Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gara-gara Ngumpulin 19 Kg Jamur di Hutan, 2 Kakek Didenda 29 Juta

13 September 2018   15:49 Diperbarui: 13 September 2018   15:55 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suami saya memang lagi suka makan jamur Pfefferlinge. Jamur berbentuk pipih, warna coklat yang sebenarnya murah didapat di pasar atau swalayan. Taruh saja, sekeranjang jamur itu seberat 400 gram dibandrol 5,99 euro atau seratus ribuan rupiah. Murah, sehat, enak, begitulah yang selalu kami cari dan pilih.

Mencari Jamur di Hutan Memang Asyik dan Jadi Tradisi

Meskipun demikian, rupanya kebiasaan masyarakat Jerman untuk mencari jamur sendiri di hutan sudah turun-temurun dilakukan. Leluhur suami saya juga banyak yang melakukannya. Suami saya waktu kecilnya sering diajak.

Nggak salah kalau teman saya dari Thailand yang menikah dengan pria Jerman, ia selalu sibuk di musim-musim tertentu di mana mereka mencari jamur di hutan. Suaminya memang biasa kerja di hutan, jadi tahu mana jamur yang sehat mana yang jahat.

Kalau nggak tahu, bisa-bisa sakit perut salah makan jamur atau bahkan bisa meninggal karena keracunan. Jamur berwarna merah bentol-bentol putih misalnya. Jamur yang dikatakan jamur nenek sihir itu sangat berbahaya dikonsumsi meskipun memiliki penampilan cantik menarik. 

Atau kenalan kami, pasangan suami istri umuran 60 an. Karena sudah pensiun, ada saja kegiatan yang mereka lakukan setiap hari supaya nggak boring. Salah satunya, Pilze sammeln atau mengumpulkan jamur di hutan.

Kami sudah sering hunting stroberi atau Baerlauch (daun dengan rasa bawang putih) di hutan tetapi belum pernah mencari jamur. Harus belajar dan tahu betul tentang itu karena menyangkut masalah kesehatan. Nggak boleh sembarangan ngumpulin jamur, atau seenggaknya barengan dengan orang-orang berpengalaman seperti yang saya sebut di atas.

Tapi kami mengurungkan niat, lebih aman, mudah dan murah beli di toko. Jalan-jalan di hutan? Tetap rutin kami lakukan.

Banyak Ambil Jamur di Hutan Ada Dendanya

Dalam talkshow-talkshow "Unbelievable Germany" saya selama dua minggu di Indonesia pada 22 Agustus- 5 September yang lalu, baik di universitas maupun radio-radio, saya menekankan bahwa Jerman adalah negara yang memiliki 1001 aturan. Semua diatur rapi. Nggak mau diatur, ambil tuh dendaaaa.

Nampaknya begitu pula yang terjadi di Freiburg, yang hanya 1 jam-an dari rumah kami. Dua orang pria umur 67 dan 69 tahun ditangkap polisi di hutan, saat mereka mengumpulkan jamur.

Eh, bukankah itu sudah tradisi masyarakat Jerman dan hal yang biasa terjadi di hutan? Oooooo rupanya ada yang kelewatan. Aturan bahwa setiap orang hanya boleh mengumpulkan satu kilogram, belum diketahui kebanyakan orang awam termasuk saya. Tahunya bebas, saking banyaknya jamur di musim hujan itu seperti karpet.

Lho, lho, lho.. jamur tumbuh subur di hutan dan bebas diambil, dong? Belum tenttttuuu. Jerman mengatur hal detil yang kita nggak sadari.

Mengumpulkan jamur terlalu banyak dianggap mengganggu kelestarian lingkungan hutan (negara bagian) Baden-Wrttemberg. Kami yang mendengar beritanya dari penyiar radio SWR3 seperti nggak percaya? Badan rasanya mau nggeblak pakai salto ke depan. Ini beneran beritanya? Setelah saya cek di internet, betul. OMG! Herzlich willkommen in Deutschland, selamat datang di Jerman.

Belakangan, kedua kakek tersebut disuruh membayar denda sebanyak 1700 euro atau Rp 28.900.000,00 (1 euro=Rp 17.000) atas tindakan mengangkut 19 kg jamur di bagasi mobilnya. Kelebihan 17 kg harus dibayarkan kepada negara. Berterima kasihlah pada mata-mata yang melaporkannya. 

Sudah begitu, saya tambah tepok jidat karena ternyata meski harus dibayar, kelebihan jamurnya nggak boleh dibawa pulang para kakek itu, apalagi dimasak sambil goyang dombret. Jamur disita polisi dan diberikan kepada organisasi khusus. Memble, kan?

Lagian berapa coba uang pensiun seorang pensiunan Jerman? Nggak banyak. Sekian ratus lebih sedikit dari honor untuk para pengungsi. Hidup para lansia sudah kekurangan dan memprihatinkan, ditambah musibah seperti ini, saya jadi nggak ngerti.

Nggak heran kalau ikatan lansia Jerman beberapa kali mengeluh saat bertemu langsung dengan kanselir hebat Angela Merkel di televisi ataupun acara-acara khusus di seantero Jerman. Sudah banyak yang mereka beri dan kerjakan sedari muda sampai lansia nggak punya apa-apa. Adilkah perlakuan negara pada mereka?

Ah, sudahlah. Jerman, apa sih yang nggak diatur. Lain kali saya mau cerita denda bagi siapa saja yang membunuh Wespe atau tawon (t-a-w-o-n!!!!), akan kena denda mahal pula meskipun yang dilakukan adalah perlawanan dari serangan serangganya atau nggak sengaja dan ketahuan polisi. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun