Mohon tunggu...
Fransiska Isti
Fransiska Isti Mohon Tunggu... Guru - Tulisan adalah jejak kaki yang kita tinggalkan.

youtube.com/@fransisca_otey

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Desember

3 Maret 2021   00:24 Diperbarui: 3 Maret 2021   00:26 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto @yosevinwinda_ mengintip kecemburuan dari balik jendela

Seumpama aku jadi embun, aku akan berdamai dengan hujan. Hujan selalu mendahuluiku membasahi tanah, dedaunan, ranting pohon, genting, jalan raya, dan hampir semua bagian di muka bumi ini dari kemarin sore. Dia selalu lebih awal memberikan kesejukan, padahal aku berharap akulah yang dinanti tiap pagi. Tapi tidak untuk pagi ini, aku merasa terlambat. Hujan datang lebih awal daripada aku.

Itulah yang aku rasakan. Aku selalu berharap akulah orang pertama yang hadir pada pagi hari untuknya. Tapi ternyata bukan. Beberapa hari lalu, aku buka pesan WhatsApp-nya. Benar kan, ada orang lain dari kemarin sore yang chat dengannya. Tiap hari Selasa dan Kamis, aku memang harus berangkat ke kantor lebih pagi, sebelum sarapan terhidang. Hari Jumat, aku juga selalu lembur di kantor. Harusnya aku kerja sampai pukul 16.00 WIB saja, aku lembur sampai pukul 20.00 WIB. Lalu, apa aku salah kalau aku tak bisa temani dia melalui chat? Apa iya, tiap waktu aku harus berkabar ini itu kepadanya? Lagipula dia juga sudah tahu aktivitasku. Uhhhhh, aku kesel. Kenapa dia masih saja berhubungan dengan masa lalunya. Dan yang buat kesel lagi, si masa lalu itu datang tiap sore menjelang malam ketika aku sedang tidak bersamanya. Ya, meskipun dia datang di chat saja. Tapi aku kan kesel. Aku capai kerja, sedangkan dia yang kerjanya selesai lebih awal dariku malah keasyikan balas chat darinya. Perempuan mana coba yang nggak kesel.

Tapi mau gimana lagi, masa lalu itu datang membahas project kerja dengannya. Perusahaannya bekerja sama dengan perusahaan dia. Di sinilah kadang aku harus profesional. Ahhhhh, nggak mau!!! Aku takut hatinya terayu suasana dengannya.

"Udahlah, Mami. Kenapa lo pusing amat sih mikirin Elang? Uda deh, percaya aja."

Kawanku di kantor, Indri, yang suka panggil aku Mami karena baginya aku lebih keibuan daripada dirinya. Dia selalu memintaku untuk 'tenang aja' kalau aku curhat tentang Elang kepadanya.

"Ya, gimana nggak pusing, nggak cemburu coba kalau tiap gua lembur, dia malah chatting sama mantannya!"

"Eit..., lihat dulu dia chat apa? Masalah kerjaan kan? Bukan masalah yang lain?"

"Iya sih, tapi aku kan...."

"Ah, kamu kebanyakan tapi. Kapan lu bisa hidup tenang kalau pikiran lu negatif melulu? Gini ya, gua ingetin kesekian ribu kali. Bosen sih gua ingetin lu melulu. Orang jalin hubungan itu kudu saling percaya, Monica."

"Gua akui, bener apa yang lu bilang Ndri. Hufff...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun