Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

7 Hal Penting yang Harus Diperhatikan Saat Bertamu di Jerman

18 Desember 2020   18:49 Diperbarui: 19 Desember 2020   05:44 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tamu adalah raja (dok.Gana)

"Guten Morgen, Frau Gana, Saya Selly mahasiswi Pendidikan Bahasa Jerman, saya mau bertanya tentang buku yang frau tulis...Di mana saya dapat membelinya Frau? Satu lagi Frau... Kira - kira di dalam buku frau ada membahas bagaimana budaya Rapat, Budaya Bertetangga, Budaya Rekreasi Budaya Bertamu dan Budaya Tepat Waktu Jerman gak Frau? Vielen Dank, Frau Gana."

Begitu pesan yang saya terima di Instagram. Saya lupa-lupa ingat, saya taksir Dik Selly adalah salah satu peserta webinar dalam zoom yang diadakan UNJ tanggal 21 November 2020, di mana saya sebagai narasumber, berbagi informasi tentang budaya Jerman.

Tanpa ba-bi-bu, segera saya jawab pertanyaan tersebut dan menyarankan si adik untuk membeli salah satu buku saya "Unbelievable Germany", di mana banyak dikupas pengalaman hidup saya selama di Jerman. Saya anggap ada sekilas jawaban pertanyaan tersebut di atas.

Lalu buku "Exploring Germany" jika ingin keliling Jerman dan "Banyak Cara Menuju Jerman" andai ingin hijrah ke Jerman lewat cara-cara jitu dalam buku itu.

Tak berapa lama, Dik Selly mengirimkan pesan lagi dan mengabarkan bahwa ia benar-benar membeli dan membaca buku saya, ia mengatakan ternyata tidak ada informasi tentang bertamu yang ia cari. Haduhhh.... Saya kepikiran. Terima kasih, ya Dik sudah membeli dan membaca ... tapi ....ah, galau.

OK-OK, supaya lebih bermanfaat, saya tulis saja artikel ini, supaya bisa dibagi untuk teman-teman di Kompasiana juga. Jika hanya dijawab di instagram, bukankah hanya untuk Dik Selly? Sekali menulis, dua tigapuluh orang membacanya. Worth it.

Tamu adalah raja (dok.Gana)
Tamu adalah raja (dok.Gana)

Baiklah, berikut adalah hal-hal penting  yang perlu diketahui saat bertamu di Jerman:

1. Buatlah Janji "Termin"

Jerman saya kenal sebagai negara yang mengatur semua hal dari kecil sampai besar dari hal rumit sampai remeh-temeh. Salah satunya yang diatur adalah budaya bertamu. Ini memang bukan aturan tertulis tetapi sebuah adat masyarakat Jerman yang berpenduduk 81 juta (sebelum ada pandemi).

Jika kita ingin bertamu ke rumah orang, kita tidak boleh sembarangan langsung ketok pintu dan mampir seperti halnya yang sering kita lakukan di tanah air. Budaya mampir ini saya pelajari dari orang tua saya yang orang Jawa.

Jika kami dari Semarang ke Surabaya dalam rangka sebuah acara dan ternyata ada saudara yang tinggal di sana, adat mampir adalah wajib. Disempat-sempatkan mampir meski hanya sebentar demi mengucap salam, minum teh/makan snack dan ngobrol sebentar lalu pulang  atau SMP -- selesai makan pulang.

Biasanya acara mampir ini mendadak, tidak ada telepon, e-mail, atau whatsapp sebagai prolog. Pasti yang didatangi kaget tapi bahagianya bukan kepalang. Iya, kan?

Jangan harap ini akan terjadi di Jerman. Rata-rata orang Jerman tidak suka "Besuch" atau kunjungan tamu, apalagi yang tidak direncana. Maklum, karakter orang Jerman kan penuh dengan rencana alias "Plannung", tidak suka "Ueberraschung" alias kejutan.

Lah, tambah parah kalau si Gastgeber/in" atau pemilik rumah, punya penyakit jantung lalu jantungan, bukan? 

Hargai adat orang Jerman. Pepatah Jerman bunyinya begini "Andere Laender, andere Sitte" atau lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Tiap negara punya adat sendiri. Di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung, artinya kalau di Jerman ikut adat Jerman dan jika di Indonesia ikut adat Indonesia. Akur....

Lantas bagaimana, dong caranya untuk bertamu?

Buat janji! "Termin" namanya. Bisa dengan telepon, whatsapp, e-mail, surat atau bahkan ketika bertemu si orang yang akan kita kunjungi di supermarket saat belanja juga bisa. Artinya harus direncanakan terlebih dahulu.

Bisa saja kalau misalnya hari ini bertemu saat shopping jam 10 pagi lalu janjian jam 12 siang untuk makan siang bareng. Asal si empunya rumah ada waktu dan sedang berlega hati, bisa saja terjadi. Meski hanya 2 jam kemudian.

Artinya, ada persiapan dari yang punya rumah. Mungkin saja yang berantakan dirapikan dulu, bisa jadi dari yang tidak ada snack dipanggang kue apel atau kue keju dulu. Dua jam cukup lah. Tidak asal nubruk. Idih....

Pernah saya cerita, bukan, bahwa ketika saya datang ke rumah tetangga depan rumah yang umur 80 tahun dan tiap hari di rumah sendirian, saya ditolak untuk bertamu "Maaf ya, jangan bertamu hari ini, besok-besok saja."

Kaget namun tanpa menanyakan sebabnya, saya mohon pamit dan tidak jadi masuk rumah. Padahal saya ingin membahagiakan dia supaya tidak sunyi, senyap, sendiri. Rupanya saya salah sangka.

Banyak orang Jerman menyukai dan menikmati kesendirian, kita tidak boleh asal mengganggu tanpa izin. Malu bertanya memang sesat di jalan. Tidak semua maksud baik akan diterima dengan baik.

Oh ya, ada lagi yang berbeda. Di Jerman, empunya rumah yang membukakan pintu ketika bunyi bel pintu dipencet, tidak langsung mempersilakan tamu untuk masuk tapi menyapa lalu menanyakan maksud dan tetap membiarkannya di depan pintu walaupun hujan badai salju sekalipun. Salah sendiri, nggak pakai jadwal. Xixixi....

Hanya saja, jika kita kenal sangat baik dengan yang punya rumah, kita akan dipersilakan masuk dengan kalimat "Kommen Sie herein" atau "hereinspazieren" alias "Silakan masuk."

Mampir tanpa jadwal memang masih banyak terlihat di kehidupan masyarakat tempat kami tinggal karena orang Jerman suka jalan-jalan menikmati pemandangan indah seperti perbukitan dan hutan.

Lalu saat melewati rumah teman atau kenalan, mereka berhenti. Entah di depan rumah, di depan gang rumah, atau di depan kebun yang punya rumah itulah, orang Jerman akan ngobrol selama bermenit-menit bahkan berjam-jam. Jadi bukan masuk di dalam rumah si empunya rumah saat mampir, ya. Iya, dong. Yah, kan belum bikin janji?

2. Bawalah oleh-oleh (Mitbringsel/Geschenk)

Dalam Bahasa Jerman, "das Mitbringsel" adalah "kleines Geschenk, das man fuer ein anderen mitbringt." Jadi ini adalah oleh-oleh sederhana yang dibawa tamu ketika akan berkunjung atau bertemu dengan orang lain. "Geschenk" sendiri adalah hadiah.

Ada tip oleh-oleh untuk orang Jerman. Seingat saya, ibu saya yang orang Jawa Timur mengajari saya untuk membawa sembako (gula pasir, telur, beras) ketika berkunjung ke orang lain. Atau setidaknya buah-buahan dan  roti dalam blek.

Tidak dengan orang Jerman. Bertamu? Bawalah "Wein" untuk pria dan bunga untuk perempuan. Untuk "Wein" atau anggur, ada yang suka anggur merah dan anggur putih. Sebaiknya kita sudah tahu si pemilik rumah suka yang mana.

Lantas urusan bunga, bisa rangkaian bunga dari toko, dari kebun sendiri atau tanaman seperti anggrek atau bunga lain. Anggrek adalah tanaman hias favorit warga Jerman secara turun-temurun dan biasa menghiasi jendela kaca rumah masing-masing orang.

Bunga lain, misalnya pada musim natal, bisa membawa "Christstern Weihnachtstern" atau "Rote Weihnachstern." Bunga yang berwarna merah dengan daun hijau untuk dekorasi. "Say it with flowers."

Sebentar, kalau yang punya rumah ada  anak bagaimana? Bawalah coklat atau mainan kecil. Saya biasa menghadiahi buku bersticker atau buku bergambar dan atau alat gambar untuk anak kecil dan coklat untuk anak yang sudah remaja.

Ingat, jangan oleh-olehi anak Jerman mainan berwujud pistol, pedang, kapak, pisau dan sejenisnya. Mengapa? Jerman punya peribahasa "Schere, Messer, Feuer, Licht sind fuer kleine Kinder nicht" bahwasannya; gunting, pisau, api, strom adalah ha-hal yang berbahaya bagi anak-anak. Jika menghadiahi pistol, ini sama saja dengan pendidikan zaman nggak enak di Jerman. Tabu!

Khusus untuk bertamu ke rumah orang yang baru saja pindah, sudah saya jelaskan dalam salah satu buku saya; bawalah roti dan garam. Dua bahan pangan ini sangat essensial di dalam kehidupan Jerman.

Orang Jerman makan roti bukan nasi. Sedangkan garam adalah bumbu paling penting dalam kehidupan manusia. "Mitbringsel" atau "Geschenk" itu sebagai doa tamu bagi pemilik rumah baru supaya sejahtera pangan sepanjang hidup.

3. Lepaslah Sepatu/Sandal (Hausschuhe/Schlappen)

Dalam webinar sudah saya jelaskan sedikit bahwa sebagian besar orang Jerman tidak punya pembantu. Sekalipun dia punya pabrik besar, sekalipun dia orang terkenal, mandiri! Jikapun ada atau punya pembantu itu hanya "pocokan", dipakai hanya jika ada pesta besar atau ada orang sakit.

Artinya itu dengan hitungan perjam, satu jamnya 10 euro atau Rp 170.000 an. Tinggal mengalikan saja kalau setiap hari 2 jam selama sebulan sudah berapa dana yang harus dipersiapkan. Orang Jerman lebih menyenangi traveling. Uangnya untuk pos relaksasi, pekerjaan rumah dikerjakan sendiri. Ide yang cemerlang. Kami sudah coba, bagaimana dengan Anda?

Nah, lantaran tidak punya pembantu yang separoh hari atau 24 jam seperti di Indonesia, dan harus kerja keras sendiri, saya perhatikan banyak orang Jerman yang menyukai melepas  alas kaki dan memakai kaos kaki saja atau "Hausschuhe" (sepatu yang hanya boleh dipakai di dalam rumah) atau "Schlappen", sandal rumahan. Supaya lantai tetap terjaga kebersihannya dan tidak perlu setiap hari atau setiap saat membersihkannya.

Di depan pintu utama, biasanya ada kumpulan sandal rumahan yang bisa dipakai tamu. Bentuknya bisa besar atau biasa. Yang besar, berarti ini untuk menjadi dermaga bagi sepatu atau sandal yang kita pakai. Alias kita tidak usah melepas alas kaki, tinggal memasukkan kaki beralas kaki ke dalam selop raksasa.

Biasanya ini ada di taman kanak-kanak, seperti di tempat saya bekerja. Agar para tamu tidak perlu repot bongkar pasang sepatu dan sekalian mereka mengepel lantai dari gerakan berat memasuki ruangan.

Pelepasan alas kaki ketika bertamu ini tidak diperintah oleh yang punya rumah, biasanya tamu sudah tahu sendiri untuk melepas sepatu sebagai adat bertamu di Jerman. Istilahnya, kalau di rumah saya saja begitu, pasti sama halnya dengan tamu di rumah orang lain. Sebagai tamu tidak ingin membuat repot empunya rumah membersihkan kotoran dari alas kaki.

Apalagi musim salju begini, aduhh ... alas kaki akan sangat menjijikkan dengan kotoran yang terbawa dari luar rumah. Kata salah seorang ahli gizi di Instagram, dipercaya debu dan kotoran dari luar rumah akan membawa penyakit jika dibiarkan mengelilingi rumah. Jadinya, lebih baik mengikuti adat klasik melepas alas kaki ketika bertamu.

Ada beberapa pengecualian untuk tidak melepas sepatu, yakni ketika ada pesta besar dan jika sang pemilik rumah memberitahukan kita sebagai tamu untuk tetap memakai alas kaki kita, "Zieh deine Schuhe an" atau "lass mal an" atau "Ich habe den Boden noch nicht geputz", karena lantai belum dibersihkan.

Catatan penting. Meskipun di TK kita hendaknya melepas alas kaki, tentu saja di kantor-kantor, kita tidak perlu melepas sepatu atau sandal yang dipakai.

4.Gantungkan jaket dan topi di "Garderobe"

Setelah janjian, menyerahkan hadiah dan melepas alas kaki, segera gantungkan jaket dan topi di almari atau tempat khusus menanggalkan jaket dan topi yang disebut "Garderobe." Topi bisa di Haken" atau kaitan paling atas dan jaket untuk kaitan di bawahnya.

Beberapa orang Jerman meletakkan helm di lantai ketika bertamu di rumah kami, saya ajari supaya meletakkannya di atas meja atau lemari atau menggantungkan seperti topi di kaitan paling atas. Saya ceritakan bahwa kepala adalah "mustaka" atau bagian tubuh manusia yang sangat berharga, jadi sampulnyapun- seperti topi dan helm, juga harus dihargai. Mereka pun paham dan mengikuti anjuran saya.

Nah, gantungan jaket dan topi, tempatnya kebanyakan ada di depan pintu utama atau pintu masuk. Ada juga yang ditempatkan di ruang tamu, menyerupai tiang dengan banyak kaitan, ranting pohon dan sejenisnya. 

Meskipun demikian, ada juga tamu yang lebih menyukai untuk menanggalkan di kursi tamu. Ini tidak masalah, hanya saja kadang saking panjangnya jaket jadi terinjak-injak atau bikin ribet saat mau berdiri atau duduk.

Di daerah Blackforest tempat saya tinggal, biasanya tamu dipersilakan untuk duduk di ruang makan dengan kursi kayu yang lokasinya berseberangan atau berdekatan dengan ruang tamu, di mana ada TV dan sofa. Jadi jangan harap kita bisa selalu malasan duduk di sofa yang empuk saat bertamu selama berjam-jam di rumah orang. Kita harus duduk tegak selurus kayu.

Bahkan di musim panas, kita akan diajak duduk di kursi balkon atau teras dekat kebun. Ingat, meski musim panas tetaplah memakai jaket tipis karena tingkat kedinginan orang Asia dengan Eropa berbeda. Jangan sampai karena bertamu di Jerman lalu pulang-pulang masuk angin.

5. Jangan harap dikasih snack

Menjadi tamu di Jerman, tidak seperti di tanah air, di mana pemilik rumah akan menjamu tamu bak raja sehari. Semua makanan dikeluarkan, jika perlu keluar rumah pergi ke warung atau toko untuk melengkapi dan tidak hanya minuman.

Bertandang ke rumah orang Jerman, pemilik rumah akan menanyakan "Was moechtest du zum Trinken?" atau mau minum apa? Jangan menjawab "Ah, nggak usah" seperti saat tinggal di tanah air karena itu artinya meski kamu seharian bertamu tidak akan diberi minum setetespun kecuali nanti bilang sendiri minta.

Lha, bukankah tadi sudah bilang tidak usah? Padahal di dalam budaya Jawa misalnya, ini termasuk budaya "pekewuh" atau sopan-santun. Yang artinya malu untuk bilang "iya" padahal haus kerongkongan, makanya tadi bilang "tidak usah repot-repot."

Minuman yang disediakan di Jerman biasanya "Wasser" (air putih), "Apfelschoerle" (Jus apel berkarbonasi), "Saft" (jus), "Kaffee" (kopi) atau "Tee" (teh). Meskipun orang Jerman suka minum alkohol seperti bir atau "Wein", jangan harap saat bertamu dikasih kecuali pada malam hari.

Kalau di tanah air ada snack seperti pisang goreng, mendoan, bolu kukus, buah-buahan atau snack lainnya di atas meja yang disuguhkan, tidak begitu yang akan kita lihat di Jerman. Saya ingat sekali ketika janjian dengan teman suami yang punya peternakan kura-kura. Setiba di sana, kami disuguhi minuman. Setelah dua jam saya gelisah, saya kira kue yang nangkring di atas meja dapur dipersiapkan untuk kami. Ternyata tidak! 

Saat pulang dan ada di tempat parkir depan rumah si empunya, saya masih melongo, rupanya kunjungan hari ini tanpa snack. Tahu gitu, selain membawa "Mitbringsel", saya bawa kue atau "Kuchen" bikinan sendiri untuk dimakan bersama-sama. Kasihan perut ini menderita keroncongan....

Yahhh, salah kami juga ya, tujuannya untuk melihat kura-kura bukan untuk tujuan khusus. Jika tujuan kita bertamu sudah jelas yakni untuk "Kaffee trinken" atau adat Jerman minum kopi dan snack sore-sore, akan ada minuman dan kue yang akan dihaturkan di atas meja tanpa komando. Artinya persediaan kue akan disiapkan pemilik rumah dan tamu yang akan berkunjung.

Kalau kita pulang dan kue kita sisa, boleh kita bawa pulang kembali. Atau jika kita ingin menghadiahkannya kepada empunya rumah juga lebih bagus. Namun, tidak ada budaya bungkus seperti di tanah air, di mana kita bisa membungkus roti atau penganan dari pemilik rumah sebagai oleh-oleh.

6. Ucapkan terima kasih

Selama bertamu dan memasuki masa makan siang atau makan malam, kita juga tidak bisa berharap bahwa kita akan diajak makan, kecuali memang sudah direncana.

Tidak ada kalimat impian:

  • "Kalian belum makan siang/malam, bukan? Ayo mari sama-sama makan bersama kami."

Melainkan:

  • "Maaf ya, kalian tunggu sebentar, kami mau makan dulu."
  • "Maaf, kami mau makan siang/malam, besok-besok datang lagi, ya?"

Yang tidak siap dengan budaya Jerman seperti ini, silakan salto.

Walaupun demikian, jangan sakit hati. Ucapkan terima kasih dan meninggalkan rumah atau menunggu di ruang lain sampai mereka selesai. Untuk orang Indonesia, ini aneh tapi sudah biasa untuk beberapa masyarakat Jerman. Saya sudah pernah mengalaminya dan memilih pulang saja daripada ngiler.

Selain ucapan "selamat pagi", "maaf", kata "terima kasih" adalah kalimat sopan yang turun-temurun diajarkan nenek moyang Jerman. Tidak masalah kalau kita tidak kenal dengan orang tersebut tetapi penghargaan terhadap orang lain harus diutamakan. Jangan lupa bilang "Danke", "Vielen Dank", "Besten Dank" sebelum pulang.

7.Tunggu kunjungan balasan

Usai berkunjung, jangan lupa tawarkan kunjungan balasan kepada pemilik rumah, supaya kita bisa menjamu sebaik-baiknya dan tentu menyambung silaturahim yang di Jerman sangat berbeda dengan di tanah air. Di tempat kita lebih harmonis dan tidak seribet di Jerman.

Tanyakan kepada mereka tentang alergi makanan supaya ketika menjamu tidak salah. Banyak orang Jerman memilik alergi terhadap "Eiweiss" (putih telur), "Nusse" (kacang-kacangan), "Laktose" (laktosa) dan masih banyak lagi. Akan bahaya jika kita menyajikan kue yang ada kandungan kacangnya dan tamu tiba-tiba alergi dan masuk UGD karena tidak bisa bernafas disebabkan mengkonsumsi penganan kita.

Di zaman pandemi begini, semua serba diatur. Hanya boleh dua keluarga yang boleh bertemu atau saling berkunjung. Jumlahnyapun terbatas hanya 5 orang, anak di bawah 14 tahun tidak dihitung. Ingat ini, meskipun tidak ada kontrol dari polisi, bisa saja ada tetangga reseh melaporkan kita yang punya tamu serombongan atau istilahnya "die ganze Baggage"  pada polisi. Adududu ...bisa jadi gawe.

***

Ya, sudah, sudah banyak sekali informasi sesuai pengalaman pribadi saya selama tinggal di Jerman. Semoga ini bermanfaat bagi teman-teman yang akan berkunjung ke Jerman mengunjungi teman, saudara atau kenalan.

Utang saya untuk dik Selly lunas, saya bisa tidur pulas....

Oh, iya, sebentar, sebelum pamit, ada tambahan sedikit; beberapa warga Jerman yang bukan asli Jerman, biasanya memiliki adat yang berbeda tapi prinsipnya sudah mulai beradaptasi dengan budaya Jerman, meski tidak 100%.

Misalnya saja, adat bertamu di rumah warga keturunan Turki, Italia, Rumania dan Rusia di Jerman agak berbeda. Salah satu cirinya biasanya tamunya banyak, mirip sekampung saat lebaran. Makanannya digelar. Dibandingkan dengan bertamu di keluarga Jerman, jumlahnya agak terbatas, kelompok kecil. Begitu pula snacknya. (G76)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun