Mohon tunggu...
Galih Tri Panjalu
Galih Tri Panjalu Mohon Tunggu... -

Hanya orang biasa yang ingin menjadi dirinya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terkadang Kesempatan Datang Berkali-Kali, Tetapi Kita Tidak Menyadarinya

6 Juli 2011   15:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:53 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Waktu sudah menunjukkan jam 3 sore, saya segera bergegas untuk berkemas-kemas, dan selanjutnya, saya sudah berada di trotoar jalan raya, menunggu bis yang akan membawa saya ke kota Yogyakarta. Hari itu, untuk suatu tugas, dan untuk kesekian kalinya, saya harus pergi ke Jakarta. Dan untuk keperluan itu, saya memilih menggunakan moda transport kereta api.

Meskipun sebenarnya saya bisa saja naik kereta api dari kota semarang, tetapi karena sudah ada janji dengan seorang teman, dan sudah mendapatkan tiket, maka saya harus berangkat menuju Jakarta dari kota Jogja.

Jam keberangkatan kereta api yang akan membawa saya adalah jam 8.55 malam, tentulah dengan berangkat dari rumah jam 3 sore, saya perkirakan masih ada waktu yang cukup sebelum kereta tersebut berangkat. Rencana saya waktu itu adalah, jam 3 sore berangkat dari rumah, jam 4 mendapatkan bis, dan saya berharap untuk naik bis patas AC.Jam 7 malam sampai di Jogja, kemudian selanjutnya mencari toko buku terdekat, untuk membeli buku, untuk bahan bacaan selama perjalanan berada didalam kereta api.

“Hmmm… rencana yang sempurna”, pikir saya.

“Cukuplah meluangkan waktu 6 jam sebelum keberangkatan”, pikir saya lagi.

Tetapi rencana tinggal rencana. Bis patas yang saya tunggu-tunggu tidak kunjung datang, sedangkan waktu sudah menunjukkan jam 3.30 sore. Padahal bis ekonomi, sudah beberapa kali lewat. Dan saya melewatkan kesempatan itu.

“Ah, masih ada waktu”, pikir saya. Batas toleransi saya adalah jam 16.00. Kalau sampai batas waktu tersebut saya belum mendapatkan bis patas, bis ekonomi tak apalah.

Akhirnya Bis patas yang saya tunggu-tunggu, datang juga, saya bersemangat untuk menghadangnya, tetapi kemudian hanya rasa kecewa yang saya dapatkan. Bis tersebut tidak mau berhenti karena ternyata sudah penuh, tidak ada tempat duduk yang tersisa. Informasi ini saya dapatkan dari bahasa tubuh si sopir yang melambaikan tangannya sambil mengucapkan, “penuh”. Meskipun saya tidak bisa mendengarnya, tapi saya bisa membaca gerak bibirnya, ketika mengucapkan kata “penuh”.

“Tak apalah, masih ada bis patas yang akan lewat lagi”, pikir saya

Selama menunggu bis patas berikutnya, yang ternyata lewat selang 15 menit kemudian, bis ekonomi lewat lagi beberapa kali, dan lagi-lagi saya melewatkannya. Dan lagi-lagi, bis patas yang saya tunggu-tunggu inipun ternyata juga penuh, sehingga saya harus menunggu lagi dengan sabar.

Selang beberapa lama, bis patas ketiga lewat didepan saya, dan untuk ketiga kalinya, meninggalkan rasa kecewa dihati, karena bis itupun penuh dengan penumpang. Akhirnya, saya memutuskan untuk naik bis seadanya agar bisa sampai di kota Jogja lebih awal. Tak berapa lama, bis ekonomi yang saya tungu, lewat. Meskipun saya belum pernah naik dengan nama bis seperti ini, saya memantapkan hati untuk menaikinya. Ketika saya baru saja duduk di kursi bis tersebut, saya melihat bis patas menyalip bis yang saya tumpangi, dan yang membuat saya sedih adalah bis patas tersebut terlihat ada beberapa tempat duduk yang tersisa, artinya, kalau saja saya lebih bersabar sedikit saja, maka saya akan menaiki bis patas yang ada AC-nya. Huffttt……

Sudahlah, tak apa, toh saya akan sampai juga di kota Jogja paling tidak jam 19.00, masih ada waktu untuk ke toko buku dan kemudian membeli buku, sebagai teman di perjalanan.

Ternyata, cobaan tidak berhenti sampai ketika saya naik bis ekonomi, cobaan itu datang dari bis yang saya naiki, entah kenapa, bis tersebut berjalan sangat lambat, ada sesuatu yang salah dengan mesin bis, keterangan itu saya dapatkan dari pembicaraan antara sopir bis dan 2 crew lainnya. Perjalanan untuk sampai di kota Magelang yang biasanya ditempuh dalam waktu 1,5 jam, menjadi 2,5 jam, dan ketika bis sampai di terminal Magelang, waktu sudah menunjukkan jam 6.30 sore. Tak apalah, meskipun saya harus mengurungkan niat untuk mampir ke toko buku terdekat, yang penting saya bisa mengejar waktu keberangkatan kereta api. Perkiraan saya, apabila bis langsung berangkat dari terminal magelang, maka diperkirakan tiba di terminal sebelah utara kota Jogja pada pukul jam 7.30 malam

Tapi rencana kembali tinggal rencana, bis yang saya tumpangi tidak kunjung berangkat. Sampai waktu menunjukkan jam 7 malam bis belum juga berangkat. Pada saat yang sama, saya melihat bis patas AC jurusan Magelang-Surabaya, keluar dari terminal menuju kota Jogja.

“Ah… andai saja saya bisa mengejar bis itu”,

Saya bisa sampai di kota Jogja pada pukul 8 malam. Artinya saya melewatkan kesempatan ketiga, sambil saya terus berharap bis yang saya tumpangi segera berangkat.

Waktu terus berjalan, jarum jam pendek sudah mulai bergeser dari angka 7, sedangkan jarum jam panjang menunjuk pada angka 3, artinya waktu sudah beranjak menjadi jam 7.15 malam, dan bis inipun masih belum ada gelagat untuk berangkat. Dalam keraguan, dan diluar perkiraan saya, bis patas AC jurusan Magelang-Surabaya kembali keluar dari terminal, dan tidak member peluang kepada saya sedikitpun untuk keliuar dari bis ini dan kemudian mengejarnya. Ahh.. hilang lagi kesempatan untuk segera sampai di kota Jogja, dan semakin bertambah pula kekhawatiran saya akan ketinggalan kereta menuju kota Jakarta.

Akhirnya habis sudah kesabaran saya, ketika waktu menunjukkan jam 7.30 malam, saya keluar dari bis dan menghampiri sopir bis tersebut untuk menanyakan kapan bis ini akan diberangkatkan dengan memberikan penjelasan bahwa saya harus mengejar kereta api yang berangkat [ada pukul 8.55 malam. Si sopir mejwab bahwa bis akan segera berangkat, tinggal menunggu 1 bis lagi tang akan mengoperkan penumpangnya kepada bis yang saya tumpangi.

Tak berapa lama, bis yang dimaksudpun datang, penumpang berhamburan turun dari bis tersebut dan segera menuju bis yang saya tumpangi, selanjutnya bis tersebut mulai berjalan meninggalkan terminal bis Magelang, ketika waktu menunjukkan pukul 7.35 malam. Saya pikir, saya masih mempunyai kesempatan untuk mengejar kereta yang akan diberangkatkan pada pukul 8.55 malam, karena biasanya jarak tempuh dari kota Magelang sampai ke kota Jogja sekitar 1 jam perjalanan. Perkiraan saya, bis akan tiba pukul 8.35 malam dan selanjutnya saya akan menggunakan taksi akan dapat mengejar keberangkatan kereta.

Ketika waktu menunjukkan pukul 8 malam, dan bis yang saya tumpangi baru saja melintasi kota muntilan, tiba-tiba bis tersebut mesinnya mati. Berhenti dan menyisakan kekhawatiran yang menjadi-jadi. Dalam kekhawatiran tersebut, saya berusaha untuk tetap tenang dan sabar. Tetapi kali ini saya tidak mau terlalu bertoleransi kepada keadaan. Pada saat itu saya berucap dalam hati, “Apabila dalam 5 menit bis ini tidak dapt berjalan, maka saya akan memutuskan untuk turun dari bis dan kemudian mencari ojek saja”.

Dalam rentang waktu 5 menit tersebut, tiba-tiba dan lagi-lagi, bis patas AC jurusan Magelang-Surabaya kembali melintas disamping bis yang saya tumpangi. Lemas sudah sekujur tubuh saya, karena saya telah melewatkan kembali kesempatan untuk segera sampai di kota Jogja.

Batas waktu 5 menit yang saya tentukan sudah habis, tetapi bis tersebut tidak kunjung dapat diperbaiki, akhirnya saya memtuskan turun dari bis, dan berlari secepatnya dengan membawa tas ransel yang cukup berat, untuk mencari tukang ojek. Kira-kira 100 meter saya berlari, saya berpapasan dengan orang yang sedang duduk-duduk, dan saya menanyakan dimana kira-kira saya bisa mendapatkan tukang ojek. Orang tersebut menyebutkan bahwa saya dapat menemukan tukang ojek di perempatan lampu merah didepan saya yang jaraknya kira-kira 400 meteran. Sayapun berlari sekuatnya dan secepat yang saya mampu, untuk dapat segera menemukan pangkalan ojek tersebut.

Tak berapa lama, saya menemukan pangkalan ojek yang dimaksud. Ketika masih dalam proses tawar menawar harga, bis yang saya tumpangi tadi ternyata melintas, dan berhenti kira-kira 20 meter didepan saya berdiri. Saya pikir si sopir bis tadi melihat saya dan kemudian berhenti, agar saya naik lagi. Sempat saya ingin membatalkan tawar menawar harga dengan si tukang ojek, tetapi kemudian saya urung melakukannya ketika melihat jam tangan saya, dan waktu sudah menunjukkan pukul 8.20 malam, saya tidak mau berspekulasi lagi menaiki bis yang sudah bermasalah sejak saya naik untuk pertama kalinya.

Ternyata kali ini keputusan saya benar. Bis tersebut ternyata tidak berhenti untuk memberikan kesempatan kepada saya untuk naik lagi, bis tersebut berhenti karena ternyata bis itu mogok lagi. Selanjutnya saya segera naik motor tukang ojek tersebut, dan memintanya untuk segera mambawa saya menuju kota Jogja. Akhirnya saya sampai di stasiun Jogja pada pukul 8.50 malam, tepat 5 menit sebelum kereta api berangkat menuju kota Jakarta. Tak berapa lama, keretapun datang dan selanjutnya membawa saya menuju kota Jakarta.

Selama didalam kereta api, tak henti-hentinya saya menghela napas mengingat kejadian yang saya alami tadi. Terkadang kesempatan datang berkali-kali, tetapi kita tidak menyadarinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun