[caption caption="Para memain musik, niyaga ada orang Indonesia dan Jerman (Kridha Budaya Sari)"]
Dari 40 menit bonus 1 jam
Dalam undangan tertulis bahwa wayang dimukai pukul 15.30 jadi kami tiba di Stuttgart pukul 14.00. Karena masih agak lama, kami jalan-jalan sejam di pusat kota. Lumayan, cuci mata, window shopping...
Nah, sesudahnya, nonton wayang di museum. Weyyy ... saya nggak tahu kenapa sampai pukul 17.00 wayang juga belum berakhir. Kalau ditulis 40 menit, logisnya selesai pukul 16.10. Berarti kelebihan minimal 50 menit? Itu saja belum rampung kami sudah pamit karena ada acara lain di kampung. Untungnya suami ngebut, kayak Michael Schumachee. Wussss wussss .. Sampai sejam.
Ah, mas dalang. Barangkali saking seneng, ndalangnya dilama-lamainnnn. Enjoy. Suami saya sudah klakepan, ngantuk ... Anak-anak sudah pada bosen riwa-riwi kayak burung dara digabur... Duhhh jian ...
[caption caption="Goro-goro sama punakawan"]
Seumur-umur baru sekali nonton wayang , layarnya di depan. Iya, kalau dari kecil saya sampai punya anak kecil ya gitu. Urutannya, layar di dinding, dalang sebelahnya ada sinden di atas dalang ada lampu untuk menguatkan efek bayang-bayang (wayang), niyaga atau pemain musiknya dan baru penonton. Lah ini dibalikkkk ... Piye iki?
[caption caption="Anak-anak nonton wayang sambil ngglesot"]
Itu segi positifnya, berbagi dengan artis lain dan rasa ingin tahu orang jadi gede.
Segi negatifnya adalah anak-anak sampai orang tua yang penasaran pada riwa-riwi dari kursi atau tempat lesehan ke dekat panggung yang tidak keliatan karena tertutup layar. Konsentrasi penonton yang masih ingin menikmati sedikit terganggu. Tapi biarlah, kalau ditonton, ada ketertarikan itu sudah buagusss...