Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Creator Tafenpah

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Berpikir Itu Asyik

15 Maret 2021   09:36 Diperbarui: 15 Maret 2021   14:21 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengikuti naluri intuitif dalam pikiran. Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels.

Berpikir adalah kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari keseharian kita. Kita berpikir, karena ada kehidupan.

Kebanyakan berpikir juga tidak sehat. Berpikir minimalis juga tak sehat. Serba dilematis. Tapi, bagaimanapun juga, berpikir adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Apalagi memikirkan tentang keindahan. Misalnya bersafari di Kebun Binatang, menikmati terbitnya sang Surya dari puncak gunung, menghabiskan kerinduan di pinggir pantai, dll.

Berpikir diawali dari rasa penasaran. Rasa penasaran akan setiap hempasan deburan rindu yang disematkan dalam setiap lentikan bulu mata. Panca indra penglihatan selalu berjalan, beriringan dengan pikiran. Terkadang berpikir untuk kehidupan dan kematian. Diantara pikiran kehidupan dan kematian ada pilihan.

Pilihan untuk menikmati atau menenggelamkan diri ke dalam kesulitan. Semua itu tergantung dari cara berpikir kita. Bila kita memikirkan hal-hal yang sangat menyenangkan, alam bawah sadar kita akan mengikuti hukum semesta. Tapi, bila kita memikirkan hal-hal yang sulit, kesulitanlah yang akan kita dapatkan.

Sebagian besar orang menginvestasikan tenaga, waktu dan materi untuk menikmati pikiran di ruang-ruang laboratorium. Bukan tanpa alasan mereka melakukan kegiatan tersebut. Semua itu punya alasan tersendiri. Dan mereka sangat menikmatinya.

Para musafir berkeliling dunia untuk mengikuti arah pikirannya. Mereka rela meninggalkan kenyamanan dan kesunyian di kampung halamannya. Terkadang ada yang rela meninggalkan istri dan anaknya, hanya untuk menikmati arah pikirannya.

Berpikir adalah kemerdekaan hakiki. Dalam novel karangan Susanna Tamaro yang berbahasa Italia,"Va Dove Ti Porta II," atau dalam terjemahan bahasa Indonesia," Pergilah Ke Mana Hati Membawamu."

Berpikir adalah kegiatan mendengarkan suara hati. Ke mana arah pikiran kita, di situlah ada irama-irama kebahagiaan yang selalu bertautan erat dengan tubuh dan jiwa kita.

Berpikir adalah cara menyematkan naluri intuitif dalam setiap langkah kaki kita. Hidup di tengah situasi dan bangsa yang tak kondusif dalam setiap aspek kehidupan, tentunya berpikir adalah solusi untuk mengusir segala goresan-goresan penyesalan dan jeritan yang selalu mengejar kita. Berpikir juga melahirkan solusi.

Bayangkan kita memiliki masalah, dan kita hanya duduk berpangku tangan, bagaimana kita bisa keluar dari persoalan hidup yang pelik itu? Jalan terbaik adalah mengikuti naluri intuitif kita, yakni berpikir.

Berpikir adalah bagian dari merajut imajinasi. Imajinasi yang akan membawa kita dalam mendapatkan kebebasan untuk mengekspresikan diri. So, siapapun kita, berpikir adalah bagian yang tak bisa dipisahkan dari keseharian kita. Atau bila kita melihat lebih jauh dan menghubungkan dengan teori Gestalt, di sana kita akan menemukan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan berpikir.

Jargon berpikir sudah digaugkan oleh para Filsuf dari zaman kuno hingga post modern dan saat ini. Rene Descartes melahirkan banyak ilmu yang bermanfaat bagi siapapun saat ini, berawal dari kegiatan berpikir. " Aku berpikir, karena aku ada."

Seorang pujangga juga tidak terlepas dari kegiatan berpikir. Berpikir adalah urat nadi dari setiap karya. Karya ini juga lahir dari kegiatan berpikir dalam meracik imajinasi dan mengikuti naluri intuitif dalam setiap tarikan kata, kalimat dan paragraf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun