Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Atas Nama Siapa Kepemilikan Rumah Anda?

24 November 2011   08:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:16 1625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini tak ubahnya sebuah wangsit yang mendekam di otak saya sebulan ini lantaran beragam cerita yang saya dengar dan lihat sendiri di lingkungan orang-orang saya. Maksud dari tulisan ini hanya sekedar sharing, bukan untuk menjadi provokator membagi kepemilikan rumah atau bahkan menguasai sendiri rumah dari pasangan. Saya yakin kepemilikan sebuah rumah adalah hak masing-masing pasutri dan keputusannya telah dijatuhkan secara masak-masak.

Kisah pertama: kepemilikan tunggal

Rumah yang kami beli di Jerman adalah milik sepasang suami istri asli Jerman, sebut saja Frau Lena dan Herr Thomas. Bangunan yang berdiri tahun 1980 dan direnovasi sendiri oleh sang pemilik, rumah gaya Schwarzwald.

Sang istri meninggal pada usia 80 tahun, sementara suami menyusul 5 tahun kemudian. Sayang sekali mereka tidak dikaruniai anak hingga masa ajalnya, bahkan tak mengadopsi seorang anak pun. Pasca meninggalnya si opa, rumah besar dan bertanah cukup luas itu menjadi milik kedua adik darinya (seorang nenek berusia 75 tahun dan seorang kakek berusia 77 tahun).

Perseteruan antar keluarga dari almarhum dengan keluarga almarhumah terjadi. Ada sebuah keirihatian dari adik-adik almarhumah Frau Lena lantaran kepemilikan tunggal oleh Herr Thomas (yang menyebabkan dewi Fortuna jatuh pada pihak keluarga lelaki saja). Kedua adik Herr Thomas masing-masing mendapatkan separoh dari uang penjualan rumah (dipotong pajak). Voila, hujan duren!

Kisah yang sama dengan kepemilikan tunggal dipilih leluhur tetangga saya (Frau Erna dan Herr Willy). Pasutri itu meninggal di usia lanjut. Karena tidak memiliki keturunan, warisan jatuh kepada satu-satunya keluarga dari pasangan yang masih hidup (keluarga adik dari almarhumah istri). Keluarga itu adalah tetangga saya dan seorang kakak lelaki lainnya. Sehingga masing-masing mendapatkan kue lapis (renyah, indah dan benar-benar sebuah berkah). Tetangga saya trenyuh, meskipun ibunya (adik dari almarhumah diatas) telah meninggal masih saja meninggalkan harta karun yang jatuh dari langit. Ia membelikannya sebuah Harley Davidson favorit!

Kisah kedua: kepemilikan tunggal dengan perjanjian di belakang

Seorang wanita Indonesia, Mawar menikah dengan seorang pria asing. Hukum di tanah air menyebabkan orang asing dan keluarganya tidak bisa memiliki tanah lebih dari waktu yang ditentukan (20 tahun?). Karena istilah membeli pinjam itu menyebabkan pasangan itu menyerahkan kepemilikan rumah mereka atas nama ibunda Mawar.

Manusia yang menjalankan hidup, Tuhan yang menentukan. Tak disangka setelah mengarungi hidup bersama selama 5 tahun, mereka pisah ranjang hingga maju ke pengadilan untuk kasus perceraian. Merekapun resmi bercerai, perjalanan hidup tetap berlanjut.

Mawar keberatan untuk menjual rumah yang dibeli dari kocek si bule. Rumah itulah tempat ia dan kedua putra-putrinya berlindung. Mantan suami dan istri (barunya) merasa hal ini tidak adil, perang dingin berlanjut.

Hingga 5 tahun kemudian, Mawar menyadari bahwa kebutuhan hidup sebagai single parent itu berat. Apalagi dengan bea sekolah internasional (minimal 12.000 euro setahun/anak) dan tetek bengek lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun