Ia tidak banyak bicara, namun langkahnya tegas, wajahnya tenang, dan pandangannya jernih. Di tengah derasnya arus kepentingan dan suara yang saling menenggelamkan, Kejaksaan tetap berdiri dengan kepala tegak. Ia bukan hanya institusi hukum. Ia adalah wakil dari harapan publik yang ingin keadilan tidak sekadar menjadi cerita.
Selama ini, Kejaksaan bekerja dalam senyap. Ia tidak mengejar pujian, tidak pula sibuk mencari sorotan. Ia memilih membiarkan hasil yang berbicara. Namun kini, saat gelombang kebisingan mulai membanjiri ruang publik dan mempermainkan logika rakyat, Kejaksaan tak bisa lagi tinggal diam.
Di ruang maya, bertebaran suara yang menggugat penyidikan. Mereka menyebut penegakan hukum sebagai alat kekuasaan. Mereka membalikkan fakta seolah penyidik sedang mengejar dendam. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya. Jaksa Penyidik bekerja berdasarkan aturan, bukan pesanan.
Kejaksaan pun menelusuri jejak dari mana suara-suara ini berasal. Ia menemukan adanya jaringan penyebar opini yang dibayar. Di pucuknya berdiri M Adhiya Muzakki, sosok yang dikenal luas sebagai pengendali konten buzzer. Ia bukan aktivis, bukan juga akademisi. Ia adalah perancang opini yang menjual persepsi dengan bayaran. Narasi mereka tidak membawa informasi, melainkan distorsi. Kebohongan mereka buat seolah masuk akal, dan keraguan mereka tebarkan agar publik kehilangan arah.
Di belakang jaringan itu, terungkap pula nama Marcella Santoso, seorang Advokat yang diduga terlibat dalam upaya mempengaruhi opini demi melemahkan langkah penyidikan. Mereka tidak sekadar membangun narasi tandingan. Mereka membentuk pertahanan digital untuk melindungi kepentingan pribadi yang sedang terancam oleh hukum.
Namun Kejaksaan tidak gentar. Ia menjawab bukan dengan wacana, melainkan tindakan. Ia menetapkan tersangka. Ia membuka kedok jaringan yang mencoba menyusupi ruang kepercayaan publik. Kejaksaan membuktikan bahwa hukum masih punya nyali, bahwa negara tidak sepenuhnya lumpuh oleh serangan akun-akun tak bernama.
Semua ini dilakukan bukan karena ambisi pribadi. Kejaksaan bekerja berdasarkan semboyan yang menjadi roh pengabdian yaitu Satya Adhi Wicaksana. Satya berarti kesetiaan kepada kebenaran. Adhi berarti menjunjung tinggi keutamaan. Wicaksana berarti kebijaksanaan dalam setiap langkah. Tiga nilai ini menjadi fondasi moral yang membimbing setiap keputusan agar tetap berada di jalur keadilan.
Rakyat melihat semua itu, dan mereka sadar. Mereka tahu siapa yang sedang bekerja dan siapa yang sedang bersandiwara. Mereka berdiri bersama Kejaksaan, bukan karena dipaksa, melainkan karena percaya. Di tengah banyak lembaga yang kehilangan arah, Kejaksaan justru muncul sebagai simpul harapan.
Kejaksaan hari ini bukan sekadar pelaksana undang-undang. Ia adalah benteng terakhir dari kewarasan yang coba dihancurkan oleh kebisingan palsu. Ia adalah penjaga akal sehat yang tersisa, saat suara-suara berbayar berusaha memadamkan cahaya hukum.
Selama Kejaksaan tetap berada di jalur kebenaran, rakyat akan tetap berdiri di belakangnya. Karena mereka tahu, penjaga keadilan itu tidak lahir dari popularitas atau viralitas. Ia hadir dari keberanian untuk bertindak jujur, di saat yang lain memilih diam.