton di studio.

Najwa Shihab di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Najwa Shihab di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Akhirnya, begini sejumlah tweet kekesalan usai talkshow itu:

@CondetWarrior :Orang macem @NajwaShihab yg sudah biasa mabuk pujian sesekali harus dipermalukan di depan publik atas kebiasaan buruknya 'nyerocos' dan memotong pembicaraan orang lain. @aniesbaswedan & @sandiuno itu tamu lho! Najwa waktu kecil diajarin tata krama ga?

@sailordreamer :Tukang Jegal Pembicaraan. Kesan Intelek langsung Drop ketika seseorang tidak mengutamakan Etika dlm berbicara. Menguasai pembicaran...buat apa ngundang NarSum. Mending @MataNajwa bikin acara sendiri tampil sendiri biar ngomong sendiri biar puas

@fitri1286 :Mba najwa bertanya atau menyerang...gak ngasi kesempatan org bicara..malah terlihat seperti ngejebak jebak gitu nanyanya....bujug dahh..sabar ngapaa sabbaaarr..

@isulaima:Kok Najwa nggak kasih Anies Baswedan kesempatan untuk menjelaskan dgn tuntas ya? Selalu dipotong. Najwa nggak etis sebagai host

@liem_id :Judulnya #100hariAniesSandi yang terlihat monolog @NajwaShihab soal reklamasi Sepakat dengan Mbak Mahmudah, pemirsa ingin dengar penjelasan narsum bkn ocehan pembawa acara yg tidak jelas. Najwa harus belajar ke Bang @karniilyas

Pendapat yang menilai Najwa Shihab memiliki performa kurang baik. (Foto: Twitter @liem_id)
Pendapat yang menilai Najwa Shihab memiliki performa kurang baik. (Foto: Twitter @liem_id)

@aditya_hnf :Mba @NajwaShihab sebaiknya Anda baca ini, saya sangat setuju. Mba harus independen, jangan "takut" dengan klarifikasi dari gubernur yang mungkin bukan pilihan Anda. Untung gubernurnya cerdas, bangga kami @aniesbaswedan

@Bil_lubis :kasi kesempatan donk. Inget, yg ngundang Ke acara ini Siapa? Target dari acara ini kan mendengar penjelasan anies kan ? Y sudah kasi kesempatan. Jgn nyerocos aja. Gk enak ngeliat nya.

Anies Baswedan di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Anies Baswedan di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Biarpun begitu, tak sedikit juga yang justru mendukung Nana, seperti berikut ini:

@nurielfa :Mbak nana ibarat penguji sidang skripsi. Pak Anies ibarat mahasiswa ga siap sama skripsinya. Ditanya apa, jawabnya apa. Kalo ga punya jawaban ya asal ngomong aja biar keliatan pinter. Yeeeuh

@riaclaudia :I'm so sure mba Nana gak asal motong2/gak ngasi kesempatan pak Anis bicara. Dia cmn ga mau wasting time untuk jawaban yg sbnarnya ga menjawab pertanyaannya, muter2 ngalor ngidul.

@iamMariza :Nonton #MataNajwa100HariAniesSandi mengingatkan gw akan jaman kuliah pas presentasi. Ditanya apa, jawab apa.

@exelflores21 :#MataNajwa100HariAniesSandi Ya jelas mbak @NajwaShihab potong wong jawabannya @aniesbaswedan muter2 terus

@Adithooker :Yaelahhh pada banyak yg bilang kalo nazwa motong omongannya anies, broooooo kalo jawabannya anies gak muter muter ya nazwa gak akan motong motong omongan. Liat aja ndiri jawabanya kek gimane?

@whatev9613 :gimana gak dipotong. wong di tanya A jawabnya Z. jd harus di luruskan ke jalan yg benar lagi dengan ngingetin itu pertanyaannya naon, biar gak keburu ke barat padahal tujuannya ke timur....

@Fadelrohman :Mbak Nana itu bukan motong omongan, dia ngelurusin konteks. Jawabannya muter terus.

o o o O o o o

Pro dan kontra terkait performa Najwa Shihab. (Screenshot Twitter tagar MataNajwa100HariAniesSandi)
Pro dan kontra terkait performa Najwa Shihab. (Screenshot Twitter tagar MataNajwa100HariAniesSandi)
Saya sendiri menilai, pro dan kontra yang muncul usai tayangan Mata Najwa, tak lepas kaitannya dengan sosok narasumber yaitu Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang punya basis massa pendukung (lover) sekaligus penentang (hater). Dengan kata lain, ada subjektivitas penilaian yang muncul termasuk apabila kemudian sampai menyimpulkan host dan pewawancara sekaliber Najwa Shihab kurang punya etika.

Percayalah, seprofesional apapun pewawancara, pasti tak akan mampu memuaskan semua penontonnya. Apalagi, kondisi ini "diperburuk" dengan sosok narasumber yang memang punya lover sekaligus hater. Dengan kata lain, andai Nana melakukan tugasnya dengan baik sekalipun, pasti pro dan kontra, puas dan tidak puas, tetap akan muncul.

Najwa Shihab di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Najwa Shihab di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Terlepas dari pro dan kontra itu, saya sendiri punya 6 penilaian terhadap penampilan Nana ketika mewawancarai Anies Baswedan itu:

Pertama, Nana cukup menguasai 4 topik permasalahan yang dibahas, yaitu penataan Tanah Abang, rencana pelegalan becak, rumah DP Rp 0, dan penolakan reklamasi Pantura Jakarta.

Khusus untuk masalah sengakrut Tanah Abang, ingat lho, dua hari sebelum tayang, Nana dan Anies Baswedan menyambangi Tanah Abang secara barengan.

Bahkan jauh sebelum itu, Nana bersama Tim Buka Mata juga menayangkan video berjudul Uang Haram Trotoar Tanah Abang melalui YouTube. Dalam penelusuran investigatif tersebut, Nana bersama timnya menemukan fakta terang benderang. Yaitu, praktik jual beli trotoar ilegal untuk lapak PKL. Kamera Tim Buka Mata bahkan merekam aksi para preman di trotoar Tanah Abang. 

Setiap satu meter persegi trotoar dijual seharga Rp 1 juta hingga 2 juta. Dari trotoar sepanjang 950 meter dari Jalan Raya Jatibaru hingga Jalan Kebon Jati ini, per bulan sekitar Rp 1,4 miliar mampu diraup dari jual beli ilegal trotoar. Rupiah yang dibayarkan ini, istilahnya untuk uang 'pemutihan', disetor setiap bulan.

Maka, wajar dan masuk akal kalau Nana mencecar begitu gigih dan agresif kepada Anies Baswedan terkait topik ini.

Anies Baswedan dan Najwa Shihab sama-sama berkunjung ke Tanah Abang. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Anies Baswedan dan Najwa Shihab sama-sama berkunjung ke Tanah Abang. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Kedua, Nana mengendalikan jalannya talkshow dengan sangat baik. Eh, menjadi host sekaligus pengendali wawancara itu tidak mudah loh. Bayangkan, Nana membuka (opening) acara, mempersiapkan daftar pertanyaan, mengajukan pertanyaan, mengajukan pertanyaan lanjutan (balloon question), mengarahkan topik perbincangan agar selalu taat pada tema, mengatur durasi tiap sesi, menentukan jeda iklan, dan seterusnya sampai menutup (closing) acara.

Semua itu tidak akan sukses dijalankan tanpa persiapan yang matang, penguasaan topik bahasan yang mumpuni, dan 'jam terbang' yang panjang.

Ketiga, kalau disebut persiapan yang matang, maka di antaranya sudah pasti adalah berkat kerja apik Tim Mata Najwa Trans7 yang berhasil dengan baik memudahkan pekerjaan Nana di atas panggung. Apa saja yang sudah mereka persiapkan. Ya, di antaranya adalah dokumentasi rekaman janji kampanye Anies Sandi dalam Pilgub, kutipan media Sandiaga Uno terkait reklamasi Pantura Jakarta, rekaman wawancara eksklusif CNN Indonesia dengan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan terkait proyek reklamasi, video reportase dan investigasi di Tanah Abang, video pelanggaran rute becak dan lainnya.

Berbekal persiapan matang dari timnya inilah, Nana menjadi begitu 'mengalir' dalam membawakan acara yang "nakal" tapi nggemesin ini.

Anies Baswedan dan Najwa Shihab sama-sama berkunjung ke Tanah Abang. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Anies Baswedan dan Najwa Shihab sama-sama berkunjung ke Tanah Abang. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Keempat, Nana begitu memahami narasumbernya -- dalam hal ini Anies Baswedan -, mulai dari karakter, gesture, pola pikir, pendapat, termasuk kebiasaan "buruk"-nya sebagai narasumber yang lihai "bermain kata-kata", dan memiliki risiko tinggi karena luncuran jawabannya bisa "menghabiskan" durasi waktu wawancara.

Lagi-lagi ingat ya, Nana dan Anies, dua hari sebelum tampil di MataNajwa sama-sama di lokasi Tanah Abang. Termasuk, naik helikopter bersama guna memantau dari udara perkembangan terkini proyek reklamasi di Pantura Jakarta. Artinya, Nana dan Anies sudah semakin bisa mengenal karakter masing-masing. Malah, asal tahu saja, sebelum berlabuh ke Trans7, Nana dan Anies-Sandi pernah juga melakukan percakapan eksklusif, pada 11 Oktober 2017. Video berserinya ini beredar di YouTube dengan judul Jelang Pelantikan, Ini Pesan Anies-Sandi untuk Warga Jakarta. Ini terjadi sebelum Anies Sandi resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Menjadi bisa dimaklumi, kalau Nana kemudian benar-benar mengajukan pertanyaan dan mengendalikan wawancara seperti seorang striker kepada Anies Baswedan yang lebih terkesan "sabar" dan ulet sebagai back alias "pemain belakang". Makin merasa "diatas angin" Nana menghadapi situasi demikian.

Anies Baswedan dan Najwa Shihab sama-sama melihat proyek reklamasi Pantura Jakarta melalui pantauan udara. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Anies Baswedan dan Najwa Shihab sama-sama melihat proyek reklamasi Pantura Jakarta melalui pantauan udara. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Kelima, karena Nana menguasai topik, mendapat dukungan tim kerja yang rancak, dan memahami karakter serta jalan pikir narasumbernya, Anies Baswedan, maka inilah "santapan empuk" Nana. Ia jadi pandai memilah dan memilih pertanyaan (sesuai skala prioritas) yang akan diajukan secara spontan, termasuk sudah mampu mereka-reka, menerka apa jawaban yang akan dilontarkan Anies Baswedan, terkait Tanah Abang, becak, rumah DP Rp 0, dan kejelasan sikap penolakan reklamasi.

Karena sudah terbiasa menghadapi Anies Baswedan, Nana tahu banget bagaimana harus bagaimana "menyulut sumbu" dan "menginjak kaki" narasumbernya. Termasuk ya itu tadi, memotong jawaban yang sedang diajukan Anies Baswedan. Mungkin, buat sebagian pendukung Anies, apa yang dipertontonkan Nana sebagai pewawancara dianggap kurang beretika, tidak sopan, tak tahu adab, tidak fair, zalim dan semacamnya. Tapi, bagi yang tidak mendukung Anies, apa yang dilakukan Nana sudah teramat sangat patut, lantaran Nana harus "menyelamatkan" topik bahasan agar tidak membumbung keluar konteks. Selain, sebagai pengendali wawancara dan acara, Nana harus taat pada rundown yang mengatur menit demi menit, bahkan detik!

Termasuk, ketika sampai 3 kali Nana mengajukan pertanyaan yang sama, mengenai bagaimana cara ampuh Gubernur DKI untuk mengatur becak-becak yang akan dilegalkan secara terbatas (supaya tidak melanggar)? Bayangkan, sampai 3 kali pertanyaan yang sama diajukan!

Sandiaga Uno, Anies Baswedan, Najwa Shihab dalam acara MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Sandiaga Uno, Anies Baswedan, Najwa Shihab dalam acara MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Salah satu alasan mengapa pertanyaan yang sama terus dicecar Nana sampai 3 kali? Karena, pada jawaban pertama, Anies tidak menjawab secara langsung, melainkan malah bicara "urusan lain".

"Ya pertama, jangan kita ini pandangannya seperti priyayi atau ningrat, seakan-akan yang punya naluri cuma rakyat kecil. Yang membuat Jakarta masuk New York Times - jadi perhatian dunia - karena tanahnya turun. Kenapa? Karena gedung-gedung besar menyedot air dari dalam tanah. Mereka bukan miskin, mereka amat kaya. Artinya yang memiliki naluri melanggar itu banyak sekali, karena itu perlu diatur... ," jawab Anies.

Nana memotong jawaban Anies dengan mengajukan pertanyaan yang kembali mengulang pertanyaan yang sama untuk kali kedua.

"Oke, pertanyaannya kemudian, bagaimana, adakah cara yang lebih ampuh untuk mengatur itu Mas Anies?" tanya Nana.

Membaca transkrip ini, saya sih sedikit bisa memahami mengapa Nana cenderung agresif dan memotong jawaban Anies Baswedan. Lha wong ditanya bagaimana cara ampuh mengatur becak-becak supaya nanti tidak melanggar peraturan, kok yo jawabannya mbawa-mbawa istilah priyayi, ningrat segala macem.

Meski demikian saya mengingatkan kepada Nana untuk tidak terlalu sering memotong jawaban narasumber. Mengapa? Karena kalau ini menjadi 'legal' bagi Nana melakukannya, maka label bahwa Nana kurang empati terhadap narasumber akan semakin melekat. Ingatlah apa kata John Locke: "Tidak ada yang lebih kasar dibandingkan memotong pembicaraan orang lain."

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Gembong Warsono turut dimintai komentar dalam MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Gembong Warsono turut dimintai komentar dalam MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Tapi, perlu juga menyimak nasehat Dorothy Sarnoff. Intinya, ia bilang, jangan memotong jawaban atau percakapan narasumber kecuali benar-benar sudah terlalu lama, pembicara sudah tidak mendapat perhatian, membuat pendengarnya mengantuk, maupun ketika percakapannya bergerak menuju ke area percakapan yang melenceng dari topik.

Atau, baca bukunya Anita Rahman yang berjudul Teknik & Etik Profesi TV Presenter. Dalam buku ini disebutkan salah satu etik mewawancarai adalah 'Pewawancara Hendaknya Mampu Mengendalikan Wawancara'.

Narasumber yang berpengalaman, terutama politikus, mungkin ingin dapat menguasai dan mengambil alih kendali pembicaraan dan memanfaatkan penampilannya di layar sebagai kesempatan demi kepentingannya sendiri, atau partainya.

Untuk mengimbangi sikapnya yang ambisius itu, teruslah mengajukan pertanyaan bertubi-tubi , sehingga narasumber tidak punya kesempatan untuk menyimpang dari pokok pembicaraan.(hal. 240)

Mantan Gubernus DKI Jakarta, Sutiyoso, turut dimintai komentar dalam MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Mantan Gubernus DKI Jakarta, Sutiyoso, turut dimintai komentar dalam MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Terkait apa yang disampaikan Anita Rahman ini, ternyata Abdullah Alamudi dalam bukunya Teknik Melakukan & Melayani Wawancara pun mengingatkan hal yang mirip.

Menurutnya, kebanyakan orang, terutama polisi, menanggapi pertanyaan tidak tidak menjawab. They respond to your questions, but they don't answer your questions. Untuk memecahkan problem ini, wartawan senior bisa mengubah gaya wawancara yang tadinya seperti berdiskusi menjadi gladiatorial, menyerang, tapi tetap sopan dan tidak menghina narasumber.(hal. 201)     

Nah, saya melihat, menghadapi Anies Baswedan sebagai narasumbernya, Nana mengambil posisi seperti dikemukakan Anita Rahman (mengajukan pertanyaan bertubi-tubi), dan Abdullah Alamudi (bergaya sebagai pewawancara gladiator, menyerang). Ini hal yang wajar 'kok.

Tapi sekali lagi, Nana tetap harus koreksi diri, untuk memberi narasumber cukup waktu untuk menjawab. Ini juga yang dipesankan Abdullah Alamudi terkait 'Melakukan Wawancara', yaitu jangan berlaku memotong jawaban narasumber. Akibatnya, yang didengar penonton adalah pertanyaan dan malah pernyataan pewawancara yang terus nyerocos tanpa memberi kesempatan kepada narasumber untuk menyelesaikan jawabannya. Sadarlah bahwa ada narsumber yang sangat berhati-hati menjawab setiap pertanyaan. Beri dia waktu yang cukup untuk menyatakan pendapat dan menyelesaikan kalimatnya.

Cuplikan wawancara eksklusif CNN Indonesia dengan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan terkait kelanjutan reklamasi juga ditayangkan dalam MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Cuplikan wawancara eksklusif CNN Indonesia dengan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan terkait kelanjutan reklamasi juga ditayangkan dalam MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Keenam, saya justru punya pendapat yang terbalik dengan salah satu netizen yang dalam tweet-nya mencerca Mata Najwa karena dianggap terkesan melakukan bentuk provokasi karena sengaja membentur-benturkan pendapat. Yang paling disoroti adalah ketika dalam sessi Nasib Reklamasi, Mata Najwa memutarkan cuplikan wawancara CNN Indonesia dengan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan.

Begini kata netizen tersebut:

@asepsaiba :Hei @MataNajwa, sungguh tak elok dan terkesan "membentur2kan" .. cuplikan wawancara sang jenderal tentang reklamasi.. Seperti memprovokasi..

Soal "membenturkan" pendapat ini, saya justru menilai ya inilah nilai lebih dari Mata Najwa. Kemampuannya untuk membenturkan opini justru benar-benar mampu merangsang nalar pikir pemirsa menjadi cerdas dan kritis. Lagipula, membenturkan pendapat itu tidak haram 'kok dalam talkshow. Malah justru sebaliknya, menjadi semacam daya pikat utama dari talkshow.

JB Wahyudi, penulis buku Dasar-dasar Jurnalistik Radio dan Televisi (1996) pernah menasehati saya untuk membenturkan opini antar narasumber dalam acara talkshow. Waktu itu, saya jadi host sekaligus pewawancara talkshow radio. Mengapa "harus" dibenturkan? Karena pada dasarnya, yang namanya konflik itu senantiasa menarik minat masyarakat.

Kritik untuk Najwa Shihab. (Screenshot Twitter @asepsaiba)
Kritik untuk Najwa Shihab. (Screenshot Twitter @asepsaiba)
Membenturkan pendapat bukan merupakan bentuk provokasi! Catat. Ini justru mengangkat konflik ke permukaan, sehingga publik menjadi terang-benderang terhadap isu yang sedang berkembang. Melalui benturan pendapat ini muncul pertanyaan dan jawaban spontan. Nah, faktor spontan ini juga yang semakin membuat talkshow menjadi lebih hidup.

Lagipula, Nana bukan hanya membenturkan Anies Baswedan dengan Luhut Binsar Panjaitan saja 'kok. Dua sesi sebelumnya, opini Anies juga "dibenturkan" dengan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Gembong Warsono terkait tema rumah DP Rp 0.

Juga, "dibenturkan" lagi dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso dalam kaitannya rencana melegalisasi becak secara terbatas di ibu kota. Apakah yang demikian juga dianggap memprovokasi? Waduh, lebay! Ingat lho ya, talkshow itu punya rumus, yaitu A + B = C (Accurate + Balance = Credible). Supaya balance, sudah tentu pendapat-pendapat yang dinilai berseberangan dengan kebijakan Pemprov DKI menjadi amat laik ditampilkan.

Najwa Shihab di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Najwa Shihab di MataNajwa Trans7. (Foto: YouTube Najwa Shihab)
Akhirnya, tak ada gading yang tak retak. Najwa Shihab perlu ambil pelajaran dari gaya gladiatorial atau menyerang ketika mewawancarai Anies Baswedan. Gaya wawancara yang sebenarnya tepat, tetapi cuma saja dilakukan dengan agak terlalu agresif, atau kalau mau diperhalus bahasanya, terlalu antusias.

Kalemlah 'dikit, Na'.

Tabik!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun