Mohon tunggu...
Gandhi Kuntoyudho Danova
Gandhi Kuntoyudho Danova Mohon Tunggu... Lainnya - Berbahagialah!

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Halal-Haram Vaksin Covid-19

19 Mei 2021   13:15 Diperbarui: 19 Mei 2021   13:30 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ribut-ribut soal fatwa haram yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada vaksin Covid-19  AstraZeneca beberapa hari terakhir semakin menambah daftar kisruh di satu tahun masa pandemi ini. Bermaksud ingin mendapat dukungan MUI melalui “stempel” halal demi menggaet kepercayaan dan dukungan masyarakat soal program vaksinasi, pemerintah justru dikejutkan dengan statement berbeda dari lembaga perkumpulan ulama tersebut. Ya, vaksin yang dikembangkan Unversity Of Oxford serta AstraZeneca dari inggris ini difatwakan haram walau akhirnya halal juga.

Pandangan sederhana seseorang akan melihat pada akhir dari kekisruhan ini. Vaksin toh akhirnya halal karena kebutuhan mendesak untuk menangani permasalahan pandemi. Tapi ada hal lain yang perlu dicermati yakni langkah pemerintah yang keliru. Hal ini bukan yang pertama melainkan kesekian kalinya. Misal terkait izin mendesak yang dilakukan pada vaksin Sinovac terdahulu. Pemerintah buru-buru menggandeng MUI ketika surat izin untuk memperbolehkan vaksin Sinovac siap edar belum keluar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena belum menyelesaikan secara menyeluruh uji klinis tahap ketiga. Dengan menggandeng MUI untuk mengeluarkan fatwa halal, pemerintah berharap akan membersihkan opini miring khalayak soal kelayakan vaksin.

Pemerintah mungkin memandang strategi tersebut berhasil meyakinkan masyarakat mengenai kredibilitas vaksin Sinovac. Sehingga, dalam kasus vaksin AstraZeneca ini pemerintah ingin mengulangi hal yang sama. Yakni “restu” MUI. Namun hasilnya berbeda. Fatwa yang keluar justru sebaliknya yaitu haram. Fatwa haram tersebut justru semakin menperkuat argumen miring publik setelah sejumlah kontroversi terkait vaksin ini yang disebutkan beberapa media asing mengenai adanya laporan kasus kematian orang dibeberapa negara di eropa setelah divaksin oleh vaksin AstraZeneca.

Indonesia sebagai bangsa merdeka maupun ketika masih menjadi bangsa jajahan pernah dilanda wabah yang hampir sama seperti ini. Mulai dari wabah Pes, Flu Spanyol, dan juga cacar. Sejarah memcatat bagaimana beberapa hal yang sama terkait penaganan wabah.  Mulai dari respon yang telat oleh pemerintah sampai pada tindakan-tindakan yang diluar dari kajian ilmiah. Contoh saja saat wabah Flu Spanyol melanda yang bertepatan juga dengan terjadinya perdang dunia pertama di abad 19 akhir. Media asing dan dalam negeri ketika itu sudah memperingati pemerintah kolonial untuk bertindak cepat untuk memutus matarantai penularan virus dengan karantina wilayah. Telatnya penangan kasus dan kebijakan yang diskriminatif kepada kaum pribumi ketika itu membuat wabah menular kian tak terkendali.

Kini langkah-langkah yang hampir sama dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan pandemi ini juga sering menuai kritik oleh masyarakat dan beberapa media karena dianggap lambat, tidak lazim dan cenderung kontroversial. Pemerintah abai terhadap peringatan organisasi kesehatan dunia (WHO) tentang potensi wabah yang sebenarnya sudah masuk ke Indonesia. Diawal pandemi, Pemerintah melalui statement menteri kesehatan kala itu mengatakan bahwa virus Covid-19 dapat ditangkal oleh jamu. Yang juga tak kalah kontroversialnnya ialah omongan wakil presiden Ma’ruf Aamin yang mengtakan akan menggelar doa bersama untuk menangkal virus Covid-19. Pemerintah terlihat begitu jelas mengesampingkan tindakan preventif dan memberi pernyataan yang tidak didukung kajian ilmiah dilakukan hanya untuk meredam kepanikan warga. Kecaman para pakar dan ahli dianggap halusinasi dan  meresahkan.

Virus Covid-19 merupakan bencana kesehatan yang melanda dunia saat ini dimana penanganannya butuh keseriusan dan penuh kehati-hatian.WHO selaku lembaga kesehatan dunia sendiri sudah memberikan standarisasi dalam mitigasi bencana ini. Termsuk dalam pembuatan vaksin, perusahan pembuat vaksin dan para ahli yang terdapat didalamnya harus melalui berbagai macam tahapan uji klinis. Vaksin AstraZeneca yang memancing kegaduhan inipun juga melalui tahapan tersebut. Buktinya adalah BPOM yang sudah menyatakan vaksin ini aman dan layak edar. Tumpukan argumentasi soal vaksin ini mengandung tripsin babi pun sudah dibantah oleh para pakar kesehatan yang menyatakan vaksin tersebut tidak terkontaminasi zat haram seperti yang disampaikan MUI melalui keterangannya. Jika kurang menguatkan kepercayaan publik juga, vaksin AstraZeneca ini sudah digunakan negara-negara yang masyarakatnya mayoritas Islam seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Pakistan. Bahkan negara tetangga yaitu Malaysia tidak mengeluarkan fatwa halal-haram soal vaksin karena bekaitan dengan hal yang sangat mendesak.

Pemerintah sepatutnya tidak perlu menggunakan cara aneh dan tidak lazim apalagi menempuh jalur-jalur yang diluar koridor kesehatan hanya untuk membujuk masyarakat mengikuti program vaksinasi. Vaksin yang menjadi barang utama saat bertempur di masa pandemi ini tidak perlu diperlakukan seperti barang makanan yang perlu keterangan halal atau haramnya. Sederhananya saja, Jika makan itu haram, masih terlalu banyak makanan yang halal untuk bisa dimakan. Berbeda dengan vaksin yang menjadi kebutuhan jutaan umat manusia diberbagai negara saat pandemi ini dan barang langka karena tingkat permintaan yang sangat tinggi. Sulit untuk menemukan barang penggantinya. Andai bijak, MUI pun tak perlu mengeluarkan fatwa haram yang akan menggiring opini negatif publik terhadap vaksin AstraZeneca. Jelas kebutuhan darurat, dan begitu jelas pula penjelasan para pakar dan ahli mengenai kandungan yang terdapat dalam komponen vaksin. Konyol jika membayangkan  vaksin yang telah tersedia jutaan dosis itu dibiarkan tidak terpakai atau malah dibuang hanya karena pernyataan yang tak belandaskan kaidah saintifik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun