Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Lestarikan Air Jangan hanya Slogan

30 April 2015   21:23 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:21 2051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_413977" align="aligncenter" width="512" caption="Pada 2014 kemarin, tiga sungai yang melintas di Kota Tangsel yaitu Sungai Cisadane, Sungai Angke, dan Sungai Pesanggrahan dalam kondisi tercemar berat. (Sumber: BLHD Tangsel)"]

14304022238548169
14304022238548169
[/caption]

Data pemantauan yang diambil pada masing-masing empat titik pantau, menunjukkan peningkatan pencemaran pada 2014 dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk analisis air sungai, dilakukan perhitungan dengan metode STORET yang berdasarkan baku mutu kelas II sesuai PP No.82 tahun 2001. Hasil analisis STORET kelas II menghasilkan kesimpulan bahwa, seluruh sungai dalam kondisi tercemar berat dengan skor STORET lebih besar dari sama dengan minus 30 dengan titik cemar tertinggi yaitu di Sungai Cisadane bagian (lokasi pantau) Cisauk, dengan skor mencapai minus 116.

Kenyataan miris juga terjadi pada situ-situ yang ada di Tangsel. Hasil banding pemantauan pencemaran pada 2013 dan 2014 menunjukkan, sembilan situ yang ada sudah tercemar! Situ Parigi, Situ Sasak Tinggi, Situ Rawa Kutuk, Situ Bungur, Situ Rompong dan Situ Kuru sudah tercemar berat untuk lokasi inlet maupun outlet (aliran air masuk ke situ, dan keluar dari situ). Sedangkan Situ Ciledug tercemar berat untuk inlet, dan outlet-nya tercemar sedang. Hanya Situ atau Bendungan Gintung saja yang inlet dan outlet-nya tercemar sedang. Analisis air situ ini dilakukan perhitungan dengan metode STORET berdasarkan baku mutu kelas III sesuai PP No. 82 tahun 2001. Secara umum dapat pula dijelaskan bahwa, kondisi situ yang ada di Tangsel semakin kehilangan empat fungsinya, yaitu fungsi lahan, resapan, daya serap, dan fungsinya yang berubah jadi permukiman.

Fakta fungsi situ yang berubah menjadi permukiman memang tak dapat disangkal. Hingga detik ini, silang sengketa mengenai penguasaan lahan situ berlanjut pada pengurukan. Akibatnya, lahan situ menjadi semakin menciut. Ini terjadi pada Situ Ciledug di Pamulang, Tangsel, dimana terjadi pengurukan lahan situ oleh pengembang yang bernafsu membangun perumahan. [Baca telusuran penulis di Situ Ciledug atau Situ Tujuh Muara, di sini dan di sini]. Kejadiannya berlangsung sejak tahun lalu, dan kini menurut Kepala BLHD Tangsel, Rahmat Salam, pihak Pemkot Tangsel telah melimpahkan kasusnya kepada pihak Pengacara Negara untuk memperjuangkan dugaan pengurukan dan pengrusakan situ tersebut.

Memang, tidak tanggung-tanggung, pihak pengembang yang berdalih memiliki sertifikat kepemilikan lahan kini telah menguruk rata dengan tanah merah sebagian lokasi situ pada sisi paling ujung di kawasan Kelurahan Pondok Benda, Kecamatan Pamulang, Tangsel. Atas pengurukan tersebut, sanksi pidana bisa saja diberlakukan dengan mengacu pada Pasal 52 UU No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang berbunyi, “Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air juncto Pasal 94 ayat (1)”.

Belum selesai dugaan kasus pengurukan lahan situ oleh pengembang ini, berlangsung pula pengurukan pada lokasi yang lain, masih pada situ yang sama, Situ Ciledug. Menurut Ganespa, forum aktivis peduli lingkungan setempat, pengurukan dilakukan untuk dipergunakan membangun sebuah pusat perbelanjaan khusus material bangunan berikut pernak-perniknya.

[caption id="attachment_413978" align="aligncenter" width="512" caption="Pada 2014 kemarin, sembilan situ yang ada di Kota Tangsel dalam kondisi tercemar sedang sampai berat. (Sumber: BLHD Tangsel)"]

1430402279192652148
1430402279192652148
[/caption]

Kondisi memprihatinkan terjadi juga di Situ Kuru atau Situ Legoso, yang berlokasi tak jauh dari Universitas Islam Negeri ‘Syarif Hidayatullah’, di Ciputat, Tangsel. [Baca telusuran penulis mengenai kondisi Situ Kuru atau Situ Legoso, di sini]. Di situ ini, lahannya sudah nyaris tak berbentuk situ lagi. Hanya ada tanah urukan, dan pencaplokan lahan situ oleh warga masyarakat. Termasuk, adanya rumah yang dibangun menjorok ke atas permukaan air Situ Kuru atau Situ Legoso. Tak ada lagi garis batas sempadan situ. Sebagian besar sudah menjadi hunian dan lokasi pembuangan sampah warga sekitar.

Selain pencemaran sungai dan situ yang ada di seantero Tangsel, kini kondisi kota yang baru berusia enam tahun dan merupakan hasil pemekaran Kabupaten Tangerang ini semakin parah karena ancaman limbah industri. Menurut BLHD Tangsel, telah terjadi pergeseran isu-isu seputar lingkungan dalam skala nasional. Mulai dari isu lama yakni pencemaran air, pencemaran udara, loss of biodiversity, kerusakan hutan, kerusakan pantai dan lautan, urbanisasi yang terkait sampah juga air limbah, serta bencana lingkungan, menjadi ke isu anyar yaitu e-waste atau limbah elektrik dan elektronik, limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang didalamnya termasuk medical waste, dan isu global dalam hal ini perubahan iklim.

“Parahnya, limbah di Kota Tangsel, mayoritas adalah limbah B3. Rinciannya, 90 persen adalah limbah rumah tangga, dan 10 persen itu limbah industri, mulai dari rumah sakit, klinik, sarana pelayanan kesehatan dan sebagainya. Meski hanya 10 persen, tapi potensi kerusakan limbah industri itu jauh lebih besar bila dibandingkan dengan yang 90 persen limbah dari rumah tangga,” ujar Budi Hermanto ketika berbicara pada Pelatihan Pengawasan Pengendalian Pencemaran Berbasis Masyarakat di BSD City, 27 April kemarin.

Upaya Melestarikan Air

Meski banyak cerita tak sedap mengenai pencemaran air di Tangsel, tetapi bukan berarti tidak ada hal-hal positif dan inspiratif yang dilakukan masyarakat untuk melestarikan air. Misalnya saja, seperti yang dilakukan di Pengolahan Air Besih (PAB) atau Water Treatment Facility milik Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) di Jalan Raya Puspiptek, Serpong, Tangsel. Lokasi PAB agak jauh dari akses pintu masuk Puspiptek, termasuk harus melintasi jalan beraspal yang kanan-kirinya masih berupa ‘hutan’ menghijau. Disebut ‘hutan’ karena memang, 60 persen dari total lahan kawasan Puspiptek Serpong adalah lahan terbuka hijau.

[caption id="attachment_413979" align="aligncenter" width="560" caption="Berawal dari penyedotan air Sungai Cisadane yang dialirkan ke bak pengendapan kotoran kasar, termasuk lumpur. (Foto: Gapey Sandy)"]

1430402428205070939
1430402428205070939
[/caption]

Penulis menyaksikan sendiri, lokasi PAB memang cukup luas. Kompleksnya dikelilingi pagar besi, sehingga tidak sembarang orang (maupun hewan) dapat masuk dan keluar secara leluasa. Sebelum memasuki pintu gerbang PAB, ada Pos Keamanan yang bersiaga 24 jam.

PAB milik Puspiptek menyedot air dari Sungai Cisadane. Sedotannya mencapai 90 hingga 100 liter per detik, yang kemudian dialirkan ke dalam bak pengendapan. Kotoran kasar, termasuk lumpurnya akan mengendap ke dasar bak pengendapan, sedangkan airnya akan terus mengalir ke bak pengaduk air. Pada saat airnya mengalir itulah, dibubuhkan tawas yang kadarnya disesuaikan dengan hasil pantauan para peneliti di ruang kendali PAB.

Pada bak pengaduk air, terdapat 12 mesin pengaduk yang bekerja sesuai instruksi masing-masing. Ada yang putaran adukan airnya kencang, sedang, hingga perlahan. Putaran adukan kencang atau kecepatan tinggi, membuat kotoran yang terkandung dalam air dapat cepat mengendap. Sedangkan putaran adukan air yang semakin perlahan, membuat kotoran-kotoran yang halus pun akan segera ikut mengendap dan tidak muncul kembali ke permukaan air.

Selesai melakukan treatment pada bak pengaduk, air kemudian dialirkan menuju ke bak sedimentasi untuk semakin mengendapkan kotoran-kotoran halus ke dasar bak. Secara kasat mata, di bak sedimentasi kotoran halus ini saja sudah terlihat, warna air yang bersumber dari Sungai Cisadane yang semula coklat keruh mulai berubah menjadi bening.

[caption id="attachment_413980" align="aligncenter" width="560" caption="Bak pengadukan dengan kecepatan tinggi, sedang, dan lambat untuk mengendapkan kotoran kasar yang masih tersisa. (Foto: Gapey Sandy)"]

14304024761718202352
14304024761718202352
[/caption]

Air yang mulai berubah bening kemudian dialirkan lagi ke menuju proses treatment berikutnya, yaitu bak filterisasi. Ada enam bak filterisasi yang ada di PAB Puspiptek. Dari sini, air di’steril’kan dengan pemberian Kaporit dan Soda Ash di bak penampungan. Takaran kedua zat kimia ini disesuaikan dengan hasil pantauan yang dilakukan para peneliti. Lokasi bak penampungan sekaligus tempat pemberian kaporit dan soda ash cukup “tersembunyi”. Untuk menuju ke bak penampungan ini, harus menuruni anak tangga, dan di “basement” itulah bak penampungan berada. Jernihnya air berikut “wangi” akibat water treatment melalui pemberian kaporit dan soda ash cukup tercium segar “menyergap” hidung. Mencium aromanya, sekilas teringat wangi air yang biasa tercium di kolam renang.

Di bak penampungan akhir tadi --- dimana air yang sudah jernih itu diberikan kaporit dan soda ash sesuai takaran yang terkontrol --- air bersih sudah siap didistribusikan. Kontras sekali, air Sungai Cisadane yang semula keruh dan kotor telah berubah menjadi jernih dan wanginya “segar”. Dari sini, air hasil proses treatment yang masih menggunakan pola konvensional ditampung terlebih dahulu di bak penampungan dalam tanah. Ada dua bak penampungan yang nampak menyembul dari rerumputan. Ukuran dua bak penampungan dalam tanah itu, kira-kira luasnya seukuran lapangan bulutangkis.

Bermula dari bak penampungan dalam tanah inilah, air kemudian disalurkan menuju ke bak penampungan yang bentuknya tower atau menara yang menjulang tinggi, dan berada di tengah-tengah kawasan Puspiptek. Tower ini mirip dengan senter batere raksasa yang bulat di ujungnya. Menara bak penampungan air ini memiliki sistem sensor otomatis, artinya, kalau air di menara bak penampungan sudah penuh, maka secara otomatis, suplai distribusi air dari pompa di PAB berhenti bekerja. Begitu pun apabila debit air di menara bak penampungan berkurang isinya, maka secara otomatis pula, pompa “penembak” suplai air dari PAB akan bekerja maksimal untuk segera mengisinya.

[caption id="attachment_413981" align="aligncenter" width="560" caption="Setelah melalui bak pengadukan dengan kecepatan tinggi, sedang, dan lambat untuk mengendapkan kotoran kasar yang masih tersisa, kemudian air dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan kotoran halus yang masih ada. (Foto: Gapey Sandy)"]

14304025151796160101
14304025151796160101
[/caption]

Dari atas tower penampungan air inilah, berdasarkan gaya gravitasi bumi, maka air didistribusikan ke seluruh kawasan yang ada di Puspiptek, mulai dari perkantoran, laboratorium, hingga ke perumahan Puspiptek. Asal tahu saja, ada sekitar 700 rumah yang ada di kawasan perumahan Puspiptek. Andai saja di setiap rumah terdapat empat anggota keluarga, maka total terdapat 2.800 jiwa di perumahan tersebut yang kebutuhan airnya disuplai dari hasil PAB Puspiptek. Jumlah ini, belum termasuk SDM yang berkantor di kawasan Puspiptek, yang jumlahnya mencapai sekitar 8.000 karyawan. Air yang didistribusikan tentu saja harus dimasak terlebih dahulu, sebelum dapat dikonsumsi.

Luar biasa bukan?

[caption id="attachment_413983" align="aligncenter" width="560" caption="Gedung New Media Tower (NMT) Universitas Multimedia Nusantara di Scientia Garden Jalan Boulevard Gading Serpong, Tangerang, Banten, yang berbentuk oval dan mirip kepompong. (Foto: Gapey Sandy)"]

1430402553531357777
1430402553531357777
[/caption]

Penulis juga menyimak secara langsung upaya melestarikan air yang dilakukan oleh pengelola Gedung New Media Tower (NMT) milik Universitas Multimedia Nusantara (UMN) di Scientia Garde, Jalan Boulevard Gading Serpong, Tangerang, Banten. Ada yang unik dari NMT ini, sebab dari kejauhan, gedungnya berbeda dengan gedung-gedung lainnya. NMT berbentuk seperti batu koral yang oval, berwarna abu-abu, dan mirip kepompong. Diresmikan oleh Pemimpin Umum Harian Kompas, Jakob Oetama, pada September 2012 lalu, setahun kemudian gedung ini meraih juara pertama Gedung Hemat Energi pada Penghargaan Efisiensi Energi Nasional pada 2013. Lalu, pada September 2014, Gedung NMT kembali meraih penghargaan sebagai Energy Efficient Building kategori Tropical Building yang dilombakan pada ASEAN Energy Award 2014 di Vientiane, Laos.

Terkait pelestarian air, upaya yang dilakukan pengelola Gedung NMT adalah mendaur ulang limbah air yang biasanya justru dibuang percuma. Building Manager Kampus UMN, Sudarman Sutanto mengemukakan, limbah air yang berasal dari seluruh area gedung yang ada, baik itu limbah air hujan maupun air buangan dari urinoar toilet, tidak asal dibuang begitu saja. Tetapi, UMN menyediakan sebuah wadah khusus untuk melakukan proses daur ulang limbah air. Hasil akhir daur ulang limbah air ini kemudian dipergunakan untuk beberapa keperluan, seperti menyiram tanaman, pembilasan toilet, juga untuk memfungsikan sistem pendingin ruangan.

[caption id="attachment_413985" align="aligncenter" width="560" caption="Di basement ini terdapat unit pengolahan limbah air yang didaur ulang untuk kemudian dipergunakan kembali seperti misalnya untuk menyiram tanaman, dan membilas toilet. (Foto: Gapey Sandy)"]

1430402599853247196
1430402599853247196
[/caption]

“Seluruh limbah air dari gedung ini, baik itu air hujan, maupun air dari limbah toilet, kami lakukan proses daur ulang di basement gedung, dan dipergunakan untuk penyiraman taman, dan pembilasan toilet. Air hasil daur ulang juga difungsikan untuk sistem pendingin ruangan,” jelasnya sembari menyatakan, air untuk mencuci tangan, keperluan urinoar dan berwudhu, murni menggunakan air PAM.

Pengelola Gedung UMN juga melakukan ‘penampungan’ air hujan. Caranya, untuk limbah air hujan, dibuat sumur-sumur resapan atau semacam lubang biopori tapi berukuran lebar, yakni 1,2 meter dengan kedalaman antara enam sampai delapan meter. “Sumur-sumur resapan ini ada sekitar 20-an unit, dan sengaja kami buat di sekeliling lokasi gedung. Selain itu, limbah air hujan juga kami alirkan melalui kanal yang kami bangun, dan untuk selanjutnya, limbah air hujan ini akan dikembalikan meresap lagi ke dalam tanah,” jelas Sudarman kepada penulis.

[caption id="attachment_413986" align="aligncenter" width="560" caption="Air hasil daur ulang dimanfaatkan kembali untuk menyiram tanaman rerumputan dan pepohonan yang ada di lantai 3. (Foto: Gapey Sandy)"]

14304026351046280343
14304026351046280343
[/caption]

Tentu, masih banyak lagi upaya pelestarian air yang dilakukan banyak pihak di berbagai tempat

Eksploitasi AMDK

Salah satu isu yang selalu menguat terkait ‘Nasib Air’ masa kini adalah eksploitasi SDA melalui pemanfaatannya sebagai air minum dalam kemasan (AMDK). Konsultan ahli sosial ekonomi lingkungan pada Proyek Penguatan Pengelolaan Hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Berbasis Masyarakat, Fauzi Sutopo, empat tahun lalu pernah memaparkan bahwa analisis pemanfaatan SDA di DAS Cisadane Hulu yang bernilai ekonomis relatif tinggi adalah produk AMDK. Lebih spesifik lagi, kemasan botol dan gelas, yang ternyata secara keseluruhan cukup banyak, yaitu mencapai 3.933.460 meter kubik per tahun. Jumlah ini mengindikasikan bahwa air yang berasal dari air baku dari hulu Gunung Gede-Pangrango dan hulu Gunung Salak --- yang termasuk DAS Cisadane --- memang bak mutiara mengkilap atau barang komersial bernilai tinggi.

Tidak hanya DAS Cisadane, di beberapa daerah di Jawa Timur, seperti Malang, Pasuruan, dan Batu, yang berlokasi di lereng Gunung Arjuno dan Gunung Semeru, ribuan warga masyarakat setiap tahunnya mengalami paceklik air bersih. Di Umbulan, Pasuruan misalnya, masyarakat secara berkala menderita akibat krisis air bersih, sementara ironisnya, sumber air yang ada di sumber itu dijual oleh Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Surabaya dan Sidoarjo. Ditambah lagi, ratusan perusahaan AMDK mengeksploitasi air bawah tanah di wilayah setempat atas nama kepentingan bisnis. Akibatnya, sejumlah akademisi di Malang, Jawa Timur, sempat mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk menghentikan izin eksploitasi air untuk kepentingan bisnis. Termasuk diantaranya Dekan FE UIN Malang, Muhtadi Ridwan, yang berujar bahwa, air seharusnya menjadi milik bersama, dan dikelola negara sesuai UUD ’45 Pasal 33. Dengan begitu, sumber mata air dan air tanah tidak dapat lagi dijadikan komoditas dalam mencari keuntungan guna mencegah krisis air bersih.

[caption id="attachment_413987" align="aligncenter" width="512" caption="Kondisi perairan di Bendungan Gintung yang sempat jebol dan menimbulkan korban jiwa maupun harta benda, pada 2009 lalu. (Foto: Gapey Sandy)"]

1430402820825512243
1430402820825512243
[/caption]

Peringatan terhadap eksploitasi air untuk AMDK sah-sah saja disuarakan. Meski sebenarnya, semua pasti sudah ada aturan main dan norma hukumnya. Sebut saja misalnya, para pelaku usaha AMDK diwajibkan untuk tak kenal lelah melakukan program konservasi lahan, baik penanaman pohon atau tidak melakukan pembukaan lahan hutan yang masih ada saat ini. Apalagi, untuk program semacam ini terdapat payung hukum yang menaungi, seperti UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; dan, UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Seperti termuat dalam Pasal 67 UU No.32 Tahun 2009 yang berbunyi: “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran da/atau kerusakan lingkungan hidup”. Sedangkan Pasal 68 lebih menjelaskan detil, “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban: (a) memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu. (b) menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, dan. (c) menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

AQUA Lestari

Terkait hal ini, Danone Group --- sebagai induk perusahaan AQUA Group --- yang salah satunya memproduksi AMDK bermerek AQUA, teramat sangat menyadari akan pentingnya program pengelolaan dan konservasi baku mutu lingkungan hidup.

Bahkan, sejak 1972, Danone Group telah memiliki Dual Commitment yang artinya seiring sejalan melakukan pencapaian kinerja ekonomi sambil tetap memperhatikan aspek sosial. Inilah pendekatan bisnis yang mengkombinasikan tujuan ekonomi dengan tujuan sosial dan lingkungan, melalui empat pilar prioritas strategis yakni pertama, Kesehatan (Health), dimana AQUA Group antara lain, berupaya untuk memenuhi komitmennya dengan memastikan produk yang dihasilkan sehat dan berkualitas. Bahkan, upaya tersebut dilakukan sejak pengambilan air baku dari sumbernya, sampai proses produksi dan pengemasan. Kedua, Lingkungan Hidup (Nature). Dalam kaitan ini, AQUA Group diantaranya berkontribusi terhadap pengelolaan DAS di lokasi pabriknya. Melalui program AQUA Lestari diharapkan kualitas dan kuantitas air tanah dapat terus terjaga sehingga semua pihak dapat memanfaatkannya secara optimal. Ketiga, Manusia (People), dimana dalam pilar ini, AQUA Group melakukan dua inisiatif sekaligus yakni pemberdayaan karyawan sebagai asset perusahaan, dan inisiatif sosial yang dilakukan karyawan bersama pemangku kepentingan lain. Dan pilar keempat, Untuk Semua (For All), yang menjadi strategi Danone Group untuk menjangkau konsumen dari berbagai kalangan.

[caption id="attachment_413988" align="aligncenter" width="560" caption="Papan besi yang memberikan informasi tentang Situ Cileduk. Meski tak terawat dan penuh corat-coret, tapi masih tergambar peta area Situ Cileduk, dan luas yang dikerjakan yaitu 13 hektar. Pemkot Tangsel perlu membuat papan informasi baru untuk ini. (Foto: Gapey Sandy)"]

1430402927641839234
1430402927641839234
[/caption]

Khusus mengenai Program AQUA Lestari, adalah merupakan praktik Corporate Social Responsibility (CSR) dari AQUA Group yang berakar pada komitmen pimpinan DANONE, Antoine Riboud, tentang Dual Commitment perusahaan. Pemikiran ini sepaham dengan pemikiran pendiri AQUA, Bapak Tirto Utomo yang senantiasa teguh memegang prinsip bahwa bisnis harus memberikan kontribusi sosial bagi masyarakat luas. Klop!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun