Mohon tunggu...
FRANSISKUS LATURE
FRANSISKUS LATURE Mohon Tunggu... Advokat | Penulis | Managing Partner FLP Law Firm

Antara hukum dan kemanusiaan, saya memilih berjalan di garis tipis yang memisahkan keduanya. Menulis untuk memastikan kebenaran tetap hidup di tengah bisingnya zaman.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Misteri Nama JKW dan Dewi Iriana di Lautan Timur Indonesia

12 Juni 2025   12:09 Diperbarui: 12 Juni 2025   12:11 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Kapal JKW Mahakam 5. (Sumber: Grid.id/Irene Cyntia/via Tribun Bengkulu).| Fransiskus Lature, S.H.

Nama dua kapal, JKW dan Dewi Iriana, mendadak menyita perhatian publik. Penyebabnya bukan sekadar soal muatan, tetapi soal penamaan. Nama yang menyerupai Presiden ketujuh Republik Indonesia dan istrinya ini menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat yang mulai peka membaca simbol dan makna tersembunyi.

Perbincangan mencuat karena banyak warganet mengaitkan keberadaan kapal tersebut dengan aktivitas Pertambangan Nikel di kawasan timur Indonesia, termasuk Raja Ampat yang kaya sumber daya namun rentan eksploitasi. Narasi berkembang cepat. Ada yang menilai nama kapal itu sebagai bentuk glorifikasi. Ada pula yang membaca sebagai cara halus menancapkan hegemoni.

Namun, setelah ditelusuri lebih dalam, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa kapal JKW Mahakam dan Dewi Iriana pernah bersandar atau beroperasi di perairan Raja Ampat. Beberapa pelacak posisi kapal justru mencatat keduanya berada di wilayah perairan Kalimantan dan Sulawesi. Isu soal keberadaan kapal di Raja Ampat tampaknya tumbuh dari simpang siur informasi yang tidak diverifikasi secara utuh. 

Ilustrasi Kapal Tugboat Pengangkut Biji Nikel Dengan Nama Dewi Iriana 2 (Sumber:Kontan.co.id/Adi Wikanto)
Ilustrasi Kapal Tugboat Pengangkut Biji Nikel Dengan Nama Dewi Iriana 2 (Sumber:Kontan.co.id/Adi Wikanto)

Maka, koreksi terhadap fakta ini penting untuk menjaga integritas informasi dan mencegah pembentukan opini yang keliru.

Meski demikian, publik tetap berhak bertanya. Mengapa nama-nama itu dipilih? Apakah pemilihan nama yang identik dengan tokoh nasional hanya kebetulan semata? Atau ada maksud tertentu yang belum terungkap ke permukaan?

Pihak perusahaan pemilik kapal telah memberikan klarifikasi. Mereka menyatakan bahwa penamaan tersebut tidak ada kaitannya dengan Mantan Presiden Joko Widodo dan Iriana. Nama-nama itu disebut sebagai bagian dari kode internal perusahaan, tanpa maksud politis atau personal.

Namun, dalam demokrasi yang sehat, klarifikasi teknis tak cukup. Publik tidak sekadar menilai apa yang dikatakan, tetapi juga konteks dan dampaknya. Terlebih ketika nama yang digunakan berkaitan dengan tokoh yang memiliki kekuatan simbolik besar di mata masyarakat. Nama bukan hanya aksara. Ia adalah tanda. Ia adalah makna yang bisa menggerakkan opini atau menciptakan ilusi kuasa.

Simbol bisa bekerja lebih tajam dari pidato. Di masa ketika nama bisa disulap menjadi alat penetrasi pengaruh, bahkan legitimasi. Maka, sensitivitas terhadap simbol adalah bagian dari kesadaran kolektif untuk menjaga ruang publik dari penyelundupan makna yang menyesatkan.

Karena itu, pengawasan publik terhadap penggunaan nama tokoh nasional di sarana Komersial bukan hal yang berlebihan. Justru itu bukti bahwa demokrasi bekerja. Bukti bahwa masyarakat tidak lagi menelan begitu saja simbol-simbol yang hadir tanpa penjelasan.

Foto Mantan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo dan Iriana (Sumber: BPMI Setpres/Vico) 
Foto Mantan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo dan Iriana (Sumber: BPMI Setpres/Vico) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun