Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Jerman Rapat, Murid Boleh Dipulangkan

25 November 2023   05:56 Diperbarui: 25 November 2023   05:58 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teman-teman, walau aku tinggal di Jerman, aku selalu ingin tahu informasi up date tentang Indonesia. Agar nggak kudet, ah. Selain ngeblog di Kompasiana.com, di mana aku menulis dan membaca beberapa artikelnya, aku juga melihat medsos dan atau platform lain sebagai perbandingan dan memperluas wawasan. 

Nggak heran kalau aku baca berita tentang hebohnya PJ Gubernur DKI Jakarta yang marah lantaran siswa dipulangkan karena guru rapat

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Kejadian itu setahuku, belum pernah terjadi di Jerman.

Baiklah, kali ini aku akan menceritakan pengalamanku sebagai pendidik di Jerman.

Guru TK rapat saat murid sudah pulang

Awal mulanya, aku mengajar di Bimbel. Tentu di sana nggak ada kasus siswa dipulangkan kalau kami para guru bimbelnya ada rapat. Kalau nggak ngajar sama dengan nggak ada gaji. Cilaka, kan. Namanya juga swasta. 

Sedangkan di Volkshochschule, itu juga nggak bakalan terjadi karena semua siswa pelajaran bahasa Inggris, mata pelajaran yang aku ajarkan, adalah opa - oma aka lansia yang menyukai travel dan ingin melancarkan kemampuan bahasa Inggris mereka untuk komunikasi. Rapat guru biasa diadakan di hari yang nggak ada jam mengajar. Itupun jarang.

Kemudian aku kuliah lagi dan bekerja di sebuah TK. Rapat guru pertama adalah Team Sitzung atau rapat para guru TK diadakan tiap seminggu sekali, ketika anak-anak sudah pulang alias pukul 17.00-19.00 (lain lembaga lain hari dan jamnya). Jadi, kami  nggak pernah memulangkan murid TK. 

Pemulangan anak-anak biasanya karena sakit atau anak rewel. Sudah, itu saja. Bukan karena gurunya rapat, ya. Di TK, ada dua kali setahun atau"Pdagogische Tag" untuk para guru. Itu adalah hari di mana para guru diberi "gizi" berupa materi dan pendidikan khusus demi meningkatkan kemampuan mengajar anak umur 0-6 tahun. 

Acaranya seharian dari pukul 08.00-17.00. Artinya, tidak ada anak TK di sekolah. Semua dipulangkan atau lebih tepatnya sudah ada pemberitahuan jauh hari bahwa pada hari itu sekolah tutup karena guru ada kegiatan bersama khusus guru. 

Biasanya, orang tua akan menitipkan anak mereka kepada orang tuanya (oma-opa) atau Tagesmutter (tempat penitipan di sebuah keluarga oleh seorang ibu-ibu). Orang tua murid sangat memahami ini. Tidak ada masalah.

Gambaran sekolah sehari di Jerman

Waktu berlanjut. 

Sejak September, aku diterima bekerja di sebuah SMA. Rasanya beda. Dulu biasa bekerja seperti di rumah karena gaweanku mirip seorang ibu yang merawat anaknya (memberi makan, mengganti popok/pakaian dalam/baju, mengantar ke tempat tidur, memasak/membuat kue, bermain bersama atau mengajari hasta karya. 

Bedanya, anaknya banyak. Satu grup ada 11 anak-anak, di mana ada 2 orang guru yang merawat ditambah satu asisten (relawan FSJ, mahasiswa praktikum atau mahasiswa ujian akhir.

SD di Jerman hanya sampai kelas 4. Di sekolah kami ini siswanya menuntut ilmu sampai kelas 10. Setiap hari, siswa kelas 5-10 boleh nongkrong di cafe sekolah. 

Ada kegiatan yang mereka bisa lakukan selama 20 menit kali 2 kali istirahat. Ada meja bilyard, meja Kicker /sepakbola mini, beragam permainan dalam karton, sofa  dan kursi untuk duduk-duduk, dapur untuk membuat teh atau membuat kue. 

Seru banget, ya. Karena sekolah ini adalah sekolah seharian, siswa yang didaftarkan orang tuanya kami rawat dari jam 7 sampai jam 4 sore. Setelah itu, kami minta mereka untuk menuju halte bus yang ada di depan sekolah. 

Jarang sekali yang dijemput. Mungkin karena faktor kesibukan orang tua, menjaga lingkungan atau anak bisa juga jalan kaki. Supaya tidak bosan, banyak agenda yang mereka bisa jalani. 

Mulai dari makan siang di kantin. Mereka bisa bawa makanan dari rumah atau memesan dari sekolah. Melihat mereka bersama-sama menikmati istirahata siang itu sesuatu. Kalau orang tua mereka nggak bisa, kami menggantikannya. Indah, indah sekali.

Setelah makan, kami ajak mereka bermain. Mereka boleh memilih mau di mana; di halaman sekolah depan, halaman sekolah belakang, di gang bagian dalam gedung, lapangan basket, GOR, istirahat di ruang sunyi atau ruang BK (di mana mereka bisa membuat hasta karya atau bermain). Satu setengah jam kemudian, mereka harus kembali ke ruang kelas masing-masing untuk membuat PR. 

Satu jam berikutnya, mereka kami undang untuk mengikuti ekstrakurikuler. Kebetulan, walau aku orang baru, aku boleh mengajar ekstrakurikuler sesuai bakat dan minatku. 

Hari Senin, aku mengajar "Wonderful Indonesia." Itu di mana aku mempromosikan wisata alam, wisata budaya dan wisata kuliner kepada anak-anak Jerman. Kadang gemes mengajari mereka karena nakalnya minta ampun. Tapi karena aku tahu manfaat dari jam yang aku pegang, aku nyerah. Yo wis, namanya anak-anak. Pada hari Selasa, aku mengajar "Magic pencil." 

Di sana aku mengajari anak-anak menggambar hanya dengan menggunakan pensil. Itu sebabnya ada kata pencil. Aku ajarkan teknik dan langkah menggambar sesuatu (kelinci, ikan, landak, babi, sapi dan lain sebagainya). Aku kasih judul magic karena dengan pensil, kita bisa menggambar sesuatu yang menarik dan membuat hati kita senang (walau hasilnya kurang maksimal, wkwk). 

Hari Rabu, aku sengaja membawa koleksi angklung mang Ujo yang aku beli di Frankfurt untuk mengajarkan anak-anak Jerman bagaimana cara memainkannya. Ada pendidikan disiplin, konsentrasi, seni dan kesabaran di sana. Aku bangga banget mereka sudah bisa mengikuti simbol tangan ala Angklung dengan lagu "Twinkle-twinkle little star" dengan baik. Lain kali lagu anak Indonesia, ya. Pelan-pelan. Hari Kamis, sesuai ketertarikanku di dunia tari, aku mengajar "Smart dance." Aku bilang smart karena sebelum menari, aku ajari mereka bahasa Inggris aka teks lagu yang akan kami putar. 

Sudah ada Cha-cha slide dance dan macarena yang kami pelajari bersama. Setelah aku beritahu arti tiap kata dan kalimat, aku tanya balik, lagi dan lagi. Anak-anak butuh belajar berkali-kali. Minggu ini, kami belajar Poco-poco. Cepat sekali mereka menghafal gerakannya. Hanya kurang latihan ketukan saja supaya gerakan dan musik Yopie Latul pas.

Seru banget, ya, jadi guru di Jerman. Kalian mau? Aku bikin bukunya, deh.

Guru rapat, murid boleh dipulangkan

Nah, masih berkaitan dengan kasus yang sedang diperbincangkan di medsos, aku mau berbagi informasi bagaimana kalau kami rapat? Rapat yang kami adakan, sama seperti yang ada TK. Ada dua jenis. Rapat guru mingguan (Teams) dan rapat dua bulan sekali (GLK).

Sudah dua kali aku mencatat agenda dan isi rapat. Deg-degan banget secara bahasa Jermanku grotal-gratul. Dalam rapat, kami biasa mencatat jadwal penting tiap guru. Misalnya ada yang liburan tanggal berapa aja, ada yang ujian tanggal berapa, ada yang menikah tanggal berapa, ada peringatan natal tanggal berapa, ada paskah tanggal berapa dan sejenisnya. Baru kemudian membicarakan tentang siswa dan organisasi kami, "Ganztagsbetreuung."

Sebab diadakan setelah siswa pulang alias jam 4-6 sore, kami tidak usah memulangkan siswa, dong. Kadang ada, sih, siswa yang ketinggalan bus atau orang tua lupa menjemput. Nah, ada, tuh dari kami yang akan menunggu sampai meninggalkan sekolah. Kasihan kalau ditinggal sendiri di halte atau depan sekolah, nanti diculik. Kemarin-kemarin heboh karena ada pria setengah baya yang membagikan permen kepada anak-anak di halte bus sekolah. Padahal mereka tidak saling mengenal. Duh.

Rapat guru yang kedua namanya GLK (gemeinsame Lehrer Konferenz). Pertemuan semua guru dari kelas 1-10 itu, kami hadiri juga. Sebutan kami adalah Erzieher/in bukan Lehrer/in. Artinya, kami rapat bersama. Untuk itu, kami memulangkan semua siswa sejak sekolah usai (pukul 12.30). Maklum, namanya sekolah sehari, harusnya sampai pukul 16.00. Untuk mengantisipasi bahwa ada orang tua yang super repot, single parent atau nggak bisa jemput lebih awal, ada "Not Betreuung" atau penitipan darurat. Itupun hanya sampai menit terakhir sebelum rapat dimulai (pukul 14.00). Setelah itu, mereka harus dijemput orang tua, jalan kaki atau naik bus ke rumah. Rapat guru berakhir pukul 18.00 dengan beragam topik pembahasan yang sangat panjang dan beragam. Pemberitahuan tentang ini sudah dikirim ke orang tua jauh-jauh hari. Batas akhir pengembalian formulir untuk mengetahui apakah orang tua membutuhkan penitipan darurat bagi siswa atau tidak adalah dua hari sebelum rapat guru. Jadi tidak asal memulangkan anak tanpa dasar. Ada  pemberitahuan dan bukti hitam di atas putih. Aku pikir ini berdasar dan cukup kuat.

***

Dari pengalamanku menjadi guru di Jerman, mungkin  ceritaku di atas membawa inspirasi. Sebenarnya, ada jalan tengah yang bisa ditempuh untuk tetap membuat guru bisa rapat dan siswa aman. Jangan lupa untuk membuat bukti hitam di atas putih. Penting itu, supaya kalau ada apa-apa tinggal menunjukkan tanda tangan bahwa sudah disetujui orang tua bahwa anak-anak dirumahkan. Iya, kan. Semoga nggak ada lagi kisah remuk redam hati guru yang disalah-salahkan. Sudah capek mendidik anak orang, gajinya kurang banyak, ee... masih banyak komen negatif. Nggak enak banget.

Yup, ditambah, ada masukan dariku bagi sekolah-sekolah di Indonesia untuk memberdayakan BK (Bimbingan Konseling). Di sana sekolah bisa mempekerjakan para lansia sebagai "Ehrenamtlich", petugas yang berdasarkan suka rela ingin membantu sekolah merawat anak-anak untuk waktu-waktu khusus. Selain itu pelajar dan mahasiswa yang tertarik untuk belajar tentang mendidik anak juga diterima untuk membantu BK di sekolah. Atau membuka lowongan bagi guru TK untuk menjadi bagian dari BK di sekolah yang lebih tinggi (SD, SMP, SMA). Di sana mereka  bisa mengajari banyak hal; tata krama, tata tertib, talenta dan masih banyak lagi. Pokoknya bermanfaat, deh. Dijamin. (G76)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun