Mohon tunggu...
Super_Locrian
Super_Locrian Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis lepas, enthusiastic in journalism, technology, digital world

Cuma seorang yang mencoba mempelajari tekno lebih dalam

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

DIMS, Tepatkah Menjadi Solusi Manajemen Data Kala Bencana?

22 Januari 2019   12:06 Diperbarui: 31 Juli 2019   14:54 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
screenshoot aplikasi DIMS (Dokpri)

Pagi itu Maulana membantu pak Kardi mengumpulkan pakaian layak pakai yang sudah jarang mereka kenakan. Mulai dari kemeja, kaus, celana panjang, celana pendek, hingga sarung yang biasanya setia membalut tubuh keduanya ketika menjalankan kewajiban sholat lima waktu. 

Tak berhenti sampai disitu, Maulana dan pak Kardi juga mengajak tetangganya untuk bersama-sama memilah pakaian bekas layak pakai, hingga mengumpulkan bahan makanan cepat saji. 

Bukan tanpa sebab dan tujuan Maulana dan pak Kardi menginisasi gerakan yang mereka namakan "Gerakan Peduli" tersebut. Keduanya tersentuh dengan kondisi para korban bencana alam yang terjadi beberapa waktu lalu di wilayah ujung barat pulau Jawa. 

Menjelang petang, Maulana dan pak Kardi berhasil mengumpulkan empat kardus pakaian bekas layak pakai, dan belasan dus makanan cepat saji yang akan mereka sumbangkan untuk para korban. 

"Maul coba kamu hubungi petugas yang bisa mengantarkan hasil sumbangan ini untuk para korban", ujar pak Kardi. Bergegas Maulana mencari kontak lembaga atau institusi yang membuka penyaluran bantuan bagi korban bencana alam. Tak lama berselang, Maulana berhasil mendapatkan kontak salah satu lembaga yang membantu masyarakat untuk menyalurkan bantuan kepada korban di setiap bencana alam. 

Setelah mencatat detail alamat dan penanggungjawab yang akan menerima bantuan, Maulana dan pak Kardi berencana akan menyerahkan keesokan harinya. 

Usai membereskan bantuan dan data bantuan yang dikumpulkan dari para tetangganya, Maulana melepas lelah di kebun belakang ditemani secangkir kopi hitam yang tak lagi panas. 

Namun aromanya yang kuat membuatnya ingin terus menyesap setiap tetes kopi tersebut. Sambil memandangi tumpukan kardus bantuan, Maulana bertanya dalam dirinya bagaimana mendata kebutuhan ratusan orang korban bencana yang tentu saja kebutuhannya berbeda-beda. 

Menurutnya, kebutuhan logistik di wilayah bencana tentu menjadi hal yang krusial mengingat kondisi tentu tak memungkinkan bagi para korban untuk bisa mandiri mencari kebutuhan hidup mereka. 

Lingkungan yang porak poranda, akses listrik mati, hingga ketiadaan transportasi yang bisa megantarkan mereka, bahkan faktor traumatis dan psikologi usai diguncang bencana terkadang membuat para korban sulit untuk bertindak seperti biasanya. Disinilah peran sesama manusia untuk membantu para korban. 

Tapi lagi-lagi Maulana bertanya, bagaimana mendistribusikan bantuan logistik yang tepat agar tidak terjadi penumpukan bantuan di salah satu lokasi, yang mungkin justru tak terpakai karena tidak ada yang membutuhkan.   

Artinya, keakuratan data lapangan lah yang akan menjadi penentu ketepatan distribusi bantuan yang dibutuhkan oleh korban bencana. Lantas bagaimana mendapatkan data akurat dari lokasi bencana? 

Tak mau berlarut memikirkan hal yang tak mungkin ia jawab, Maulana mengakhiri sore dengan seruputan tetes kopi yang sudah bercampur dengan ampasnya tersebut. 

Apa yang dipikirkan Maulana mungkin juga terpikir oleh sebagian masyarakat saat hendak memberikan bantuan setelah terjadi bencana. Pendataan, ya memang akan menjadi salah satu masalah yang akan timbul setelah terjadi bencana. 

Berapa korban yang selamat dan membutuhkan bantuan, bantuan materiil apa yang dibutuhkan, hingga berapa banyak yang dibutuhkan, tentu ini bukan perkara yang mudah untuk dijawab. Butuh data valid untuk akhirnya menjadi acuan mendistribusikan bantuan. 

Disaster Information Management System (DIMS) yang dirilis oleh salah satu perusahaan IT asal Jepang, memungkinkan untuk menjawab pertanyaan yang menggulung di benak Maulana. 

Solusi manajemen data yang terintegerasi dengan dashboard milik Badan Penanggulangan Bencana Pusat (BNPB), memunculkan kolektifitas data yang berasal dari lokasi terjadinya bencana. Hal ini tentu akan memudahkan instansi terkait untuk memutuskan banyaknya bantuan yang didistribusikan berdasarkan jumlah korban per wilayah. 

Lantas bagaimana cara kerjanya? Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang menjadi perpanjangan tangan BNPB di daerah, akan memberikan laporan dalam bentuk digital melalui aplikasi yang diterapkan di gawai smartphone terkait tipe bencana, kerusakan, area terdampak, hingga jumlah korban selamat dan meninggal. Data ini pun akan memunculkan hasil apa saja yang dibutuhkan oleh korban yang selamat, sehingga bantuan yang didistribusikan lebih tepat guna dan sasaran. 

Lantas apa bedanya dengan apa yang sudah dilakukan oleh petugas-petugas sebelumnya? Mereka juga pasti memberikan laporan ketika terjadi bencana. Yang membedakan adalah semua data yang masuk dari sumber pertama (petugas lapangan) sudah dalam bentuk digital, dan tidak perlu input ulang di database pusat milik BNPB. 

screenshot-dashboard-dims-5c469cdaaeebe1261225f962.jpg
screenshot-dashboard-dims-5c469cdaaeebe1261225f962.jpg
Kalau sudah begini, artinya kekisruhan distribusi bantuan untuk korban bencana tentu dapat diminimalisir. Bicara bencana sudah barang tentu bukan saja hanya bicara bantuan, korban, serta distribusi bantuan bagi para korban. Yang terpenting adalah bagaimana meminimalisir korban ketika terjadi bencana. Lantas bagaimana caranya? 

Dari data yang dimasukan oleh petugas lapangan ke dalam aplikasi dan tersimpan dalam database utama itulah nantinya akan menjadi tren untuk kemudian dipelajari, yang pada akhirnya petugas dapat memperkirakan kapan bencana terjadi dengan melihat gejala-gejala dan wilayah yang terdampak becana. Bukan untuk mendahului takdir tentunya, tapi mempersiapkan segala sesuatu sebelum terlambat tidak ada salahnya bukan?. 

Intiya adalah ketika ada bencana, yang paling terpenting untuk menentukan langkah dan tindakan apa yang harus dilakukan, semua berdasarkan data yang sudah terkumpul dari lokasi bencana. Dari data tersebut kemudian menjadi sebuah sumber yang bisa dipelajari terkait tren bencana yang kerap terjadi di wilayah tersebut. 

Maulana terdiam melihat penjabaran tersebut, beribu tanya yang selama ini berkecamuk di kepalanya, satu persatu mulai terjawab. Maulana memang tak sepenuhnya mengerti penjabaran tersebut. 

Sebagai jejaka yang hanya sempat mengenyam pendidikan hingga kelas 4 sekolah dasar, tentu bukan hal mudah untuk memahami semua penjabaran tersebut. Tapi setidaknya ia yakin bantuan yang dikumpulkan dari para tetangganya, dapat terdistribusi dengan baik oleh instansi terkait. [AJS]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun