Hari ini aku ingin menulis panjang. Aku ingin menulis tapi tidak mau menitik. Aku ingin menerjang setiap titik dengan kata dan kata. Tapi aku juga tahu, tak mungkin itu dilakukan. Titik adalah jeda. Jeda adalah waktu. Waktu untuk pembaca menarik nafas. Sebagian menggunakannya untuk mencerna kata per kata yang sudah lewat. Sebagian lain memilih untuk menarik nafas sebentar, lalu meneruskan membaca.
Titik bukanlah akhir, titik justru awal dari segalanya.
Tidak. Aku tidak percaya dengan akhir. Hakekatnya manusia itu tiada berakhir. Hanya mungkin kita yang terkadang menganggap bahwa suatu peristiwa itu adalah akhir. Seperti ketika manusia memahami kematian. Banyak yang beranggapan bahwa itu adalah akhir dari kehidupan. Padahal yang sebenarnya adalah kematiana adalah awal dari segalanya. Cara pandang terhadap kematian saja membuat manusia berbeda keyakinan. Dari keyakinan, kemudian berdampak pada cara menyikapi kehidupan.
Yang mati adalah tubuh. Jiwanya masih hidup. Siapa yang mencintai sebuah jiwa, berarti ia mencintai hakikat kesejatian. Bukankah banyak yang mencintai tubuh, kemudian menyesal. Bukankah banyak pula yang mengagungkan tubuh, kemudian bersedih ketika tahu yang indah dalam tubuh itu kemudian layu. Cinta sejati tidak mengenal akhir. Baginya, setiap peristiwa yang menurut orang lain adalah akhir, justru itu adalah awal dari segalanya. Sebagaimana sebuah kematian, adalah pintu mencapai kelanggengan.
Jangan bersedih. Ini adalah awal dari segalanya.