Mohon tunggu...
Frans Siringoringo
Frans Siringoringo Mohon Tunggu... Perekayasa Jaminan Aliran dan Proses -

Hidup dalam buminya Tuhan, berkutat dalam ilmu rekayasa, bernafas dalam lingkung sosial kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Merdeka Kata Si Bung

17 Agustus 2018   09:48 Diperbarui: 17 Agustus 2018   13:51 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Indonesia sebenarnya belum merdeka"

Kata-kata tersebut tidak jarang terdengar, terutama pada masa-masa mendekati hari peringatan kemerdekaan Republik Indonesia. 

Di tahun 2018, Indonesia memperingati tahun ke-73 sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia digaungkan. Dan meskipun sudah diperingati hingga 73 kali, namun kata-kata di atas masih terus disuarakan oleh orang-orang yang merasa bahwa, dengan melihat kondisi sekarang, Indonesia belum bisa dikatakan sebagai negara yang merdeka.

Tingkat kemiskinan yang masih tinggi, terutama di daerah pedesaan dan di Indonesia bagian timur, serta tingginya kesenjangan sosial di Indonesia merupakan sebagian dari realita bangsa yang membuat orang-orang tersebut merasa bahwa Indonesia memang belum merdeka. Kenyataan-kenyataan itu memang benar dan lantas memunculkan satu pertanyaan besar, "merdeka" seperti apa yang sebenarnya diproklamasikan oleh Bung Karno pada waktu itu?

Alangkah bijaknya jika menjawab pertanyaan tersebut dengan mengalihkan pandangan pada sejarah persiapan kemerdekaan Indonesia. Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) melaksanakan sidang pada masa-masa itu, yaitu tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945, untuk membahas tentang dasar negara Indonesia.

Di hari terakhir, Ir. Soekarno pun membacakan pidato, yang di dalamnya ternyata diketahui bahwa beliau menghadapi keraguan yang sama dari banyak orang tentang makna "merdeka".

Melalui pidatonya, Bung Karno menjelaskan bahwa beliau berkaca dari pengalaman bangsa-bangsa seperti Rusia, Inggris, Amerika, atau Arab Saudi dalam meraih kemerdekaan.

Bung Karno melihat bahwa "merdeka" bukan berarti sudah mapan dalam segala hal. Kemerdekaan bagi Bung Karno bermakna "jembatan emas". Untuk merdeka, Indonesia tidak menunggu untuk makmur terlebih dahulu. Di seberang jembatan inilah nantinya masyarakat Indonesia dibangun.(1)

Ada satu pertanyaan lagi yang mencuat setelah membaca pidato Bung Karno tersebut. Mengapa Indonesia harus menyeberangi "jembatan emas" ini untuk membangun bangsa? Mengapa bangsa Indonesia harus melewati kata "merdeka" terlebih dahulu untuk menjadi masyarakat yang makmur dan sejahtera? Yesus dari masa lalu seakan menjawab pertanyaan ini dan menegaskan makna "merdeka" menurut Bung Karno.

Dalam Alkitab, Yesus juga pernah diceritakan mengalami perdebatan yang hampir mirip dengan Bung Karno. Yesus berdebat dengan orang-orang Yahudi mengenai makna kata "merdeka". 

Tetapi ada yang berbeda pada perdebatan Yesus di sini dengan apa yang dialami Bung Karno. Yesus di sini menghadapi orang-orang yang menganggap bahwa diri mereka sudah merdeka, yang mana hal itu adalah wajar karena mereka menganggap merdeka berarti bebas dari perhambaan siapa pun.

Yesus memberi tahu mereka bahwa perhambaan bukan hanya mengenai yang terlihat secara kasa mata, tetapi juga perhambaan di dalam jiwa yang dikuasai oleh dosa (2). 

Bagi Yesus, orang-orang yang masih menjadi hamba dosa tersebut bukanlah orang yang merdeka. Jiwa yang masih menjadi hamba dosa akan mendorong tubuh untuk selalu melakukan perbuatan yang dikehendaki oleh dosa. Yang dibutuhkan di sini bukanlah merdeka yang kelihatan, melainkan merdeka yang tidak kelihatan, yaitu dalam jiwa dan kehendak.

Mungkin inilah yang dimaksud Bung Karno sebagai jembatan, yaitu menyeberang dari perhambaan kehendak. Indonesia bukan lagi negara yang menghambakan diri pada otoritas bangsa lain.

Indonesia adalah negara yang sudah memiliki jiwa dan kehendak yang bebas dan bisa menentukan arah ke depan. Jiwa Indonesia sudah merdeka dari pengaruh luar. Indonesia sudah merdeka dan sudah bisa melakukan kehendak bangsa yang tertuang dalam dasar negara, yang dirumuskan dan digali dari jati diri bangsa Indonesia itu sendiri.

Bung Karno sudah mengantarkan Indonesia untuk menyeberangi jembatan yang membebaskan Indonesia dari perhambaan kehendak. 

Bung Karno ingin para penerus bangsa ini tidak lagi memperdebatkan makna kata "merdeka". Sekarang, waktunya untuk membangun masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

Catatan:

  1. "Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 Tentang Perumusan Dasar Negara Pancasila" dalam situs gelora45.
  2. Dalam Yohanes 8:33-34 tertulis, "Jawab mereka: 'Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?' Kata Yesus kepada mereka: 'Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.'"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun