Sebuah survei Kemdikbudristek 2023 mencatat: 57% siswa menilai pelajaran tidak relevan dengan kehidupan mereka. Angka ini seharusnya menjadi alarm bagi kita semua. Mereka bertanya: "Apa gunanya ini bagi masa depan saya?" Sering kali kita menjawab dengan kalimat klise: "Nanti kamu akan mengerti." Tapi bagaimana jika mereka sudah kehilangan rasa ingin tahu sebelum sempat paham?
Saya Mengubah Cara Mengajar
Sejak hari itu, saya memutuskan untuk mengubah pendekatan. Setiap topik yang saya ajarkan harus punya kaitan langsung dengan kehidupan murid. Saat membahas eksposisi, saya tidak lagi memulai dari struktur teks. Saya mulai dari keresahan mereka. Dari apa yang mereka alami sendiri. Kami menulis tentang perundungan di sekolah, sinyal buruk di rumah, harga jajan yang tidak adil. Kami berdiskusi tentang bagaimana menyusun argumen, membedakan opini dan fakta, serta memilih diksi yang tepat agar tulisan persuasif.
Saya tunjukkan contoh teks dari dunia nyata: artikel opini di media, petisi digital, bahkan caption edukatif di Instagram. Saya belum sempat mengundang jurnalis atau content creator secara langsung, tapi saya jelaskan bagaimana keterampilan ini nyata digunakan di dunia kerja. Ini sejalan dengan konsep pembelajaran mendalam, yakni ketika materi benar-benar relevan dengan kehidupan nyata murid.
Dampaknya Lebih Besar dari yang Saya Kira
Perubahan itu membawa hasil yang mengejutkan. Kelas terasa lebih hidup. Murid-murid yang biasanya pasif mulai bertanya, mengomentari, dan berdiskusi.
"Bu, kalau saya jadi YouTuber, teks ini bakal saya pakai, kan?"
"Kalau bikin petisi online itu masuk eksposisi juga ya?"
Mereka mulai mengaitkan pelajaran dengan dunia nyata. Bukan karena takut nilai jelek, tapi karena merasa pelajaran ini menyentuh mimpi dan realita mereka. Saya menyadari, ketika mereka merasa pelajaran relevan, mereka akan mulai peduli. Ketika mereka peduli, mereka akan belajar dengan sukarela.
Mengajar Adalah Memberi Alasan untuk Belajar
Dari pertanyaan Amos, saya belajar satu hal penting: mengajar bukan sekadar menyampaikan isi buku. Tugas guru adalah menjembatani pelajaran dengan masa depan murid. Itulah hakikat pembelajaran bermakna sebuah pendekatan yang tak hanya fokus pada isi materi, tapi pada makna dan koneksi personal yang dibangun di dalamnya.
Belajar bukan sekadar kewajiban. Ia harus menjadi bagian dari proses tumbuh. Tugas guru bukan hanya memberi soal, tapi membangkitkan rasa ingin tahu dan semangat bertanya.
Mari Kita Saling Belajar
Saya yakin, banyak guru lain yang punya cerita serupa. Momen ketika satu pertanyaan dari murid membuat kita berhenti dan berpikir ulang. Pendidikan bukan jalan satu arah. Ia adalah ruang tumbuh bagi murid dan guru sekaligus. Kadang, muridlah yang paling jujur menunjukkan celah dalam cara kita mendidik.
Bagaimana dengan Anda, Bapak/Ibu guru?
Pernahkah satu kalimat dari murid mengubah cara Anda mengajar?
Atau bagi orang tua: Pernahkah anak Anda bertanya sesuatu yang mengubah cara Anda mendampingi mereka?
Mari, kita berbagi pengalaman sebab satu kisah reflektif bisa menginspirasi ribuan kelas lain.