Mohon tunggu...
Frisca Asri Qorilia
Frisca Asri Qorilia Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeristas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya

Interesting at Public Relations

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pulau Gili Iyang, Si Pemilik Udara Terbersih Kedua di Dunia

8 April 2025   12:55 Diperbarui: 8 April 2025   13:02 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan sebuah tempat di mana Anda bisa menarik napas dalam-dalam tanpa khawatir akan polusi, di mana udara terasa lebih ringan, segar, dan menyejukkan paru-paru Anda. Tempat itu nyata, dan letaknya bukan di Swiss atau pegunungan Himalaya, melainkan di ujung timur Pulau Madura, tepatnya di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Namanya Gili Iyang sebuah pulau kecil yang kini mulai dikenal dunia sebagai pemilik kadar oksigen tertinggi kedua di dunia, setelah Antartika.  

Pulau Gili Iyang, atau oleh masyarakat setempat sering disebut sebagai "Pulau Oksigen", bukan sekadar julukan dan promosi wisata. Tapi telah dibuktikan sejak tahun 2006, oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bersama LIPI dan Balitbang Kabupaten Sumenep telah melakukan pengukuran intensif terhadap kualitas udara di pulau ini. Hasilnya mencengangkan, kadar oksigen di Gili Iyang mencapai 20,9% pada siang hari dan meningkat hingga 21% pada malam hari, angka yang berada sekitar 3% hingga 4% di atas kadar oksigen normal di dataran rendah, yang biasanya berkisar di angka 18-19%.

“Udara di sini memang luar biasa. Rasanya beda, Mbak. Kalau bangun pagi tuh, dada ringan, kepala segar, Napas jadi panjang dan enteng,” ujar Hamzah, warga Desa Banraas yang juga aktif di Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gili Iyang. Ia mengaku tak heran jika banyak wisatawan yang kini penasaran untuk datang ke pulau ini. “Sebenarnya satu pulau ini, di semua tempat, kadar oksigennya bagus,” lanjutnya. Hamzah sudah terbiasa menyambut tamu dari luar kota bahkan luar negeri yang datang ke Gili Iyang untuk sekadar mencicipi segarnya udara alami pulau ini. “Bahkan banyak yang bilang, tidur di sini lebih nyenyak dari di hotel bintang lima,” tambahnya sambil tertawa kecil.

Apa yang membuat udara di Gili Iyang begitu bersih dan kaya oksigen? Kualitas udara di Gili Iyang tidak datang begitu saja. Ada beberapa faktor alami yang diyakini mendukung keistimewaan ini. Salah satu faktornya adalah kondisi geologis unik pulau ini. Menurut Ahyak Ulumuddin, Ketua Pokdarwis Gili Iyang, tanah di pulau ini memiliki struktur berongga alami yang memungkinkan udara bersirkulasi dan tersaring dengan optimal. “Kalau malam hari, udara makin segar karena terjadi semacam filterisasi alami melalui rongga tanah dan gua-gua yang ada,” jelasnya. Udara yang berasal dari laut kemungkinan besar mengandung aerosol garam, terutama magnesium sulfat, yang memiliki manfaat membersihkan saluran pernapasan. Ditambah lagi, pulau ini memiliki banyak gua alami seperti Gua Mahakarya yang membantu sirkulasi dan penyaringan udara secara alami.

Gili Iyang memang kaya akan gua alami. Setidaknya tercatat 19 gua tersebar di pulau ini, beberapa di antaranya terhubung satu sama lain membentuk jaringan bawah tanah yang cukup luas. Gua Mahakarya adalah yang paling terkenal, sering dikunjungi wisatawan karena bentuk stalaktit dan stalagmitnya yang eksotis. Menurut warga, gua-gua ini bukan hanya warisan geologi, tetapi juga “paru-paru alami” yang menjaga udara tetap bersih dan murni.

Tak hanya itu, pulau ini minim polusi. Tidak ada kendaraan bermotor yang padat, tidak ada pabrik, dan banyak pohon yang menaungi rumah-rumah warga. Jalanan sepi, udara sejuk, dan burung-burung masih bebas terbang di antara pepohonan rindang.

Selain itu, dampak positif dari kadar oksigen tinggi juga terlihat nyata pada kualitas hidup masyarakat. Sebuah penelitian kolaboratif antara Badan Lingkungan Hidup dan Bappeda Kabupaten Sumenep pada tahun 2011 mencatat bahwa 50% penduduk Gili Iyang berusia di atas 60 tahun, dan 23,5% di antaranya bahkan berusia di atas 80 tahun. Ini merupakan angka yang jauh melebihi rata-rata nasional. Uniknya lagi, sebagian besar lansia di sini masih aktif bekerja dan berjalan kaki setiap hari.

“Saya umur 98 tahun, masih berkebun sendiri,” ujar Pak Makmun, sambil menunjuk kebun kecil miliknya di belakang rumah. Ia bercerita bahwa sejak muda, ia hampir tak pernah keluar pulau dan mengandalkan hidup dari hasil alam. “Di sini nggak ada asap kendaraan, nggak ada pabrik, cuma pohon dan laut,” tambahnya.

Keseharian masyarakat Gili Iyang memang masih sangat sederhana dan dekat dengan alam. Mayoritas bekerja sebagai petani, nelayan, atau pengrajin. Tidak ada kendaraan bermotor yang mendominasi jalanan. Anak-anak berjalan kaki ke sekolah, dan kegiatan masyarakat dilakukan secara gotong royong. Semua itu turut menjaga ekosistem udara tetap stabil dan bersih.

Pulau ini juga menyimpan potensi wisata luar biasa. Selain Gua Mahakarya, terdapat Pantai Ropet, Batu Cangga, serta jalur-jalur trekking yang menyenangkan untuk dijelajahi. Dengan segala potensi ini, tak heran jika Gili Iyang kini mulai dilirik sebagai destinasi wisata kesehatan (wellness tourism). Pemerintah Kabupaten Sumenep pun terus berupaya meningkatkan fasilitas dasar seperti dermaga, penginapan ramah lingkungan, serta pelatihan masyarakat dalam bidang pariwisata berbasis alam dan budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun