Saat ini kau ingin keluar dari kehidupan membiara, karena sudah tak nyaman dengan ritmenya. Tapi esok dan lusa, ketika kau menatap senja di ujung jembatan, kau akan memeluk irama-irama nostalgia yang telah pergi dari kehidupanmu. Kawan, betapa berharganya kau dididik di dalam Seminari. Tak seperti aku yang merindukan posisi kamu, jika seandainya kita bertukar posisi.
Umumnya, kita melihat apa yang dilakukan oleh orang lain sangat menarik, keren dan lebih baik dari kehidupan kita. Tapi, belum tentu akan menjadi sama, bila kita memiliki kesempatan untuk menjalaninya.
Kehidupan seorang Seminaris (Frater) di dalam Biara sangat dimanjakan dalam segala sesuatu. Fasilitas pengembangan kreativitas tersedia. Lalu, apa yang menjadi halangan terberat bagi para Frater dalam menjalani kesehariannya? Tentu, masalah ini akan bermuara pada rasa nyaman.Â
Rasa nyaman adalah kebutuhan setiap orang yang tidak bisa digantikan dengan materi. Memang, hidup tanpa materi akan mengundang banyak persoalan hidup. Tapi, lebih jauhnya, ada satu hal yang belum dirasakan oleh setiap orang, yakni rasa syukur.
Ada orang yang kelimpahan materi, tapi selalu merasa kekurangan kasih, perhatian dan waktu yang berharga bersama orang-orang tercinta. Namun, ada juga yang kekurangan materi, tapi selalu dilimpahi keluarga yang baik, kasih dan perhatian dari orang-orang terdekatnya. Â Inilah seni kehidupan yang belum semua orang menikmati ritmenya.
Ritme kehidupan seorang seminaris (Frater) kurang lebih seperti potretan di atas. Hidup terasa berat bila setiap hari hanya ditemani dengan pembekalan hidup, buku bacaan, berdoa, bernyanyi, berdiskusi, sharing, dll. Ada yang menjalani kehidupan membiara (Frater), seperti; pohon beringin. Ke mana angin bertiup, ia pun mengikuti. Di mana ada orang tertawa dan tersenyum, ia ikut tertawa dan tersenyum.
Ada pun, yang hidupnya datar, biasa-biasa saja. Antara hidup atau mati. Tiada seorang pun yang tahu. Selain Sang Pengada.
Seiring berjalannya waktu, ada kerinduan untuk mengulangi kebersamaan di dalam Seminari. Apalagi, setiap sore di ujung jembatan ada senja di tengah perairan. Lalu, terlintaslah nostalgia menikmati ritme-ritme kehidupan Seminari.
Kawan, di ujung episode ini, aku hanya ingin berpesan kepadamu. Bersyukurlah, selagi masih ada kesempatan. Karena kesempatan yang sangat berharga, hanya datang sekali seumur peziarahan kita di tengah samudera kehidupan ini. Aku tak mau, suatu saat, ketika kau menatap senja, kau kembali mengulangi ritme-ritme kehidupan Seminari.
Kawan, mari kita menautkan rasa penasaran, penyesalan atas segala sesuatu yang sudah berlalu dengan rasa syukur. Biarkanlah memori penjara rahim 2020, kita jadikan sebagai guru sejati dalam menatap hari esok dan lusa. Terutama rencana-rencana kita di tahun 2021.Â