Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hantu itu Bernama Rapor dan "Ranking"

26 Desember 2017   22:42 Diperbarui: 27 Desember 2017   08:41 1634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Net-Tribunnews.com

Anehnya, fenomena di atas bukan dianggap sebuah malapetaka bagi masa depan pendidikan di Indonesia. Namun dianggap sebagai kemestian dan kebiasaan karena selama ini tidak pernah ada yang menggugat dan memberikan solusi untuk mendobraknya.

 "Pendekatan dunia pendidikan dengan seribu warna dan sejuta rasa"

Fenomena rapor dan ranking menjadi simbul dan pintu masuk untuk menyikapi potret pendidikan di Indonesia secara keseluruhan. Sudah begitu lama sistem pendidikan diIndonesia keluar dari jati diri dan ruh Nusantara yang kaya raya akan khasanah dan keajaiban yang pernah dibangun dengan megah oleh Nenek moyang kita. Karena sampai detik ini belum ada satu riset serius dan mendalam yang mengorek habis-habisan tentang kejayaan Nusantara. Orang tua dan buku-buku sejarah tidak pernah menggugah dan membangkitkan kesadaran revolusioner.

Sitem pendidkan nasional dan produk kurikulum sedari dulu hanyalah sebuah kerja copi paste dari peradaban modern. Akrobatik Bongkar pasang sistem pendidikan terus dilakukan sebagai wujud kegalauan saja. Biarpun tak terucap motto mereka adalah kita jangan menjadi bangsa yang tertinggal oleh mereka. Pertanyaannya; tertinggal dalam hal apa. Ditinggalkan oleh siapa. Dan siapa yan berhak mengatakan kita ini negeri yang terbelakang.

Saya kira anggapan-anggapan dan asumsi inilah yang harus kita dekonstruksikan kembali. Cara berfikir dan cara pandang bangsa ini terhadap dirinya sendiri sudah begitu jauh tersesat. Karena saking parahnya sehingga tidak mampu melihat dan mendefiniskan secara utuh dan jujur tentang jati diri dan hakekat kebangsaan yang kita punya. 

Kalau dirinya saja tidak mampu dikenali, lantas apa yang bisa diperbuat selanjutnya antara kesadaran dan ketidaksadaran bersikap dan berperilaku. Dengan kata lain sebagian bangsa ini sudah mengalami disorientasi. Satu Gejala split mentalitas. Yaitu terbelahnya antara idealitas yang terpikir dengan yang sedang dipraktekkan. 

Trial and error sistem Pendidikan sudah dibuat secara berulang-ulang dan menemukan kegagalan total. Pertanyaan selanjutnya adalah apa mau diulangi kebodohan tersebut secara bertubi-tubi dengan mengorbankan anak bangsa ini kedepan menuju pada kebangkrutan sebuah peradaban.

Soekarno pernah menyerukan kebangkitan Pendidikan Indonesia dengan slogan yang terkenal dengan "Jas Merahnya". Sang proklamator ini juga sadar tentang kaidah bahwa sikap untuk menjebol sesuatu dengan membangun, itu ternyata masih berat "membangun". Dialektika sejarah menjadi keniscayaan. Karena sejarah adalah lahan berpijak sekaligus alat pemantik kesadaran jati diri bangsa.  

Revolusi pendidikan yang dicanangka Soekarno tidak tanggung-tanggung. Dia tidak hanya meneriakkan slogan seperti kebanyakan pejabat sekarang. Soekarno memberikan teladan secara utuh yaitu menyatunya kata dengan perbuatan.

Pendidikan menurut beliau adalah sebuah kerja kebudayaan. Pendidikan adalah kata kerja. Bukan hanya verbalisme dan berhenti pada kata sifat lebih-lebih sebagai pencitraan politik semata.

Beberapa contoh-contoh monumental yang diberikan Soekarno pada bangsa ini yang hingga sekarang manjadi pelajaran hidup adalah menyatukan seluruh elemen bangsa yang berbeda suku agama, ras kepentingan politik terangkum dalam semangat Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun