Mohon tunggu...
frederika
frederika Mohon Tunggu... Freelancer - frede

:)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Keadilan di Korupsi, Pelanggaran HAM Berat Harus Dituntaskan!

8 Desember 2019   12:26 Diperbarui: 8 Desember 2019   12:33 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pelanggaran ham berat merupakan pelanggaran yang membahayakan nyawa orang lain. Pada penggolongan ini termasuk sebuah perbuatan besar dan dipastikan mendapatkan hukuman yang sepadan sesuai dengan tingkatan pelanggaran yang dilakukan.[1] Ada beberapa contoh kasus pelanggaran ham berat diantaranya diantaranya :

 

Peristiwa Trisakti;

Tragedi Semanggi I dan II;

Tragedi Bom Bali;

Kasus Pemberontakan GAM;

Kasus Pembantaian Masal Anggota PKI, dsb.[2]

 Sebanyak 15 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat berada di bawah penanganan Kejaksaan Agung. Namun, hanya tiga kasus yang mampu dituntaskan salah satunya adalah Tragedi Semanggi. Latar belakang dari Tragedi Semanggi adalah pada bulan November  1998 pemerintah transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimew untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan Bacharuddin Jusuf Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/MPR Orde Baru. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.

Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa MPR 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari seluruh Indonesia dan dunia internasional Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa.

Pada tanggal 24 September 1999 untuk kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada aksi mahasiswa. Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB.[3]

Dari bentrokan tersebut mengakibatkan korban berjatuhan baik yang terluka maupun meninggal. Korban yang meninggal mencapai 17 orang diantaranya 6 orang mahasiswa, 2 oang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat Polri, seorang satpam, 4 orang anggota Pam Swakarsa, dan 3 orang warga. Sementara itu, 456 korban mengalami luka-luka akibat tembakan senjata api, pukulan benda keras. Termasuk seorang anak kecil berusia 6 tahun terkena peluru nyasar di kepala.[4]

Lalu pertanyaannya sekarang adalah apa saja hak yang dilanggar dalam kasus Tragedi Semanggi I dan II? Mengapa kasus ini belum dituntaskan hingga saat ini dan dimana letak keadilannya? Upaya apa yang bisa dilakukan pihak yang berwenang untuk menuntaskan kasus ini?

Hak yang dilanggar dalam kasus Tragedi Semanggi I dan II

Ada beberapa hak yang dilanggar dalam kasus ini diantaranya :

Hak untuk hidup

Menurut pasal 28A UUD 1945 yang berbunyi "setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya." Dalam hal ini, hak untuk hidup para korban telah dilanggar dengan adanya pembunuhan terhadap mahasiswa, petugas medis, wartawan dan masyarakat.

Hak untuk mengemukakan pendapat dimuka umum

Sesuai dengan pasal 28E UUD 1945 bahwa, "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat." Dari kasus ini, terlihat jelas bahwa ketika mahasiswa dan masyarakat ingin mengemukakan pendapat justru dilawan dengan aksi kekerasan oleh aparat yang berwenang dan tidak diberikan kesempatan.

Hak untuk mendapat perlindungan hukum.

Pasal 28D ayat (1) mengatakan, "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum".  Jelas bahwa dalam kasus ini tidak ada perlindungan hukum yang diberikan kepada para mahasiswa ataupun masyarakat yang terlibat aksi.

Alasan kasus ini belum dituntaskan dan letak keadilannya

 Kasus Tragedi Semanggi ini masih jadi perdebatan dan perbincangan khalayak ramai, dimana sampai sekarang kasus ini belum menemukan titik penyelesaiannya. Permasalahan ego sektoral antara Komnas HAM sebagai Penyelidik kasus Pelanggaran HAM Berat dan Kejaksaan Agung sebagai Penyidik dan Penuntut untuk kasus Pelanggaran HAM Berat masih menjadi sebuah hambatan paling besar untuk diuraikan.

Dalam memproses kasus ini, banyak hal yang menjadi perdebatan diantaranya karena Undang-Undang HAM saling bertolak belakang dengan hasil Panitia Khusus DPR yang menyatakan bahwa peristiwa penembakan itu bukan tergolong pelanggaran HAM berat. Selain dari alasan tersebut, ada alasan lain karena para pelaku yang diduga melakukan tindak pidana HAM tersebut merupakan kaum elit. Alasan lain adalah karena pada saat itu belum ada Pengadilan Ad Hoc untuk pelanggaran ham berat ini. Lalu dimana letak keadilannya?

Dalam kasus ini keadilan dikorupsi. Tidak ada keadilan yang diberikan kepada para korban. Hal ini pun tidak sesuai dengan Sila ke-5 yang berbunyi "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia." Indonesia adalah negara yang adil, namun dalam kasus ini dimana letak keadilannya? Sampai saat ini kasus ini pun belum dituntaskan, berarti Indonesia belum bisa berlaku adil terhadap rakyatnya. Para keluarga korban, mahasiswa dan masyarakat telah meminta berulang kali menuntuk pihak yang berwenang untuk mengusut tuntas kasus ini. Seharusnya jika Indonesia adalah negara yang adil maka kasus ini bisa segera dituntaskan.

Upaya Penyelesaian

Upaya penyelesaian yang bisa dilakukan dilakukan oleh pemerintah berdasarkan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 adalah sebuah Undang-undang yang mengatur Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Secara historis UU Pengadilan HAM lahir karena amanat Bab IX Pasal 104 Ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999.

Dengan lahirnya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM tersebut, maka penyelesaian kasus HAM berat dilakukan dilingkungan Peradilan Umum. Ini merupakan wujud dari kepedulian negara terhadap warga negaranya sendiri. Negara menyadari bahwa perlunya suatu lembaga yang menjamin akan hak pribadi seseorang. Jaminan inilah yang diharapkan nantinya setiap individu dapat mengetahui batas haknya dan menghargai hak orang lain.

Dengan diundangkannya UU ini, setidaknya memberikan kesempatan untuk membuka kembali kasus pelanggaran HAM berat yang penah terjadi di Indonesia sebelum diundangkan UU Pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 43-44 tentang Pengadilan HAM Ad Hoc dan Pasal 46 tentang tidak berlakunya ketentuan kadaluwarsa dalam pelanggaran HAM berat. Masuknya ketentuan tersebut dimaksudkan agar kasus-kasus yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dapat diadili.

Pelanggaran ham berat merupakan pelanggaran yang membahayakan nyawa orang lain. Pada penggolongan ini termasuk sebuah perbuatan besar dan dipastikan mendapatkan hukuman yang sepadan sesuai dengan tingkatan pelanggaran yang dilakukan. Sebanyak 15 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat berada di bawah penanganan Kejaksaan Agung. Namun, hanya tiga kasus yang mampu dituntaskan salah satunya adalah Tragedi Semanggi.

Banyak hal yang dilanggar dalam kasus ini, diataranya hak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Yang dimana semua rakyat Indonesia berhak mendapat perlindungan hukum yang sama.

Upaya penyelesaian yang bisa dilakukan dilakukan oleh pemerintah Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 adalah sebuah Undang-undang yang mengatur Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

(Frederika F M. - Fakultas Hukum Unika Atma Jaya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun