Mohon tunggu...
Aku haus
Aku haus Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya seorang pemuda yang suka kopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peristiwa Pemenggalan Kepala Ompu Donggo Oleh Kesultanan Bima

14 Oktober 2025   04:37 Diperbarui: 14 Oktober 2025   04:37 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: FB Budaya Bima

Oleh: Furkan Y.K_

Mataram, Selasa 14 Oktober 2025 (Buku Mutiara Donggo)_-Ghazaly Ama La Nora.

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi TabloidKilas Drs. Muslimin Hamzah dalam tulisannya tentanng Dou Donggo di sebuah majalah nasional terbitan Jakarta mengatakan bahwa ejekan terhadap orang Donggo berawal ketika membangkang terhadap perintah Raja Bima untuk membayar blasting, bea/pajak kepada raja (Majalah Progress edisi III,November-Desember 2000, halaman 53-53).

Substansinya, bukan orang Donggo yang tidak mau bayar pajak, namun yang menjadi persoalan bahwa bea/pajak yang dikumpulkan itu bukan untuk pembangunan menyejahterakan masyarakat Bima. Tapi,untuk disetor ke penjajah Belanda. Sedangkan Belanda musuh kita yang harus dilenyapkan dari muka bumi. Orang Donggo beranggapan, membayarpajak sama saja dengan memberi senjata kepadamusuh guna menghancurkan kita sendiri. Kerangka berpikir orang Donggo yang sangat Strategis Nasionalis itu dianggap oleh raja sebagai pembangkangan terhadap perintahnya. Ini kan kebodohan yang tak terukur nilainya. Akibatnya, sang raja marah dengan mengucapkan kata,"Dasar Dou Donggo."

Nah, orang awam di sekitar kota Bima ikut-ikutan mengolok orang Donggo dengan kata-kata,"Dasar dou Donggo, Lako Donggo..." Sehingga membudaya sampai sekarang, terutama orang-orang yang mengaku diri keturunan bangsawan dan orang-orang kota.

Kekasaran yang di tunjukkan raja tidak membuat nyali orang Donggo ciut. Mereka justru makin melawan pembayaran pajak ke pihak kerajaan. Orang Donggo memboikot pembayaran pajak. Peristiwa tersebut menimbulkan kekesalan Ompu Donggo. Dihadapan ompu-ompu lain dan pejabat kerajaan, Ompu Donggo di marahi dan di hina habis-habisan.

Ompu Donggo terpukul dengan adanya peristiwa tersebut. Dia menyayangkan sikap raja yang tidak seharusnya,'"Padahal, ada forum tersendiri menurut adat, jika raja akan memarahi pejabat," kata batin Ompu Donggo. Ia pun pulang ke Donggo dengan perasaan malu bercampur dongkol.

Seperti biasa, tiap musim panen para pejabat daerah mempersembahkan hadiah kepada raja di istana. Hadiah itu berupa hasil panen berikut kerbau jantan bertanduk lebar. Dalam idiom setempat di katakan "Sahe dala wanga." Kerbau tersebut seukuran dua rentangan tangan orang dewasa. Begitu lebarnya tanduk kerbau, hingga bila binatang itu melewati lare-lare (pintu gerbang), kepalanya harus di miringkan agar bisa masuk melewati Istana.

Tiap penguasa wilayah berusaha memper-sembahkan kerbau paling besar sebagai tanda kepatuhannya kepada raja. Ketika para penguasa daerah datang, raja biasanya duduk di istana menghadap lare-lare. Raja dengan sendirinya menyaksikan satu per satu para Ompu membawa hadiah.

Setahun setelah peristiwa, Ompu Donggo seperti biasa datang mampersembahkan hadiah, tahun berikutnya juga begitu. Rupanya pada kali ketiga, Ompu Donggo membayar sakit hatinya. Ia datang membawa hasil panen berikut seekor anak kerbau cacat kurus kering yang tidak bertanduk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun