Mohon tunggu...
Freddy
Freddy Mohon Tunggu... Konsultan - Sales - Marketing - Operation

To complete tasks and working target perfectly. Leave path in a trail.

Selanjutnya

Tutup

Balap Artikel Utama

Pelajaran dari Perjalanan Jorge Lorenzo

18 November 2019   12:34 Diperbarui: 15 Februari 2020   10:24 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Bolapsort.com

Jika anda menang, anda menjadi orang yang berbahagia. Jika anda kalah, anda harus belajar jadi bijaksana (Jorge Lorenzo)

Jorge Lorenzo akhirnya mengumumkan rencana pensiun nya menjelang putaran MotoGP terakhir di Tahun 2019 di Valencia. Pemegang titel Juara Dunia 5 kali, dengan 3 diantaranya Juara Dunia MotoGP ini akhirnya menyerah dengan pertimbangan fisik akibat cedera yang berturut-turut menimpanya sejak Tahun 2018 dan 2019. 

Rider asal Spanyol ini pertama kali turun membalap di kejuaraan dunia balap motor kelas 125cc di Tahun 2002 saat masih berusia 15 tahun. Tidak lama kemudian, Jorge Lorenzo telah menyabet gelar Juara Dunia balap motor kelas 250cc dua tahun berturut-turut di Tahun 2006 & Tahun 2007.

Tahun 2008 Jorge Lorenzo ditarik Team Pabrikan Yamaha menjadi tandem Valentino Rossi. 

Siapa sangka masuknya Jorge Lorenzo ke Yamaha ternyata mengganggu dominasi Valentino Rossi, hingga di Tahun 2010 Jorge berhasil merebut titel juara dunia sehingga dianggap menghalangi ambisi Rossi untuk mengumpulkan titel juara dunia terbanyak dalam sejarah MotoGP. 

Semenjak Tahun 2010, rivalitas Valentino Rossi terhadap Jorge Lorenzo memanas hingga kemudian Valentino Rossi meninggalkan Yamaha dan hengkang ke Ducati di Tahun 2011 dan 2012.

Catatan statistik dan prestasi Jorge Lorenzo:

  1. Juara Dunia 5 kali: 2 kali di Kelas 250cc (2006 & 2007) dan 3 kali di kelas utama MotoGP (2010, 2012 dan 2015).
  2. Meraih 68 kemenangan di semua kelas, dengan 47 kali diantaranya di kelas utama MotoGP
  3. Meraih 152 podium selama karirnya, dengan 114 diantaranya di kelas utama MotoGP
  4. Pernah mengumpulkan poin terbanyak dalam satu musim, yaitu di Tahun 2010 dengan jumlah poin 383. Butuh 9 tahun untuk kemudian dipecahkan Marc Marquez di Tahun 2019 dengan poin sebanyak 420.
  5. Sepanjang karir Marc Marquez, hanya Jorge Lorenzo yang berhasil menghentikan langkahnya menjadi juara dunia di Tahun 2015

Jorge Lorenzo memang pembalap yang fenomenal. Saya salah satu penggemar beratnya. Jorge Lorenzo bagi saya adalah pendobrak dominasi Valentino Rossi di Yamaha. 

Ia datang ke Yamaha di Tahun 2008 bukan sekedar menjadi tandem Valentino Rossi. Ia datang ke Yamaha dengan semangat dan ambisi menjadi Juara Dunia kelas utama MotoGP. 

Perbedaannya dapat dilihat pada Danillo Petruci yang hanya menganggap dirinya sebagai tandem Andrea Dovisiosi di Ducati. Karena Petruci menanggap dirinya "hanya" sebagai tandem, ia sungkan untuk membalap lebih cepat dari Dovisioso. 

Kemenangan 1 kali saja di MotoGP Italia di Tahun 2019 sudah membuat dirinya menyesal telah mengalahkan Dovisioso yang dianggap memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan balapan tersebut. Petruci tdk akan bisa menjuarai banyak perlombaan atau bahkan menjadi juara dunia selama ia tidak mengubah cara berpikirnya.

Kembali ke Jorge Lorenzo, ia berambisi menjadi yang terbaik dengan menjuarai kelas utama MotoGP, maka ia berjuang habis-habisan untuk mengalahkan semua pembalap, termasuk rekan senior 1 teamnya, Rossi. 

Dalam dunia olah raga yang menjunjung tinggi kesetaraan, sportivitas dan prestasi, apa yang dilakukan oleh Jorge Lorenzo selama menjadi rekan satu team Rossi bukanlah suatu hal yang tabu. 

Tidak ada yang namanya teman tandem belaka. Tidak ada yang namanya senior dan yunior dalam satu team. Dan bahkan tidak diperbolehkan adanya Team Order untuk memenangkan rekan satu team. 

Namun akibat dominasi Rossi di Yamaha, karena hanya yang Rossi yang bisa mematahkan dominasi Honda dalam kejuaraan kelas utama MotoGP, Jorge Lorenzo yang telah menyumbangkan 3 titel juara untuk Yamaha merasa kurang dihargai sehingga menerima tawaran bergabung Ducati di Tahun 2017. 

Mengapa Jorge Lorenzo mau menerima tawaran Ducati sementara Ducati saat itu dikenal sulit dikendarai karena bertenaga besar? Bukankah Lorenzo telah melihat kegagalan Rossi menuai prestasi saat menunggangi Ducati di tahun 2011 & Tahun 2012? 

Adalah General Manager Ducati Corse, Luigi Dall'Igna yang berhasil membujuk Lorenzo untuk hengkang dari Yamaha ke Ducati. Disamping tawaran nilai kontrak untuk Lorenzo yang besar, yang tidak diperolehnya di Yamaha; kedekatan dan kepercayaan Lorenzo kepada Luigi membuat Lorenzo yakin bisa mendapatkan motor yang hebat sesuai keinginan Lorenzo dari tangan dingin Luigi.

Namun di tahun pertama Lorenzo bergabung dengan Ducati, ia tidak pernah memetik kemenangan walaupun berhasil naik podium 3  kali. 

Sebaliknya ia justru banyak membantu team teknis Ducati dalam memperbaiki kelemahan-kelemahan motor Ducati sehingga rekan satu team nya, Andrea Dovisioso berhasil meraih 6 kemanangan + 2 podium di Tahun 2017. 

Sementara di Tahun 2016, dengan team yang sama, Dovisioso hanya mampu meraih 1 kemanangan + 4 podium. 

Lorenzo memang pembalap yang memiliki karakter balapnya sendiri. Penyesuaian karakter balapnya dengan motor tunggangannya membutuhkan waktu lama. 

Butuh 24 balapan bagi Lorenzo untuk mengukir kemenangan perdana nya bersama Ducati, di putaran MotoGP Italia; 1,5 tahun semenjak Lorenzo bergabung dihitung dari Januari 2017. Sementara CEO dan petinggi Ducati hingga Bulan Mei 2018 terus memperlihatkan ketidaksabaran melihat perkembangan Lorenzo. 

Bulan Mei 2018, CEO Ducati mengirim sinyal kepada media untuk melepas Lorenzo usai kontrak berakhir di tahun 2018. 1 bulan kemudian, Lorenzo memenangkan balap MotoGP Italia di Bulan Juni 2018. 

Pihak Ducati terkejut dan ingin menarik pernyataannya melepas Lorenzo, namun ternyata pihak Honda sudah terlebih dahulu mengikat Lorenzo dengan kontrak di Tahun 2019-2020.

Atas kontribusi yang diberikan Lorenzo kepada Ducati dalam memperbaiki kelemahannya, tidak kurang General Manager Ducati Corse Luigi Dall'Igna dan CEO Ducati Domenicali mengakui dan berterima kasih. 

Namun apa daya, nasi sudah menjadi bubur, ketidak sabaran dan sindiran dari petinggi Ducati membuat Lorenzo pergi ke Honda. Dan ternyata di Tahun 2019, Ducati sendiri mengalami penurunan prestasi. 

Sepeninggal Lorenzo dari Ducati, Andrea Dovisioso di Tahun 2019 ini hanya mampu meraih 2 kemenangan + 7 podium. Bandingkan dengan statistik Dovisioso di Tahun 2018 yang mampu meraih 4 kemenangan + 5 podium.

Seelah 1 tahun bergabung dengan Honda, cedera yang dialami Lorenzo selain kembali ia harus beradaptasi dengan karakter motor yang berbeda, membuat Lorenzo terpuruk di posisi bawah, sehingga akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri di Tahun 2020.

Apa yang salah dengan Lorenzo?

Benar Lorenzo adalah pembalap yang fenomenal. Ia memiliki jiwa pemenang, ia tidak mau sekedar menjadi rekan tandem semata. Lorenzo juga dikenal sebagai pembalap yang "bersih" dengan gayanya yang clean & smooth. Ia berhasil mematahkan dominasi Rossi serta merebut titel juara dunia dari tangan Marquez di Tahun 2015. 

Namun sayangnya, praktis di Tahun 2017 hingga 2019, ia lebih banyak menghabiskan waktu mempelajari dan menyesuaikan gaya balapnya dengan karakter motor yang berbeda. 

Mungkin perjalanan karir balapnya sekarang akan berbeda kalau ia menurunkan ego nya dan memilih tetap bertahan di Yamaha pada Tahun 2017. 

Namun tidak ada yang pasti di dunia ini bukan? Dan kita tidak hidup dalam kondisi "seandainya". Tapi bukankah Yamaha juga mengalami kesulitan sejak Tahun 2017-2018 dan paruh pertama 2019 ini karena motor Yamaha kalah kompetitif dibandingkan dengan Honda dan Ducati, mulai dari masalah elektronik, akselerasi, dll? 

Lorenzo lebih tepat menggambarkan karakter Generasi Y. Ia aktif & agresif utk menjadi yang terbaik, serta egosentris. Ia tidak menyia-siakan kesempatan menjadi pembalap utama Ducati dengan nilai kontrak yang tinggi walaupun ia tahu tantangan karakter motor berbeda yang harus ia taklukkan. 

Demikian juga di saat ia merasa tidak dihargai di Ducati, walaupun ia yakin telah mengalami kemajuan di Ducati, ia tidak menyia-siakan kesempatan utk bergabung dengan Honda walaupun tawaran nilai kontraknya lebih rendah karena ia yakin setelah berhasil menaklukkan motor Ducati, maka menaklukkan motor Honda bukan lagi suatu kemustahilan. 

Mungkin cara berpikir Lorenzo benar saat ia memutuskan pindah dari Ducati ke Honda. Mungkin juga salah. Namun diluar rencana Lorenzo, ada kecelakaan bertubi-tubi yang didera Lorenzo yang membuat ia kesulitan untuk membalap dengan kecepatan yang tinggi. 

Selain faktor fisik, ada trauma psikologi yang menghantui pikirannya sehingga membuat ia lebih"berhati-hati" dalam membalap. Sementara membalap dengan "hati-hati" tidak ada dalam kamus semua pembalap.

Sekali lagi, mungkin kalau Lorenzo sabar, tidak tergoda tawaran Ducati, jalan ceritanya akan berbeda dengan hari ini. Tapi, siapa tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari?

Lantas apa yang bisa kita petik sebagai pelajaran dari perjalanan Jorge Lorenzo ini?

Kita pasti sering mengalami hal yang sama dengan Lorenzo. Tidak dihargai di perusahaan tempat kita bekerja. Kekecewaan yang timbul membuat kita menerima tawaran bekerja di tempat lain karena faktor gaji yang lebih baik. Kita merasa dihargai lebih baik di tempat baru. 

Namun ternyata di tempat baru,  kita menghadapi tantangan yang sama. Owner hanya baik selama bulan madu, penyesuaian diri dengan budaya kerja di tempat baru ternyata lebih sulit dari yang kita duga. 

Namun setelah kita berhasil "menaklukkan" perusahaan baru, kita harus merenung kembali untuk menerima tawaran pindah lagi. Apakah kita mau terus menerus berusaha beradaptasi dengan lingkungan dan budaya kerja yang baru? Berapa lama lagi kita harus membuang waktu hanya utk beradaptasi kembali? itupun kalau berhasil. Bagaimana kalau gagal beradaptasi?

Lorenzo, diluar masalah fisik karena kecelakaan, harusnya tahu bahwa setelah ia berhasil menaklukkan motor Ducati tunggangannya dengan menjuarai MotoGP Italia 2018, masihkah ia mau membuang waktu beradaptasi kembali dengan motor baru yang jelas karakternya berbeda lagi? 

Namun akhirnya emosi Lorenzo atas sindiran petinggi Ducati yang menjadi pemenang. Ia pun pindah lagi, dan kini berakhir dengan pensiun dini di usia yang tergolong masih produktif untuk membalap.

Salam,

Freddy Kwan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun