Mohon tunggu...
Galang Geraldy
Galang Geraldy Mohon Tunggu... Dosen

Akademisi Ilmu Politik Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggugat Wacana Perang Israel di Gaza

7 Oktober 2025   11:20 Diperbarui: 7 Oktober 2025   13:31 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal Global Sumud Flotilla (HO/ist) (Sumber:waspada.co.id, 2025)

Kritik terhadap tindakan Israel terus menguat dari berbagai lembaga internasional. Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menegaskan bahwa tindakan blokade total terhadap Gaza merupakan bentuk collective punishment - hukuman kolektif yang secara eksplisit dilarang dalam hukum humaniter internasional (United Nations Human Rights Council, 2024). Sementara itu, secara diplomatik, dukungan terhadap pengakuan Negara Palestina semakin luas. Hingga September 2025, sebanyak 156 dari 193 negara anggota PBB telah secara resmi mengakui Palestina sebagai negara berdaulat (United Nations Press, 2025). Dukungan moral dan aksi nyata juga datang dari berbagai penjuru dunia. Salah satu bentuknya adalah Global Sumud Flotilla 2025, yang melibatkan lebih dari 40 kapal dan 500 aktivis kemanusiaan dari 44 negara, berupaya menembus blokade laut Israel dan mengirimkan bantuan ke Gaza (Global Sumud Flotilla, 2025). Aksi solidaritas ini memperlihatkan bahwa tragedi Gaza tidak lagi sekadar isu regional, melainkan persoalan global yang menguji kemanusiaan dunia.

Sementara itu, di dalam Israel sendiri, perlawanan terhadap kebijakan perang pemerintah Netanyahu terus bermunculan. Demonstrasi besar melanda Tel Aviv, Haifa, dan Yerusalem pada pertengahan Agustus 2025. Ribuan warga turun ke jalan, menutup akses utama kota dan memaksa banyak toko serta kantor bisnis menghentikan aktivitas sebagai bentuk protes terhadap perang yang tiada akhir (CNBC, 2025). Suara penolakan juga bergema di dunia akademik. Lebih dari 1.400 akademisi Israel menandatangani petisi yang mendesak penghentian perang di Gaza, menilai kebijakan pemerintah sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan sebagai bentuk kekerasan sistemik terhadap warga sipil (Anadolu Agency, 2024a). Petisi serupa yang ditandatangani oleh 730 akademisi menyerukan tindakan segera untuk mencegah kelaparan di Gaza, menyebut blokade Israel sebagai kekerasan struktural yang melumpuhkan kehidupan manusia (Anadolu Agency, 2024b). Bahkan sejumlah tokoh publik menuduh pemerintah dan lembaga peradilan Israel telah membiarkan maraknya ujaran kebencian serta seruan genosida yang disampaikan oleh pejabat tinggi negara tanpa konsekuensi hukum (The Guardian, 2024).

Kapal Global Sumud Flotilla (HO/ist) (Sumber:waspada.co.id, 2025)
Kapal Global Sumud Flotilla (HO/ist) (Sumber:waspada.co.id, 2025)

Maka bentuk perlawanan kolektif terhadap tragedi Gaza tidak mungkin lahir hanya melalui negosiasi politik yang elitis, melainkan melalui dekonstruksi global yang membongkar wacana-wacana yang melegitimasi peperangan. Pertama, tentu melalui reformasi tatanan hukum internasional agar tidak tunduk pada politik kekuasaan negara besar. Dewan Keamanan PBB harus dibebaskan dari dominasi hak veto yang kerap melindungi pelaku pelanggaran HAM. Mekanisme internasional perlu diperkuat untuk memastikan akuntabilitas atas kejahatan perang, termasuk investigasi independen terhadap tindakan militer Israel di Gaza. Kedua,  penguatan solidaritas transnasional dan masyarakat sipil global. Aksi-aksi seperti Global Sumud Flotilla (2025), petisi akademisi Israel, dan gerakan kemanusiaan lintas negara adalah contoh konkret dari politik empati. Gaza sangat membutuhkan gerakan global yang melampaui sekat ideologis dan agama, untuk menegakkan nilai kemanusiaan universal. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun