Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Orang Indonesia Jual Organ, Orang Jerman Sumbang Organ

12 Juni 2019   17:59 Diperbarui: 13 Juni 2019   21:26 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi operasi bedah (Sumber: internasional.kompas.com)

Kaget setengah mati, melihat seorang temannya teman di Facebook memasang potongan koran lokal Indonesia yang mengungkap kisah penculikan anak-anak dan modus penjualan organ dari mereka "Satu anak, lima miliar".

Ada ya, orang Indonesia yang jahat tak beradab? Bukankah orang kita dikenal punya budi pekerti luhur sejak zaman nenek moyang? Sudah berlaku hukum rimba siapa yang kuat menang?

Editor Chanly Mumu dan peliput, Yeshinta Sumampouw dan Rangga Mangowal menemukan fakta di mana kasus penculikan bermodus penjualan organ merajalela di kota-kota besar Indonesia. 

Organ seperti ginjal, hati dan jantung dikatakan paling mahal di antara organ manusia lain seperti sepasang bola mata atau tangan dan lengan. Mahal? Iya, mencapai angka miliaran. Ginjal misalnya termahal, dibandrol 2,4 miliar dan yang termurah, kulit Rp 91.000 per inci.

Gubrakkkkk. Bulu kuduk saya berdiri. Membayangkan pasar tradisional seperti pasar Gayamsari, yang ada penjual ceker ayam, kepala ayam, hati ayam, usus ayam, otak sapi, kaki kambing. Lha tetapi ini organ manusiaaaa?OMG...

Daftar harga organ illegal (Dok. Fitri)
Daftar harga organ illegal (Dok. Fitri)
Organ Spende (Spende=Sumbang)

Entahlah apakah tindakan illegal jual-beli organ manusia itu ada di Jerman. Yang saya tahu hanya "Organ Spende" marak di negeri yang mengutamakan kualitas itu.

Sejak pertama kali mendapatkan kartu asuransi kesehatan dari Jerman, pihak asuransi sudah memberikan promosi, sosialisasi dan penggalakan program "Organ Spende" atau menyumbangkan bagian tubuh  kepada orang lain.

Pilihannya pun banyak; organ yang disumbang hanya boleh diberikan kepada orang yang dikenal, kepada saudara sendiri atau siapapun orang yang membutuhkan organ. Spender atau penyumbang boleh menentukan sendiri, bukan dipaksa atau dibeli. Semua tercatat di kartu kecil sebesar kartu KTP.

Dulu banyak orang bingung, sekarang pada ikut mikir juga bahwa kalau orang sudah dinyatakan mati ya sudah mati saja. Apa organnya mau dikubur atau diberikan kepada orang lain, sama saja. Bahkan dengan menyumbang, ada manfaat bagi orang lain. Pahala melimpah dan memberi orang lain berkah.

Ada sepasang saudara suami saya sudah menandatangani perjanjian dengan Universitas Tuebingen dekat Stuttgart. Bahwa suatu hari jika meninggal, jasad mereka akan disumbangkan bagi dunia kedokteran. Organ-organ akan dimanfaatkan untuk penelitian dan kepentingan lain yang memajukan ilmu manusia. Sebagai imbalan, biaya pemakaman (yang bisa mencapai 5000€) berikut sisa organ akan ditanggung universitas. 

Namun tetap ada tetapinya, tidak semua yang waktu hidup menyatakan diri menyumbang, diterima lembaga. Ada juga yang sudah punya perjanjian lalu benar-benar meninggal dan keluarga menyumbangkan tubuh almarhum, lembaga menolak dengan beberapa alasan. Akhirnya harus melakukan pemakaman sendiri semarang kilat. Sigh.

Ketika menceritakan hal itu kepada teman baik saya dari Indonesia dan tinggal di Jerman, ia menyatakan melakukan hal yang sama. Motifnya bukan karena pemakaman gratis, tetapi lebih kepada jiwa sosial yang tinggi, mulia bukan?

Umur manusia tidak panjang, sehingga pendeknya waktu harus diisi dengan hal-hal positif dan membawa manfaat bagi orang lain tak hanya diri sendiri. Begitu tegasnya. Saya merunduk, apa yang dikatakannya betul. Bagaimana menurut pendapat Anda?

Yang boleh disumbangkan atau ditransplantasikan

Semua hal kecil di Jerman diatur secara mendetil. Mau mancing harus ada SIM, mau tebang pohon harus ada SIM, anak mau naik sepeda harus punya SIM. Begitu pula dengan menyumbang organ atau menyambung organ. Penyumbang harus punya kartu. Ketentuan lain, yang boleh disumbangkan hanya jantung, hati, empedu, pankreas, paru-paru dan usus halus saja, bukan seperti daftar dari koran Indonesia yang dari ujung rambut ke ujung kaki.

Kesadaran menyumbang organ yang dilakukan orang Jerman ini luar biasa dan patut diteladani karena organ tidak bisa dibuat manusia. Mesinnya hanya Sang Pencipta. 

Sayangnya, menurut ketua DSO, lembaga transplantasi organ Jerman, meski sudah pada rajin menyumbang, 98% dari 80 juta penduduk Jerman yang membutuhkan organ,  67% warganya menyumbang organ, tetapi hanya 12% yang punya kartu penyumbang organ. Lupaaaa. Makanya  sumbangan organ tersebut menjadi sia-sia. Di Jerman, semua harus ada kertas formalitasnya, kalau tidak mau didenda atau masuk penjara. 

***
Begitulah orang Jerman baik dan punya jiwa sosial, ya. Bisa jadi belajar dari kepahitan hidup zaman Hitler, bisa jadi karena budaya menyumbang sudah turun menurun diberikan kepada anak cucu, bisa jadi karena memang sosialisasi menyumbang barang sampai organ sangat gencar di seantero Jerman. Hidup? It’s not all about money....do what you love.

Hal baik yang seharusnya ditiru pemerintah Indonesia khususnya Kementrian Kesehatan, supaya banyak organ yang tersedia bagi mereka yang membutuhkan, nggak hanya yang kaya saja yang bisa beli organ. Yup, program penggalakan dan sosialisasi donor organ seperti donor darah, yang sudah bagus berjalan di  tanah air.

Lalu saya yakin itu akan menurunkan angka penculikan dengan modus penjualan organ illegal. Bukankah itu  melengkapi jiwa luhur para leluhur kira. Mosok kalah sama orang barat seperti Jerman? Apa kata duniaaaaaa?(G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun