Mohon tunggu...
Humaniora

Menyoal Kemanusiaan di Palu

15 Mei 2019   18:56 Diperbarui: 15 Mei 2019   19:02 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

BAB I

PENDAHULUAN

Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang bertema "Kemanusiaan di Bumi Pertiwi" ini. 

Pada makalah kali ini, saya akan membahas tentang bencana yang menimpa Palu, Sulawesi Tengah. Saya memilih topik ini karena rasa keprihatinan terhadap korban bencana, dan ingin membahas bagaimana rasa kemanusiaan pada zaman sekarang ini mempengaruhi kita dalam bertindak.

Latar Belakang

Menurut KBBI, manusia / ma-nu-sia /n makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain) sedangkan kemanusiaan / ke-ma-nu-si-a-an / sifat-sifat manusia secara manusia ; sebagai manusia. Nilai-nilai kemanusiaan selalu menjadi isu yang cukup menarik untuk dibicarakan. Keberadaan nilai-nilai ini pun cukup berpengaruh bagi kehidupan kita sehari-hari. 

Tak hanya itu, namun nilai-nilai ini juga mampu melahirkan sesuatu yang juga mampu melahirkan sesuatu yang selalu hidup dalam setiap pemikiran, kajian, dan tindakan praktis dari masa ke masa. Nilai-nilai kemanusiaan selalu diidam-idamkan umat manusia dalam menciptakan suatu suasana yang teratur, aman, harmonis, dan dinamis. 

Sebuah situasi yang pada dasarnya menekankan perdamaian, keadilan, ketertiban, kebebasan, dan lainnya. Menjadi seorang relawan bencana merupakan salah satu tindak kemanusiaan yang nyata. Cukup banyak kalangan yang tertarik untuk menjadi relawan, mulai dari remaja hingga orang dewasa. 

Para relawan tidak hanya diletakkan di tempat konflik atau daerah bencana, namun juga daerah-daerah terpencil, yang terbelakang, baik dari segi teknologi maupun segi pendidikan. 

Banyak daerah di Indonesia yang rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada kurang lebih 500 kabupaten / kota di Indonesia yang rawan. Beberapa contoh bencana alam yang telah terjadi di negara kita ini ialah:

  1. 16 Februari 1861 -- sebuah gempa besar melanda Sumatera -- menewaskan ribuan orang.
  2. 1 Februari 1938 -- gempa bumi besar diikuti oleh tsunami di Laut Banda menyebabkan kerusakan parah, tetapi tidak mengakibatkan korban jiwa.
  3. 1997 -- serangkaian kebakaran hutan yang menyebabkan kabut di sebagian besar wilayah Asia dan kerusakan lingkungan dunia.
  4. 26 Desember 2004 -- gempa dahsyat yang diikuti oleh tsunami yang mempengaruhi 14 negara dengan Indonesia mengalami dampak terburuk. Tsunami ini menewaskan kurang lebih 230.000 jiwa.

Dari data di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sejak 50 tahun yang lalu pun Indonesia sudah mengalami banyak bencana alam. Oleh karena itu, dengan banyaknya daerah rawan bencana di Indonesia, pemerintah harus menyiapkan suatu tim penanggulangan bencana. Selain tim yang sudah dipekerjakan oleh pemerintah, masih banyak pula relawan yang membantu. Tugas menjadi seorang relawan tidaklah mudah. 

Resiko yang dihadapi oleh para relawan bukanlah resiko yang kecil. Para relawan di daerah bencana harus siap akan datangnya bencana susulan, ataupun penyakit tertentu. Menjadi seorang relawan pun juga harus memiliki kriteria tertentu. 

Sebuah artikel menyebutkan bahwa orang-orang yang menjadi relawan biasanya orang-orang yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi dan bekerja dengan pendapatan yang tinggi pula, serta memiliki banyak keterampilan dan pengalaman dalam berorganisasi. Namun, tak peduli betapa sulitnya, betapa melelahkannya menjadi seorang relawan, masih banyak orang-orang di luar sana yang mau menyumbangkan keringatnya, tenaganya untuk membantu sesamanya yang membutuhkan. Salah satu aksinya dapat kita lihat juga dalam peristiwa yang terjadi baru-baru ini, yaitu bencana yang melanda Palu, Sulawesi Tengah pada 28 September 2018.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang, rumusan masalah dapat dijabarkan dalam bentuk beberapa pertanyaan, yaitu:

  1. Dikarenakan kendala transportasi, padamnya aliran listrik, terbatasnya akses komunikasi, terbatasnya akses alat berat, kondisi jalan yang rusak, penyaluran bantuan personel penyelamat maupun logistic ke wilayah gempa terhambat, Bagaimanakah cara penanganannya?
  2. Bagaimana bisa terjadi ketidak merataan penyaluran bantuan, dan bagaimanakah cara menangani kendala tersebut?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah antara lain:

  1. Mengetahui solusi dari permasalahan penyaluran bantuan, baik alat maupun barang karena beberapa kendala, seperti padamnya aliran listrik, akses komunikasi terbatas, akses alat berat terbatas, dan kondisi jalan yang kurang mendukung.
  2. Mengetahui solusi dari permasalahan ketidak merataan penyaluran bantuan untuk korban bencana Palu, Sulawesi Tengah.

BAB II

PEMBAHASAN

Pada tanggal 28 September 2018 lalu, pukul 18.02 WITA, sebuah gempa bumi berkekuatan 7,4 skala Richter diikuti dengan tsunami, melanda pantai barat Sulawesi, Indonesia bagian utara. 

Pusat gempa berada di 26 km utara Donggala, Kota Palu, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Sigi, Kabupaten Poso, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Mamuju, bahkan hingga Kota Samarinda, Kota Balikpapan, dan Kota Makassar. 

Gempa ini memicu tsunami hingga ketinggian 5 meter di Kota Palu. Pada awalnya dikabarkan 1 orang tewas dan 10 orang luka-luka akibat gempa berkekuatan 6 skala Richter pada pukul 15.00 WITA. Namun, seiring berjalannya waktu, angka begitu cepat meningkat hingga dikabarkan 420 orang meninggal. 

Pada Selasa 2 Oktober, Sutopo mengatakan bahwa korban telah mencapai sejumlah 1234 jiwa. Sedangkan jumlah orang tertimbun yang dilaporkan oleh masyarakat adalah 152 orang. 

BPBD Kabupaten Donggala menyatakan bahwa puluhan rumah rusak karena gempa ini. Sementara, akibat gempa 7,4 skala Richter yang disusul tsunami di Palu, hingga Sabtu, 29 September 2018, pukul 15.00 WITA korban tewas mencapai 844 jiwa, lebih dari 500 orang luka berat, 29 orang hilang, dan sebanyak 65.733 rumah rusak menurut Kapendam Kodam XIII Merdeka Kolonel (Inf) M Thohir. Menurut laporan Kompas, mengutip dari seorang saksi, banyak sekali mayat bergelimpangan di pantai. 

Dilaporkan bahwa kondisi korban meninggal dunia sangat memprihatinkan. Jenazah dilaporkan bercampur dengan puing-puing material yang berserakan. 

Seorang warga Korsel dilaporkan hilang dalam bencana ini. Terakhir, setelah diumumkan oleh BNPB pada 10 Oktober bahwa korban meninggal gempa itu mencapai 2.045 orang, didapati paling banyak ada di Palu sebesar 1.636 orang dan disusul Sigi kemudian Parigi. Sementara itu, korban yang mengungsi sebanyak 82.775 orang, dan 8.731 orang pengungsi berada di luar Sulawesi.

Sebagaimana yang diketahui mengenai akibat gempa ini, kehidupan masyarakat terdampak karena adanya gempa ini. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyebut bahwa ada 2736 sekolah di Sulawesi Tengah yang rusak, serta 20.000 guru dan 100.000 pelajar yang terdampak karena bencana gempa dan tsunami ini. 

Angka itu merupakan jumlah keseluruhan yang mengalami kerusakan tetapi belum diklasifikasi tingkat keparahannya, mulai dari hancur total hingga rusak ringan. Menurut saya, kondisi ini sangatlah memprihatinkan. Terutama, dengan adanya berita bahwa penyaluran bantuan personel penyelamat maupun logistic ke wilayah terdampak gempa di Sulawesi Tengah belum lancer karena kendala transportasi. 

"Dengan jalur darat sudah dilakukan sejak semalam, tapi karena tidak ada jaringan komunikasi kami tidak bisa dapat laporan dari tim BPBD," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Sabtu (29/9/2018). 

Ia menyebutkan, TNI memberangkatkan tujuh Satuan Setingkat Kompi (SSK) Batalyon Kesehatan, Batalyon Zeni Tempur, Batalyon Infantri, dan Batalyon Zeni Komunikasi dan Konstruksi dengan dua pesawat Herkules dari Bandara Halim Perdana Kusuma. Namun, pagi tadi pesawat tidak bisa mendarat di Palu dan akhirnya turun di Makassar dan perjalanan disambung dengan helikopter Super Puma. 

Polri juga mengirimkan tim SAR beserta peralatannya. Tim BPBD maupun pemerintahan dari kabupaten dan provinsi tetangga juga diminta mengirimkan bantuan, baik personel maupun logistik kebutuhan dasar, melalui jalur darat. Namun demikian, tim tersebut masih membutuhkan waktu beberapa jam tambahan untuk bisa tiba di Kota Palu, terlebih Donggala yang medannya lebih sulit karena medan berbukit. "Ada yang baru bisa tiba nanti malam, ada yang besok pagi," katanya.

Kendala muncul karena sejumlah ruas jalan menuju Kota Palu maupun Donggala terputus karena rusak akibat gempa atau tertimbun longsor. Adapun jika menempuh transportasi laut, pelabuhan tidak ada karena rusak diterjang tsunami pada Jumat, 28/9/2018.

Padamnya aliran listrik, akses komunikasi terbatas, akses alat berat terbatas, kondisi jalan rusak juga menghambat proses pengiriman alat dan barang ke daerah gempa. Apalagi, daerah yang terdampak gempa dan tsunami yang terjadi pada 28 September 2018 itu sangat luas. 

"Begitu sulitnya kita menuju akses (daerah terdampak), karena di beberapa tempat jalan menuju ke sana memang longsor, jalannya rusak," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di Kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Senin (1/10/2018). 

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan, tidak meratanya penyaluran bantuan lantaran para relawan, organisasi kemasyarakatan maupun individu tidak melakukan koordinasi dengan aparat keamanan setempat. 

"Kalau boleh nganternya terkoordinasi dengan baik. Jangan satu orang mau ngirim. Mending gabungan berangkat sama-sama," ujarnya di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (1/10). Dia menerangkan, saat ini sudah dibuka posko-posko pengungsian dan untuk penyaluran bantuan. "Koordinasi dengan posko lah. Kalau satu-satu, personel Polri dan TNI, terbatas," ketus Setyo.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, maka diperlukan:

Dibukanya posko-posko pengungsian yang sudah mencakup keperluan darurat, keperluan pokok para korban, seperti tim medis, dapur umum, dan lainnya. Misal luas area terkena dampak 478 km persegi, posko dibangun setiap 20 km persegi, dimana tiap posko sudah ada dapur umum, MCK, unit medis, tenda darurat.

Sedangkan untuk mengatasi jalan yang rusak, pengiriman dilakukan lewat jalur udara, lewat helicopter, karena jalan darat yang kurang mendukung. Penyaluran bantuan melalui helicopter dilakukan per posko dengan cara diturunkan untuk 2 posko, atau jika jalan darat sama sekali tidak mungkin, bantuan diturunkan per posko.

Mengatasi masalah tempat tinggal korban, juga diperlukannya pembangunan tenda-tenda darurat. Akibat gempa, puluhan ribu rumah rusak, para korban kehilangan tempat tinggal, oleh karena itu diperlukan pembangunan tenda-tenda untuk menampung para  korban. Dengan kata lain, menjadi tempat tinggal sementara bagi korban.        

BAB III 

REFLEKSI

Menghadapi bencana alam yang menimpa Palu, Sulawesi Tengah, pemerintah dan warga Indonesia telah menunjukkan kesigapan dan mengeluarkan seluruh jerih payah. Buku-buku dan pembelajaran dari bencana alam di Aceh dan Yogyakarta dibuka kembali untuk menyegarkan ingatan. Bencana alam yang menimpa Palu ini dapat dikaitkan dengan kemanusiaan. Menanggapi berita ini, pemerintah dan masyarakat banyak yang turun tangan. 

Dapat dilihat melalui alokasi dana APBD Kota Palu untuk bantuan logistik bagi korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi yang berada di shelter pengungsian maupun di hunian sementara. 

Ada juga lembaga-lembaga sosial dan kemanusiaan yang mengulurkan bantuan bagi para korban, seperti lembaga ACT (Aksi Cepat Tanggap), laman Kitabisa.com, BRI Syariah, bahkan institusi pendidikan pun tidak ketinggalan mengulurkan tangannya, seperti UGM dan UI.

Bencana ini juga merupakan salah satu tindakan nyata dari nilai-nilai 4C (Competence, Conscience, Compassion, Commitment) yaitu Compassion, yang berarti kepedulian terhadap sesama manusia. Buktinya banyak lembaga, institusi pendidikan, laman web seperti yang sudah disebutkan di atas, mengulurkan tangannya, mengulurkan bantuan bagi para korban bencana.

BAB IV

KESIMPULAN

Saya akan menutup makalah in dengan opini saya. Secara pribadi, saya setuju dengan perbuatan pemerintah dan masyarakat saat itu. Walaupun dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki, namun masyarakat masih mau mengulurkan bantuan semampunya. Pemerintah juga ikut turun tangan melalui memerintahkan pemerintah daerah untuk menetapkan situasi darurat.

Dalam hal ini, rasa kemanusiaan kita diuji, apakah dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki, kita tetap mau membantu. Hal ini menguji kita tentang bagaimana kita bersikap sebagai manusia yang bermanfaat.

Sumber: 1 2 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun