Ketimpangan dalam dunia pendidikan bukan sekadar isu klasik yang terus diperbincangkan, tetapi realitas pahit yang masih dirasakan oleh jutaan anak di Indonesia. Di sudut-sudut kota besar, sekolah-sekolah megah dengan fasilitas modern berdiri kokoh, sementara di pelosok negeri, masih ada ruang kelas yang nyaris roboh, minim sarana, bahkan tak memiliki akses listrik yang memadai. Kontras ini menjadi cerminan bahwa pendidikan di Indonesia belum benar-benar berpihak kepada semua anak bangsa.
Namun, pertanyaannya adalah: mengapa ketimpangan ini terus terjadi? Bukankah pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan yang cukup besar setiap tahunnya? Nyatanya, dana yang besar bukan jaminan pemerataan pendidikan jika pengelolaannya tidak transparan dan distribusinya masih berpihak pada kelompok tertentu. Transparansi anggaran dan pemerataan kualitas pendidikan bukan sekadar solusi sementara, tetapi senjata utama yang dapat mengoyak ketimpangan yang sudah mengakar kuat.
Realitas yang Masih Jauh dari Kata Adil
Ketimpangan pendidikan di Indonesia bukan lagi sekadar perdebatan akademik atau diskursus politik, tetapi fakta yang dapat dilihat langsung di lapangan. Dalam laporan yang dirilis oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), masih ada ribuan sekolah di Indonesia yang tidak memiliki akses terhadap fasilitas dasar seperti laboratorium, perpustakaan, atau bahkan toilet yang layak.
Lebih jauh lagi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ketimpangan pendidikan juga terlihat jelas dari angka partisipasi sekolah. Di daerah perkotaan, angka partisipasi sekolah untuk jenjang SMA mencapai lebih dari 85%, tetapi di daerah pedesaan, angka tersebut bisa turun drastis hingga di bawah 60%. Ini menunjukkan bahwa anak-anak di daerah tertinggal masih menghadapi hambatan besar dalam mendapatkan pendidikan yang layak.
Pemerataan pendidikan bukan sekadar tentang ketersediaan sekolah, tetapi juga menyangkut kualitas pengajaran, fasilitas, serta akses terhadap sumber belajar yang sama. Ketika anak-anak di kota besar belajar menggunakan teknologi terbaru dan kurikulum berbasis digital, anak-anak di pedalaman masih berkutat dengan buku usang dan metode pengajaran konvensional yang sudah tertinggal jauh.
Mengapa Transparansi Anggaran Pendidikan Itu Penting?
Setiap tahun, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan yang tidak sedikit. Berdasarkan APBN 2023, anggaran pendidikan mencapai Rp612,2 triliun atau sekitar 20% dari total anggaran negara. Angka ini terdengar besar, tetapi apakah benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan?
Salah satu persoalan utama dalam pengelolaan anggaran pendidikan adalah kurangnya transparansi. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan sekolah, gaji guru, atau pengadaan fasilitas justru terhenti di tengah jalan akibat praktik korupsi atau birokrasi yang tidak efisien.
Laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa sektor pendidikan menjadi salah satu bidang yang rawan korupsi. Dalam beberapa tahun terakhir, ditemukan berbagai kasus penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pengadaan buku fiktif, hingga proyek pembangunan sekolah yang mangkrak akibat penyelewengan anggaran.