Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Mungkinkah Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional?

30 Oktober 2018   20:41 Diperbarui: 3 November 2018   03:15 1769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: portaltiga.com

Berapa jumlah penduduk Indonesia? Paling tidak 250 juta orang. Mengacu pada peristiwa Sumpah Pemuda, semua bangsa di tanah air berjanji untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Bukankah itu mengagumkan? Pasti.

Bayangkan, sejak tahun 1928 sampai hari ini, Bahasa Indonesia menyatukan beragam masyarakat di tanah air yang memiliki latar belakang yang berbeda. Bukan hanya itu saja, bahasa kita ini ternyata juga diajarkan di luar negeri, lho. Bukankah itu membanggakan? Tentu.

Workshop Pengajar BIPA di Berlin

Ceritanya, Universitas Leiden di Belanda, Universitas di Jerman (Bonn, Koblenz, Frankfurt, Konstanz, Hamburg, Bremen), Universitas Adam Mickiewicz di Polandia, KBRI Wina di  Austria dan masih banyak lagi lainnya berkumpul di Rumah Budaya Indonesia, Berlin sejak 18-20 Oktober 2018.

Diresmikan oleh dubes LBBP RI untuk Jerman yang baru, Bpk. Y.M. Arif Havas Oegroseno, workshop membahas tentang makalah yang berhubungan dengan BIPA atau Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Misalnya saja tentang sejarah pengajaran bahasa Indonesia di Universitas Leiden, Belanda. 

Dari penuturan Dr. Suryadi, pria Sumatera itu, saya kaget ketika sudah sejak zaman nenek moyang, bahasa Jawa dan bahasa Melayu  diajarkan di kampus Belanda. Pada perkembangannya, bahasa Indonesia-lah yang diberikan di sana.

Sebelumnya, saya sudah terbelalak mata melihat layar presentasi dan mendengar paparan Dr. Teija Gumilar. Pria muda yang istrinya cantik sundul langit itulah yang menjadi perintis diajarkannya bahasa kita di universitas tempat beliau mengabdi. Heran, beliau itu berpendidikan desain grafis tetapi tak menghalangi semangat untuk mengharumkan nama Indonesia. Pasti sebuah perjuangan dan kerja keras yang bukan main-main ketika kampus mengembangkan pengajaran bahasa Indonesia di sana. Selamat, pak, Anda layak dapat bintang!

Belum lagi pengakuan beberapa mahasiswa mbak Cicih yang imut dari Universitas Koblenz. Curhatan sesuai fakta tapi bikin perut mules dan guling-guling karena kegelian. Coba kita simak:

Saya merasa risih ketika harus diajak foto orang Indonesia meski  tidak mengenal sama sekali. Mereka akan memasang foto di sosial media tanpa izin. Sulit untuk menuntut mereka karena di Indonesia belum seperti di Jerman yang apa-apa serba diatur (ada hukum dan dendanya). Jika saya menolak untuk berfoto,  dituding sombong. Jika saya mau, foto diunggah sembarangan. Saya merasa privasi saya dilanggar.  Aduhhh, serba salah tingkah, bukan?

Kalau ada yang gegar budaya, ada lagi orang asing yang lama-lama gegar otak. Kok, bisa? Para bule yang belajar bahasa Indonesia dengan baik dan benar itu biasanya akan dikirim oleh kampus selama setahun atau satu semester untuk praktek bahasa Indonesia di tanah air. Pusing kepala karena ternyata bahasa yang ditemui di dalam masyarakat beragam. Aksen Jawa banyak, logat Batak beda lagi, dialek anu dan lain-lain. Belum lagi bahasa tidak baku sampai bahasa alay yang beredar di mana-mana. 

Erwin Silaban dari Hochschule Bremen sendiri mengaku bahwa  mengajarkan bahasa Indonesia juga harus disertai lintas budaya. Ia mencontohkan ketika anaknya kesal dan  bingung dipanggil “Maus" oleh orang Jerman di Jerman, "Pak, masak aku dibilang tikus. Aku bukan tikus!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun