Upaya Membangun Komunikasi
Penulis masuk ke Topik Pilihan Populasi Manusia Capai 8 Milyar. Dan salah satu isi pembahasan yang diminta adalah saran atau upaya yang mungkin bisa diambil untuk tema ini.
Penulis sebagai bagian dari penduduk bumi ini hanya bisa melihat dari sisi terdekat yaitu sekitar kita. Apa yang bisa disumbangkan?
Salah satu sumbangan penulis adalah mengingatkan kita semua ada suatu yang sangat mendesak bagi kita semua dimulai dari tempat tinggal kita yaitu SAMPAH. Bisa dibayangkan sampah 8 milyar manusia dibuang di satu tempat. Atau jika 8 milyar manusia tidak peduli tentang sampah.
Maka Penulis memulai dari peristiwa persampahan di sekitar tempat tinggal Penulis. Mungkin bisa menggerakkan hati pembaca Kompasiana tentang Gerakan Membuang Sampah Pada Tempatnya dan Mengurangi Sampah Plastik! Selamat menyimak kisah kecil kami, semoga bermanfaat.
***
Kegiatan Lima Belas Menit Sebelum Proses Pembelajaran
Ketika Penulis di minta menjadi Pembina Upacara di tahun sebelum Pandemi. Salah satu hal yang pernah penulis ungkapkan:
"Coba kalian bayangkan, ketika kalian menganggap hanya membuang sebuah plastik atau selembar daun bekas nasi bungkus. Bayangkan kalian membuang ke tengah lapangan ini."
"Dan seribu seratus siswa lainnya juga membuang sampah yang hanya segitu. Apa yang terjadi?"
"Lapangan ini akan penuh sampah, pak!!!" Sahut mereka bersamaan.
"Bagus kalian sudah paham! Maka mari kita dukung program sekolah untuk kebersihan kelas dan seluruh lingkungan sekolah!"
"Kalian akan di bagi kaplingan per kelas secara adil!" Memang program ini sudah berjalan namun para siswa harus tetap dimotivasi untuk gerakan Lima Belas Menit Pembersihan Sebelum Proses Pembelajaran ini sehingga menjadi gerakan dari dalam diri siswa tersebut dan akhirnya menjadi pembiasaan.
***
Kisah Kecil di Tempat Tinggalku
Jika kita bicara mengenai sampah, maka akan terbayang tentang sesuatu yang tidak berguna lagi. Sampah merupakan material sisa hasil aktivitas yang dibuang sebagai hasil dari proses produksi, baik itu dalam industri maupun rumah tangga. Dapat dikatakan sampah adalah sesuatu yang tidak diinginkan oleh manusia setelah proses dan penggunaannya berakhir.
Kisah ini berawal dari kesepakatan RT kami bahwa untuk mengurangi dampak sampah di lingkungan kami dipandang perlu meminta jasa pembuang sampah Kabupaten Lombok Tengah. Namun resikonya ada kewajiban yang harus kita keluarkan yaitu ongkosnya.
Di sinilah terjadi berbagai ketidaksetujuan warga. Namun jika di lihat hanya sebagian kecil saja, dan itu pastinya mereka yang mampu dan berpendidikan! Aneh bukan? Tapi ini nyata.
Mereka beralasan bahwa sampah keluarga itu sedikit. Sampah itu bisa dimanfaatkan untuk di daur ulang. Kalau memang harus di buang, kenapa tidak memanfaatkan bak sampah di depan perumahan saja? Tinggal kita bayar si Ibu ini (sambil menyebut seorang ibu yang memang perlu kita bantu). Suatu alasan yang sepertinya sangat berperikemanusiaan dan berperisosial tinggi.
Mereka tidak berpikir bahwa bak sampah di depan kompleks perumahan tersebut bisa membahayakan warga, baik dari segi kesehatan maupun kenyamanan terutama saat mau menyeberang. Dan tentunya keindahan perumahan.Â
Pemerintah Kelurahan mengambil kebijakan atas permohonan warga perumahan memindahkan tempat sampah tersebut. Dan kini menjadi sarana sosial yang menambah keasrian.
Intinya mereka sebenarnya malas mengeluarkan dana tambahan. Sebab ada dana lainnya yang dikeluarkan oleh warga RT yaitu kas dan keamanan. Mereka lupa bahwa setelah adanya personil keamanan (Satpam) di Perumahan kami semua peristiwa pencurian berhasil di minimalisir.
Namun kami para pendukung dana untuk jasa pembuangan sampah dan terutama pak RT terus menerus memberikan masukan.Â
Selain tetap diadakan kegiatan gotong-royong pembersihan yang dilakukan secara rutin. Dari sisi iman juga sering di ingatkan terutama saat pengajian-pengajian di Mushalla RT kami.
Hasil dari kegiatan kami tersebut adalah saat musim penghujan ini. Got atau saluran air di rumah kami cukup bersih sehingga banjir hampir tidak pernah terjadi. Kecuali jika hujannya sangat lebat dan sampai berjam-jam. Itupun tidak sampai setelapak kaki.
Pencapaian yang sangat luar biasa bagi RT kami adalah saat perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesis ke-77 tahun tanggal 17 Agustus 2022 kemarin. Kami mendapatkan Juara 2 kebersihan dan keindahan dengan hadiah uang untuk menambah kas RT.
"Nanti uangnya di pakai yang enggak-enggak!" kata beberapa orang yang memang tidak mau terlibat dalam upaya RT memperindah dan membersihkan lingkungan RT.
Lagi-lagi orang yang itu-itu saja, yang selalu melihat sesuatu dari sisi negatif. Kami menganggap mereka inilah para 'sampah' masyarakat. Dalam pembicaraan tidak resmi dan bisa dikatakan sebuah issu karena sebagai bahan pembicaraan di kala para Bapak sedang gotong-royong pembersihan.
"Bapak A itu dulunya waktu masih aktif , segala daya upaya dilakukan untuk mendapatkan jabatannya." Kata si Bapak B memulai bercerita.
"Maksudnya?" tanya Bapak lainnya.
"Sudah bukan rahasia lagi jika mau menjabat sesuatu perlu ada semacam pelumasnya..."
"Benar, waktu saya menjabat sebagai Kepala ini kita harus siap menerima telpon dan permintaan tidak tertulis." Sahut Bapak yang sudah pensiun dari ASN.
Sebagai orang kecil yang tidak tahu politik tingkat tinggi dengan polosnya Penulis bertanya, " 'Kan tidak boleh ada uang pelicin?"
"Ya tidak mungkin ada bukti jika mau di telusuri. Bahkan kita yang bercerita seperti ini yang tahu tapi tidak punya buktipun bisa di salahkan dengan pertanyaan :mana buktinya?"
"Ya jelas tidak mungkin ada bukti, karena dikemas dalam bentuk bantuan atau oleh-oleh atau istilah halus lainnya. Dan semua tanpa kwitansi!"
Waduh pembicaraan makin hot. Banyak sekali kisah di sekitar politik uang. Ada kisah lain tentang seorang tokoh di Lingkungan kami dengan memoles diri berperilaku malaikat. Khususnya para calon wakil rakyat. Salah satu polesannya adalah pencitraan bahwa mereka adalah orang penting dan dibutuhkan dengan bukti berbagai prestasi.
Bahkan anehnya hampir di setiap momen penting di daerah kami dia ini hadir (atau menghadirkan diri?) sebagai ahlinya. Padahal setahu kami si dia ini biasa saja. Dan para pendukungnya selalu kesana-kemari mempromosikan sebagai seorang yang lebih hebat dari siapapun (Lha ia-lah kan sedang kampanye...).
Dan salah satunya ketika masih jauh dari pemilihan umum si dia tidak mau aktif dalam kegiatan di lingkungan. Dan perilakunya tidak jauh sebagai penentang kebijakan RT.
*****
Tertangkap Basah
Suatu pagi yang cerah Penulis bangun pagi sebelum subuh dan pergi mencari sarapan di Praya, tanpa sengaja aku melihatÂ
Bapak si penentang bayar uang jasa sampah menyelinap membawa beberapa kresek sampah dan membuangnya di tempat sampah tetangga yang akan disetor pagi ini.
Melihatku ia tidak bisa menyembunyikan wajah kagetnya. Sebagai tetangga aku menyapanya, biasalah basa-basi  . sebenarnya ia mau cepat-cepat balik. Tapi karena sudah terjebak, malah ia menjawab gelagapan:
"Eh, anu. Mmm... ini saya mengembalikan sampah yang di tarik anjing. Mau kemana?" ia balik bertanya lebih keras.
"Cari sarapan, pak!" jawabku secepatnya sambil menahan tawa dan berkata dalam hati [Dasar mantan pejabat pandai ngeles...]
Jika saja 10% penduduk yang 8 Milyar itu berperilaku seperti Bapak ini, sampah pasti menggunung. Atau perilaku kotor seperti sampah akan memenuhi planet ini.
===
Praya, 17 November 2022
Salam damai sejahtera dari Pulau Jalan Lurus -- Lombok
Dari Opa Sisco yang selalu bahagia...
Oleh Fransisco Xaverius Fernandez
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI