Partisipasi pebulu tangkis Australia yang berusia 26 tahun ini semakin mematenkan namanya di benua Asia.
Suporter dari benua Asia ini seketika memalingkan mata mereka menuju talenta emas negeri Kangguru. Gegara sosok Gronya Somerville dipandang sebagai perwakilan feminisme dunia yang "perfect."
Sosoknya sangat komplit. Antara talenta, sikap dan pembawaan serta kecantikan alami yang diberikan pencipta kepadanya.
Sebagai orang Asia, kita harus malu dengan superego kita terhadap pengekangan kaum hawa dalam berlaga di setiap turnamen internasional.
Pandangan kita selama ini memang salah terhadap partisipasi perempuan dalam menyuarakan haknya di dunia internasional dalam bidang olahraga.Â
Akan tetapi, kini, semua mata tertuju pada sosok Gronya Somerville. Karena kehadirannya mampu menyatukan perbedaan dalam kehidupan sosio-politik antar bangsa.
Gronya Somerville Sebagai Ikon Feminisme
Semangat sportivitas, kerja sama dan penghargaan yang diperlihatkan oleh Gronya Somerville selama Olimpiade Tokyo 2020 ikut mereformasi paradigma/kerangka berpikir kita untuk lebih menghargai sesama.
Berbeda bukan berarti harus bermusuhan. Apalagi saling sikut menyikut demi memuaskan ego semata. Akan tetapi, perbedaan itu adalah sesuatu yang indah, jika kita memiliki spiritual humanistik dalam keseharian kita.
Sosok Gronya Somerville melambangkan humannisme global. Terutama kalangan feminisme. Olimpiade Tokyo 2020 bukan hanya sekadar memperlihatkan kemampuan antar pemain. Akan tetapi, Olimpiade Tokyo 2020 sebagai ikon persatuan semua bangsa dalam memperjuangkan hak-haknya.
Selain itu, Olimpiade Tokyo sebagai ajang rekonstruksi/perbaikan relasi antar sesama bangsa yang terpecah belah, gegara kehadiran Pandemi Covid-19.