Tradisi Seumapa; Bagian Prosesi Intat Linto/Tueng Dara Baro Pada Adat Perkawinan Aceh*
Kami bersama rombongan warga Gampong Paloh Lada Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara baru-baru ini, Selasa (08/08/2023) telah mengikuti rangkaian prosesi intat linto baro (Proses antar pengantin pria ke rumah pengantin wanita) sebagai tradisi budaya Aceh yang khas.
Setiba di rumah dara baro di Gampong Pupu Kecamatan Ulim Kabupaten Pidie Jaya, langsung dilakukan proses tukar ranup. Lalu pihak keluarga linto baro menyerahkan linto baro dan diterima oleh pihak keluarga mempelai wanita. Yang menarik perhatian kami adalah tidak lagi ditemukan'prosesi seumapa' dalam bentuk berbalas pantun atau syair dari kedua pihak.
Di lain kesempatan, kami juga turut meramaikan acara intat linto lainnya, yang diawali dengan 'prosesi seumapa' sebelum rangkaian acara lainnya seperti proses tukar ranup dan tukar hantaran serta payung kuning.
Sebenarnya bagaimana bentuk dan standar tradisi adat perkawinan Aceh yang baku? Bagaimana upaya memperkenalkan kembali kepada generasi muda tentang "tradisi seumapa" yang sudah langka dan umumnya diskip oleh pamangku adat di beberapa tempat di Aceh di zaman sekarang?
Seumapa adalah sebuah tradisi adat perkawinan di Aceh, terutama pada saat "Intat Linto" atau lebih dikenal menghantar pengantin laki-laki. Dilihat dari istilah kata-kata Seumapa, dapat dipastikan bahwa kata-kata tersebut berasal dari pemahaman "sapa-menyapa". Oleh karena itu, Seumapa sebagai salah satu acara, pada upacara adat Intat Linto, adalah saling memberi salam, berbalas pantun atau syair serta sarana bertukar informasi antara kedua pihak.
Menurut penjelasan salah seorang tetua adat, kedua pihak terlibat dalam kegiatan itu, yaitu pihak Linto Baro atau rombongan pengantin laki-laki, dan pihak Dara Baro atau rombongan pengantin perempuan. Dilengkapi dengan Ureung Preh Linto Baro, ialah orang yang menunggu pengantin laki-laki. Selanjutnya, ketua rombongan masing-masing, akan saling mengutarakan sapa menyapa dalam bait-bait pantun dengan bahasa yang indah-indah dan santun. Kegiatan berlangsung di depan rumah Dara Baro atau pihak pengantin perempuan.
Hal ini merupakan kebiasaan orang Aceh yang bila datang ke sebuah rumah atau suatu tempat, selalu penuh dengan sopan santun dan memuliakan masyarakat setempat. Begitu pula sebaliknya sebagai orang yang punya tempat, akan menyambut baik bila didatangi dan dikunjungi oleh tamu, sepanjang tamu tersebut datang dengan penuh sopan santun pula.
Saat ini acara Seumapa pada upacara Intat Linto atau Preh Linto sudah sangat jarang ditemukan. Hal ini disebabkan generasi sekarang sudah kurang menaruh perhatian terhadap adat dan budaya warisan leluhur. Disamping itu kader-kader yang mampu dalam seni Seumapa sudah sangat langka. Memang pada beberapa daerah masih ditemui satu atau dua orang yang mampu dan cukup lihai dalam Seumapa, tapi rata-rata mereka sudah berusia cukup tua. Tidak pernah terlahir lagi kader-kader Seumapa dari generasi muda.
Untuk mengatasi kelangkaan itu, maka dilakukan rekruitmen bagi generasi mudanya. Dalam acara rekruitmen pelatihan "Narit Maja/Seumapa" angkatan I & II se-Kota Langsa, Kepala Sekretariat Majelis Adat Aceh Provinsi Aceh Drs Yusri Yusuf pada 7 tahun yang lalu mengingatkan; melalui pelatihan rekruitmen pembacaan Narit Maja/Seumapa diharapkan, masyarakat Aceh mau melakukan kegiatan adat serta melestarikannya. Menurutnya, apabila hal demikian dibiarkan tanpa kepedulian, sungguh sangat disayangkan, adat Seumapa ini, pada suatu saat akan punah dan lenyap sama sekali.
Generasi kedepan tidak tahu lagi, tidak mengerti dan tidak pernah menyaksikan apa dan bagaimana sebenarnya Seumapa pada sebuah perhelatan perkawinan dalam adat Aceh terutama pada kegiatan Intat Linto. Padahal kalau dilihat dari segi filosofi dan makna yang terkandung dalam acara tersebut sangat baik dan menarik, penuh dengan nasihat dan dakwah, serta mengandung nilai seni sebagai sebuah hiburan bagi masyarakat.