More is lost by indecision than wrong decision - Marcus Tullius Cicero
Ada banyak cara untuk belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Kita bisa belajar dari alam: dari air, misalnya, yang senantiasa mengalir ke bawah, seakan mengajarkan kita untuk tidak melupakan orang-orang yang ada di bawah kepemimpinan kita---mereka yang bekerja diam-diam tanpa sorotan, tetapi menopang keberhasilan kita. Atau dari lilin, yang rela mengorbankan dirinya demi menerangi sekitar. Kepemimpinan sejati memang mengandung unsur pengorbanan.
Saya teringat pada sebuah cerita sederhana yang maknanya justru begitu dalam. Cerita ini terus saya ingat karena memberi pelajaran penting tentang prinsip, keputusan, dan tekanan dari sekitar. Cerita ini tentang seorang kakek dan cucunya yang hidup bersama di sebuah desa di atas gunung.
Sepeninggal kedua orang tuanya akibat kecelakaan, seorang anak kecil diasuh oleh kakeknya. Mereka tinggal sederhana di lereng gunung. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sang kakek mencari hasil hutan dan membuat kerajinan kayu yang sesekali dijual ke pasar di kaki gunung.
Ketika cucunya mulai beranjak besar, sang kakek ingin menyekolahkannya ke lembah. Namun, terbentur masalah biaya. Satu-satunya harta yang mereka miliki adalah seekor keledai. Maka sang kakek memutuskan menjualnya.
Pagi itu, mereka bersiap menuju pasar. Karena jalan menurun cukup terjal, kakek meminta cucunya naik ke atas keledai, sementara ia sendiri berjalan menuntun.
Tak lama berjalan, mereka bertemu dengan sekelompok pemburu.
"Hai, bocah tak tahu diri! Masih kecil sudah jadi majikan. Masa kakekmu yang sudah renta harus berjalan, sementara kamu duduk santai di atas keledai?" hardik salah satu pemburu.
Sang cucu merasa bersalah. Ia pun turun dan meminta kakeknya untuk naik menggantikannya.
Perjalanan dilanjutkan. Di tepi sungai, mereka berpapasan dengan sekelompok ibu-ibu yang tengah mencuci.