Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Trend Rambut Panjang Anak Perempuan Bali

13 September 2015   17:47 Diperbarui: 13 September 2015   17:55 2791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada satu pertanyaan untuk kompasianer; rambut pasangan Kompasianer, masihkah panjang? Bagaimana dengan anak yang putri?

 

Dulu, duluuu sekali saya pernah diceritain seorang pria yang bertanya:

“Kamu tahu, nggak, kenapa aku suka punya pacar yang rambutnya panjang?“

“Biar kayak wewe gombel“ Jawaban sekenanya saya kasih. Cuek bebek. Wewe Gombel adalah makhluk halus berambut panjang yang katanya, biasa mangkal di tanjakan Gombel, Semarang.

“Salah. Biar membelai pacarku tambah lama ... coba kalau modelnya Demi Moore, kann cuma “setttt“ selesai. Pacaran kan pengennya yang lama-lama dan panjang-panjang.“

“Ahhh, assaaaal“ Lemparan sandal saya padanya, nggak kena. Dia nginggati, menghindar. Lalu pergi.

 

Rambut panjang. Waktu saya kanak-kanak itu masih hit lomba panjang-panjangan rambut. Untung bukan panjang-panjangan kuku. Bisa nyaingi Werkudoro, kann ... haha.

 

Yup, sejak kecil sampai dewasa, rambut saya biasa panjang. Sepertinya memang sudah jadi tradisi bahwa anak perempuan di Jawa rambutnya ya, harus panjang tho ya. Mosok pendek, nanti dikira anak lanang.

 

Di almari saya di Jerman, ada jimat rambut panjang kira-kira 80 cm, bentuk kepang. Mau dijual di internet cuma dihargai 40€. Kalau warnanya blonde bisa dua kali lipat harganya. Diskriminasi! Ya, sudah disimpan buat dokumentasi diliatin ke anak-anak. Anak-anak saya memang pernah mengidolakan Rapunzel si rambut panjang di atas menara. Biar liat mamanya juga berambut panjang. Bedanya, rambut Rapunzel pirang, rambut saya pirang-pirang alias banyak.

 

Apa sih manfaat rambut panjang?

Kata orang, terlihat anggun (bukan anggota Ragunan lho).

 

Kalau panjangnya mencukupi, akan praktis sekali untuk menggelung rambut. Walhasil, bisa mengusir rasa gerah dalam sekejap tanpa karet, tanpa jepit.

 

Ada lagi. Karena rambut panjang, saya pernah menang lomba Cengengesan Family "How Jadoel You Are". Foto saya yang berambut lebih dari satu meter (melebihi pantat), hampir selutut), jadi juara harapan I atau II, lupa (tapi bukan juara mengharap, lho). Yang 80 cm tadi sudah saya potong dan simpan di almari sebagai kenangan. Kalau gambar rambut panjang disambung rambut simpanan, berapa cm, coba? Dowi banget, panjiangg.

 

Sayangnya, waktu tiba di Jakarta 27 Agustus 2015 yang lalu, rambut saya yang sepantat, dipotong kependekan sama mbak salon pada tanggal 28 Agustus 2015. Nggak jadi pamer Kompasianer di acara bedah buku “38 Wanita Indonesia Bisa“ di studio Kompasianaaaa. Memang, saya ngantuk waktu di salon Simpang Lima itu, gak perhatiin. Perjalanan Jerman-Indonesia yang melelahkan. Buntutnya, kependekan. Ya sudah, nunggu panjang lagi, tak perlu shampoo metal deh.

 Kepang dengan pita biru

Kepang dengan pita kuning

Trend rambut panjang di Jembrana, Bali

Salah, saya salah duga bahwa hanya anak perempuan Jawa yang dididik orang tuanya agar memiliki rambut panjang.

 

Gara-gara ikut kemah internasional di Jembrana camp, saya jadi tahu bahwa anak perempuan Bali pun masih ada yang didoktrin seperti itu.

 

Ceritanya, kami mengemban tugas sosial menjadi pengajar bahasa Inggris di SMPN 1 Melaya, Jembrana. Tugas lain adalah membuat taman dan kebersihan.

 

Nah, soal rambut itu akhirnya menjadi perhatian saya. Coba saja. Ketika kami ikut upacara hari Senin, semua anak berbaris rapi. Yang perempuan itu lhooo ... dikepang dua. Masing-masing kelas, memiliki pita rambut sendiri. Misalnya kelas 7 dengan warna kuning, kelas 8 dengan warna merah dan warna biru untuk kelas 9. Ihhhh, gemes nggak sih? Hari giniiii? Luar biasa.

 

Eh, apa mereka mencontoh verifikasi Kompasianer di Kompasiana dengan warna merah, hijau sama biru? Hahaha pasti nggak lah ya ...

 

Soal rambut itu, saya tanya kepada istri kepala sekolah. Beliau mengatakan bahwa memang sekolah di daerahnya begitu, nanti kalau sudah SMA beda, nggak harus panjang tak perlu dikepang. Barangkali kalau di kota besar seperti Denpasar, beda. Entahlah, waktu di Denpasar, saya gak amati dan gak tanya. Soalnya, matanya sudah ngujrus mau belanjaaaa di Sukowati.

 

Oh, ya. Beberapa anak perempuan di Jembrana yang pernah saya temui dan tanya, mengaku bahwa mereka menerima peraturan rambut panjang itu dengan ikhlas, artinya tidak menentang. Bahkan enjoy, kan tambah manis dikepang dua.

 

***

Jaman saya masih sekolah, bahkan sampai saya berkunjung ke beberapa sekolah di Semarang, belum pernah saya temui trend rambut panjang seperti di Nusasakti, jembrana, Bali.

 

Arrrghhh, mana mau anak-anak seusia SMP di kota kelahiran saya itu disuruh punya rambut panjang, dikepang, pakai pita lagi. Ngimpiiii ... modelnya sudah banyak minimalis.

 

Jadinya kalau sampai hari ini, pasangan Kompasianer atau anak putri Kompasianer masih berambut panjang (rata-rata pinggang sampai pantat) ... itu sesuatu.

 

Nusasakti (Jembrana, Bali), 19 Agustus 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun