Ternyata oleh-oleh shopping ke Stuttgart tak hanya baju, kebersamaan dalam keluarga dan rasa lelah berkeliling dari satu toko ke toko yang lain. Hari itu, Sabtu, 7 Januari 2012 pukul 16.00, kami dikompas para demonstran yang tumpah ruah di bundaran, memprotes diteruskannya pembangunan jalur KA Stuttgart 21. Souvenir itu amat dahsyat menggetarkan bumi dan jiwa manusianya.
[caption id="attachment_162777" align="aligncenter" width="346" caption="Anti Stuttgart 21"][/caption]
Gong tanda berkabung Barisan orang yang ber-dress code hitam-hitam bersyal hijau mengitari pusat kota Stuttgart. Sebuah gong dipikul dua orang. Batangnya seakan menyangga rambatan getar hasil dari pukulannya. Gong juga dikenal masyarakat tanah air sebagai salah satu instrumen gamelan Jawa (baik pelog atau slendro). Dalam aksi itu, gong semakin membuat demonstrasi terlihat mistik tanpa yel-yel suara manusia. Demonstrasi terbunuh sepi. Gong ... gongggguong ... nguongggggggggg ... Beberapa demonstran nampak mengangkat 25 gambar para tokoh politik seperti Angela Merkel sang Bundeskanzlerin (red: kanselir Jerman) dari partai CDU, Prof.Dr. Gerhard Heimert dari Universitas Stuttgart, Dr. Volker kefer dari Deutsche Bahn (red: PJKA), Joachim Dorfs chefredaktur Stuttgarter Zeitung (red: pemred harian Stuttgart), Tanja Gönner umweltministerin (red: menteri lingkungan hidup) dari partai CDU dan kawan-kawan. Ditengah-tengah kepala mereka tersekat sebuah garis hitam bertuliskan „verantwortlich" (red: bertanggung jawab memulai kasus ini). Ups ... sementara yang lainnya berjalan layaknya para pelayat tanpa mayat, menggotong baliho bertuliskan „Große Klappe kein Geld" (red: bermulut besar tapi tak punya uang). Klappe, tergolong kosa kata yang kasar (?) dan tidak biasa diberikan dalam kursus Hoch Deutsch (red: bahasa Jerman formal). Ribuan orang itu dikawal polisi dibentengi mobil birunya. Beberapa orang relawan menyediakan makanan dan minuman yang mungkin dibutuhkan demonstran (unit gawat darurat). Para pejalan kaki yang kebetulan lewat tampak berhenti dan memperhatikan ular-ularan itu. Buntut barisan didepan kami berdiri, adalah sebuah mobil yang direkayasa sedemikian rupa layaknya tank gas air mata. Untung hanya tipu muslihat, tak ada semprotan pedas yang menyembur diudara! Yup ... acara bertajuk Unternehmer gegen Stuttgart 21 (red: demo memprotes jalur KA Stuttgart 21) itu digelar di Schlossplatz (red: taman dan puri) yang dikepung beragam pusat pertokoan. Sedangkan langit abu-abu semendung wajah para demonstran.
[caption id="attachment_162784" align="aligncenter" width="346" caption="Para demonstran"]
Konstruksi 50% dukungan 50-50? Konon rencana jalur kereta api di kota Stuttgart yang dinamakan Stuttgart 21 ini telah dimulai sejak 30 tahun yang lalu (pertengahan tahun 1980-an). Sedangkan pembangunan konstruksinya sendiri telah dikerjakan oleh kontraktor sejak 2 Februari 2010. Karena pro dan kontra berkepanjangan, petisi lawan petisi, ratusan polisi dan demonstran terluka dimana-mana waktu demi waktu ... hingga suatu saat, penduduk Jerman dipersilahkan untuk memilih dalam sebuah pemilu pada tanggal 27 November 2010 yang lalu (?) JA (red: setuju) atau NEIN (red: tidak setuju). Suami saya telah menggunakan hak pilihnya lewat internet, katanya malas untuk berdesak-desakan. Trik para politisi untuk membuat Stuttgart sebagai jantung Eropa, penghubung Jerman dengan Paris, Vienna, Budapest dan negara lainnya ini ternyata tak semulus harapan. Seseorang dari kerumunan penonton terduduk diatas sebuah batu besar, ia menyeletuk bahwa KA yang menembus bandara Stuttgart menjadi iming-iming tersendiri yang dianggap sebagai mimpi tak berkesudahan. Oi ... sejauh mata memandang taman kota, tenda-tenda layaknya slum (red: perkampungan kumuh) didirikan para demonstran dan di sebuah sisi lain di seberang sana ... konstruksi terbengkalai. Lubang raksasa dengan beragam alat beratnya menambah pemandangan yang tak enak dimata dan dikhawatirkan berbagai pihak, berbahaya bagi orang yang kebetulan lewat. Utang negara naik, pohon tumbang, air dan burung terancam Rencana anggaran yang diperkirakan 4,5 milyar euro untuk pembangunan Tunneltiefbahnhof (red: terowongan bawah tanah bagi stasiun KA), justru membengkak menjadi 10 milyar euro. Para penduduk Jerman memprotes dengan alasan yang tepat pula. Pertama jika pembangunan diteruskan, utang negara bertambah banyak. Rakyat yang membayar pajak setiap bulannya merasa keberatan diharuskan untuk menanggungnya. Bagai buah simalakama. Dari pihak yang pro memikirkan bahwa melayang sudah milyaran euro terpakai dalam konstruksi yang telah berjalan sejak 2 Februari 2010. Jika tidak diteruskan, uang itu akan muspro (red: hilang percuma). Ini berbanding terbalik dengan komunitas kontra yang menyerukan bahwa jika ngotot diteruskan, utang negara membengkak dan rakyat (dan bumi) menangis. Brosur disebarkan para demonstran, protes menderu debu, menampik keputusan penguasa menghancurkan alam Stuttgart. Penguasa vs lingkungan! Ternyata alasan tak hanya berhenti soal UUD (red: ujung-ujungnya duit). Jerman yang terkenal dengan masyarakatnya yang sadar sekali akan lingkungan, menyayangkan tumbangnya pohon-pohon tua yang notabene adalah jantung kota untuk bernafas segar dari asap kendaraan, cerobong asap dari rumah atau pabrik dan lainnya. Kemudian jika pohon telah hilang, burung-burung yang biasa bersarang dan atau sekedar bernaung dihijaunya dedaunan akan terganggu. Populasi dan habitat mereka bisa saja musnah. Haidebimbam!
[caption id="attachment_162791" align="aligncenter" width="354" caption="Pengamen jalanan dipusat Stuttgart dan si burung"]
Belum lagi jika akar pohon hilang, konon tak mendukung penyimpanan air didalam tanah. Bahkan dikabarkan sumber air mineral Stuttgart dan sekitarnya akan terganggu. Inipun akan sangat mempengaruhi managemen air dan salurannya didalam tanah, terutama disekitar taman kota dimana bangunan kuno berdiri. Cultural dan natural heritage amat terancam! Sementara menteri lingkungan hidup dan budaya terlihat belum turun tangan.
[caption id="attachment_162798" align="aligncenter" width="637" caption="Monumen, pohon besar dan segarnya air di taman"]
Bangsa Jerman sedang geger. Konstruksi raksasa dukungan para politisi dan orang penting andalan negeri melawan kekayaan alam Stuttgart, demi wacana modernisasi internasional Jerman lewat Stuttgart 21 ... mak wussss. Para pemerhati lingkungan khawatir tak akan terlihat kawanan burung yang bertengger di pohon-pohon kota lagi. Kicauannya mungkin hanya bisa dinikmati lewat CD atau MP3 player* saja (*yang sepertinya mulai dilarang karena berbahaya di jalan?). P.S: Ditulis sebagai rasa simpati saya selaku Ausländer (red: orang asing) dan rakyat jelata ... hanya bisa mengamini apa yang terjadi. Stuttgart 21: maju kena, mundur kena. Hiks. Semoga tidak terjadi di Indonesia yang sedang berkembang dan berbenah diri. Pembangunan jalan layang/tol di berbagai kota besar sebagai inisiatif mengurangi kemacetan lalin, bisa jadi mengganggu kekayaan alam dan budaya yang ada. Upaya negara yang dilakukan sebaiknya tak hanya menguntungkan para penguasa tetapi juga mengedepankan kemakmuran rakyat untuk sebesar-besarnya.