Mohon tunggu...
Muhamad Jalil
Muhamad Jalil Mohon Tunggu... Dosen - Orang pinggiran

Write what you do

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jejak Evolusi di Situs Patiayam

15 Juli 2019   15:08 Diperbarui: 15 Juli 2019   15:16 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
salah satu koleksi pelvis gajah purba di situs pati ayam | dokpri

Mahasiswa Tadris IPA B STAIN Kudus kemarin pagi mengunjungi situs purbakala Patiayam di Desa Terban Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. Dalam rangka field trip untuk mengkaji fosil sebagai salah satu petunjuk teori evolusi. Kebetulan matakuliahnya Biologi Dasar mengupas prinsip-prinsip Genetika dan Evolusi. Bersama rekan dosen yang lain kami mendampingi mahasiswa selama observasi dan wawancara dengan pihak pengelola situs Patiayam.

Saya menangkap antusiasme yang tinggi tatkala mahasiswa mengunjungi satu-satunya cagar budaya kebendaan (fosil) di Pantura ini. Patiayam identik gajah purba. Jaraknya hanya 8 km atau 16 menit dari kampus. 

Bermodal angkutan umum cat hijau, mereka rela berdesak-desakan untuk bisa tiba di Desa Terban. Sengaja saya larang keras untuk membawa motor sendiri. Riskan dan berisiko. Dua kata itu setidaknya mewakili kondisi jalan Pantura detik ini. Untungnya mereka tunduk atas titah saya. Hanya kata "luar biasa" yang pas disematkan buat mereka.

Gading dan rahang bawah gajah purba | dokpri
Gading dan rahang bawah gajah purba | dokpri
Sebelum menelusuri jejak-jejak Patiayam, mereka membentuk barisan di area depan museum untuk diabsen satu persatu. Tak lupa saya berikan gambaran ihwal teknik kerja selama di dalam museum. Jika tidak dilakukan mahasiswa dikhawatirkan akan mengalami kesulitan kala menyelesaikan observation sheet. Disamping itu, saya menyiapkan panduan wawancara dan lembar observasi sebelum diterjunkan di situs purbakala. Dengan begitu mahasiswa tinggal mengeksekusi hal-hal yang harus dipecahkan selama kerja ilmiah disana.

Di dalam museum mahasiswa sudah ditunggu dan bahkan disambut para pengelola museum dengan senyum yang lebar. Terhitung ada lima pengelola yang mendampingi kami selama kegiatan observasi tadi pagi. Sekalipun mereka masih tenaga outshourcing namun semangat menularkan ilmu fosil pada mahasiswa kami begitu berapi-api. 

Melihat semangat mereka menjaga cagar budaya milik negara sudah sepantasnya pemerintah pusat atau daerah memperhatikan nasib mereka agar jauh lebih baik. Karena orang-orang ini telah berjuang keras agar UU No 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya dapat diimplementasikan sepenuhnya di lapangan.

dokpri
dokpri
Selama kegiatan observasi berlangsung ada banyak hal yang saya garis bawahi. Disini mahasiswa sudah terlihat mandiri dan tanggung jawab  untuk mendapatkan data observasi. Sebagian merekam dan menulis apa yang disampaikan oleh narasumber. Sisanya ada yang memotret fosil-fosil yang dipajang dibalik kaca penyimpan fosil. Ditengah-tengah mahasiswa larut dalam kerja ilmiah di museum, saya berkempatan wawancara langsung dengan Kepala Situs Purbakala Patiayam.

Situs Patiayam dipimpin oleh putra daerah asli Terban. Dia saya panggil Pak Jamin. Bapak paruh baya ini sesungguhnya pegawai Sangiran yang ditugaskan mengelola situs Patiayam. Semangatnya dalam bercerita Patiayam seakan tak pernah habis. Dia urai semua dari cikal bakal, mitos masyarakat, stratigrafi, potensi arkeologi, paleoanthropologi, fosil fauna, pendirian museum, harapan-harapan, sampai konflik menegangkan dengan warga Tanjungrejo ihwal permintaan uang tebus sebab menemukan fosil gading gajah.

Bicara Situs Patiayam bersama Pak Jamin begitu gayeng. Dia bangga dengan situs Patiayam dimana fosilnya sangat beragam. Berbeda di daerah Sangiran lebih homogen karena fosil di Sangiran lebih banyak ditemukan di dekat aliran Sungai Bengawan solo. Manusia purba Sangiran yang ditemukan cenderung bertahan hidup di tepian sepanjang sungai.

Patiayam zaman old dalam pandangan Pak Jamin adalah laut yang sekarang berubah jadi daratan. Sekitar 400.000 tahun silam, Pulau Jawa dan Pulau Muria terpisah akibat terjadi masa inter glasial/penghangatan suhu bumi sehingga terjadi pencairan. Imbasnya gunung Muria terisolir dari Pulau Jawa yang dipisahkan laut dangkal. Pada abad 17 dua pulau ini menyatu permanen akibat  karena pendangkalan dan perkembangan daratan alluvial sepanjang sungai di Pantura.

"Perubahan laut ke darat menjadikan koleksi situs Patiayam lebih beragam" seru Pak Jamin. Ada binatang darat dan laut. Binatang darat yang ditemukan meliputi gajah purba (Stegodon), harimau (Felidae), kerbau (Bovidae), badak (Rhinocirotidae), rusa (Cervidae), babi (Suidae), dan kuda sungai (Hippopotamidae). Temuan sementara binatang laut antara lain Moluska, Cheloniidae, Crocodylidae, Foraminivera, dan Lamidae.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun