Kepala saya pernah geleng-geleng. Bukan karena pil koplo. Bukan. Itu sebab melihat anak-anak sekolah SD, SMP kelas 7-9 di Indonesia sudah pada naik motor, tanpa SIM eee ... tak pakai helm pula. Byuhhh ...
Umur mereka berkisar 12-15 bukan? Sedangkan aturan punya SIM baru boleh kalau sudah 17 tahun. Setelahnya, diijinkan naik sepeda motor. Tanpa SIM tak boleh mengendarai sepeda motor. Betul? Kalau salah tolong dikoreksi.
Mofa, Sepeda Motor 50 cc untuk Anak 15 tahun
Pasti berbeda dong dengan Jerman. Kita ambil positifnya. Negeri barat ini sudah lama membiasakan anak-anaknya naik bus (langganan) ke sekolah sampai cukup umur dan memiliki SIM sendiri. Negara juga mengatur anak mudanya untuk baru boleh mengendarai Mofa sejak umur 15 tahun. Jadi kalau sudah berumur 14,5 tahun sudah boleh mengikuti kursus mengemudi Mofa selama 8 kali pertemuan termasuk praktek (2 x 90 menit). Dilanjutkan tes tertulis, tanpa tes praktik. Begitu umur 15 tahun pas, langsung bisa tancap gas, ngeeengg. Habis beanya rata-rata 70-150€.
Sebenarnya di Jerman namanya bukan SIM Mofa atau Mofaführerschein melainkan die Mofafahrbescheinigung atau Prüfbescheinigung, yang lebih mengacu pada sertifikat sudah pernah belajar cara mengendarainya ketimbang surat ijin mengendarainya. Dahulu banyak sekolah yang menawarkan kursusnya dengan harga lebih murah dari sekolah mengemudi, entah sekarang masih ada atau tidak.
Mofa sendiri kependekan dari Motorfahrrad atau kendaraan sepeda motor dengan 50 cc, sedangkan kecepatannya 25km/jam, mirip traktor kecil untuk ladang petani Jerman. Hahaha, kayak siput memang bahkan suaranya itu lho ... “teeeenggggggggg“ memekakkan telinga tapi bukankah lebih aman? Ingat-ingat, jantung saya sering berdegup kencang kalau lihat anak muda umur di bawah 17 tahun di Indonesia yang tanpa SIM dan tanpa helm itu kebut-kebutan di jalan dengan sepeda motor 80-125 cc. Sambil gojeg, ketawa pulaaaa .... Aduhhh, anake sopo kuwi?
Bagaimanapun, orang Jerman tetap percaya bahwa dengan kecepatan siput itupun kalau terjadi kecelakaan bisa fatal. Apalagi yang sampai 80-125 cc seperti yang banyak beredar bebas di Indonesia? Mana perkembangan jalan, rambu-rambu dan jumlah kendaraan ... saya nilai tidak seimbang. Sesakkk.
Ohhh ... maaf. Saya sendiri juga bukan contoh yang baik. Sudah mulai naik motor ketika kuliah, umur 19 tahun. SIM nya memang beli. Helm cakil selalu ada di kepala saya tapi kalau naik zig-zag. Ya, ampuuun. Padahal motor saya BMW (bebek merah wagu) yang kalau ngebut paling 60 km/jam kali, ya. Eh itu juga sudah kencengggg, lho .... bahaya. Tambah bahaya ketika ibu saya menggantinya dengan motor yang baru karena tanpa uang muka dan 0% bunga. Untung sekarang insyaf, nggak pernah naik motor. Takut kumat. Naik angkot saja kalau di Indonesia ... lebih nyaman.
Makanya seneng banget lihat bagaimana pemerintah Jerman mengatur ijin naik motor bagi anak mudanya serta dukungan warga aka orang tua untuk TIDAK membelikan kendaraan sepeda motor sebelum sertifikat ada di tangan alias cukup umur. Anak-anak aman. Selama ini, belum pernah saya lihat sekalipun anak muda Jerman di bawah umur yang tidak pernah punya sertifikat naik sepeda motor atau ada orang tua yang membelikan sebelum waktunya. Tidak pernah. Padahal untuk membeli sangat murah. Mofa hanya 20-450€ (250 ribu-5 juta rupiah) dan 350-650€ (4-7 juta rupiah) untuk sebuah Roller. Harga tersebut dari bekas sampai baru. Untuk uang segitu, mampu lah dicapai mayoritas keluarga Jerman.
Nyatanya, mereka tidak asal beli untuk anaknya yang belum genap 15 tahun. Tidak ada pula agen sepeda motor yang gencar merayu konsumen dengan promosi 0% bunga lah, tanpa DP lah, cicilah murah lah, cicilan seumur hiduplah dan sejenisnya. Tidak ada. Semoga nggak pernah ada. Nanti jalannya penuh kayak di Semarang. Nyebrang zebra cross jadi susah. Mak wusss semua. Deg-deg sirrr....
Syarat Mengendarai Mofa
Kalau lihat orang pakai Moge (motor gede) di Jerman, semua lengkap pakai baju sepeda motoran (celana panjang dan jaket khusus dari kulit/imitasi). Seperti pembalap F1 tuhhh ... begitu pula dengan yang duduk di belakang, menggonceng.
Mirip pula dengan Mofa. Meski tidak harus berbaju pembalap, disarankan pengguna tidak bercelana pendek, tidak pakai sandal. Celana panjang dan jaket yang bisa melindungi tubuh, serta sepatu yang rapat adalah pilihan tepat. Alasannya bukan karena Jerman yang dingin saja biar nggak masuk angin, tetapi lebih pada ... kalau-kalau terjadi kecelakaan, kulit atau tubuh terlindungi!
Selain itu, kalau mengendarai Mofa atau Moped, harus membawa sertifikat Moped, persetujuan dari moped/scooter moped (informasi teknis tentang kendaraan, nomor identifikasi kendaraan dan nama dan alamat pemilik, seperti STNK?) dan bukti asuransi. Bukti stiker asuransi dipasang pada bagian belakang moped pada plat nomor. Boleh deh, Mofa jalan.
Nahh ... ini nih, di Jerman semua pakai asuransi. Dada dan pantat saja bisa diasuransikan, apalagi moped. Harus! Setiap pemilik moped harus memiliki asuransi. Kalau beli second, asuransi diganti baru dengan nama pembeli terbaru dan tidak boleh dipakai kalau asuransi belum jadi. Tidak hanya mobil rupanya yang diasuransikan. Untuk asuransi, kami memilih HUK karena langganaaaan. Eh, jadi promo ....
***
Kalau Mofa dengan 15 tahun baru boleh, Motoroller untuk anak Jerman yang 16 tahun itu CC nya lebih besar dengan kecepatan 45 km/jam saja. Sama, tidak ada yang memulai mengendarainya sebelum umur 16 tahun. Nggak ada. Kalau sudah 18 tahun ke atas dipersilakan memilih CC lebih tinggi lagi ... sampai 250 dan laik melenggang di jalan tol.
Oh ya, ada ketentuan mereka yang terlahir sebelum tanggal 1 Oktober 1965, tidak membutuhkan SIM untuk mengendarai Mofa. Cukup menunjukkan KTP atau Paspor. Yang sudah punya SIM B – mobil, juga boleh mengendarai Mofa tanpa sertifikat (SIM) Mofa.
Nahhh ... kalau sudah punya Moped, Motoroller, Moge ... setahun sekali, ada ruwatannya lhooo ... di Jerman tempat kami tinggal. Seperti yang pernah saya tulis DI SINI. Supaya motor dan pengendaranya selamat, diberkahi Yang Maha Kuasa. Unik ya?
Wissss, Nang ... ati-ati. Sertifikat Mofa punya, Mofa dibelikan, helm tersedia ... komplit. Kurang apa orang tuamu? (G76)
Ps: Semoga tulisan ini menjadi wacana orang tua di Indonesia untuk tidak gampang membelikan sepeda motor bagi anak yang di bawah umur 17 tahun karena alasan tak ada waktu mengantar, repot mengatur transportasi anak atau menyenangkan/memanjakan anak dengan harta. Kalau semua orang tua memiliki gerakan yang sama TO SAY NO, saya yakin tak akan mudah ditemukan anak di bawah umur 17 tahun naik sepeda motor di mana-mana. Ada supply ada demand.
Begitu pula pemerintah Indonesia (Polri) untuk semakin menertibkan penggunaan kendaraan bermotor para remaja Indonesia. Harus pakai SIM, helm dan CC yang tepat. Sepertinya 80-125 cc yang disamaratakan penggunanya, terlalu besar dan resiko kecelakaan tinggi. Berdasarkan usia saya pikir lebih cermat.
Satu lagi, rambu-rambu lalin Indonesia diperbanyak, dong. Gang perumahan=30 km/jam, dalam kota=50 km/jam, luar kota maksimal 100 km/jam .... Usul boleh, kan? Serem saja lihat kebat-kebut anak remaja sepeda motoran di jalanan Indonesia. Nggak sopan dan bahaya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI