Baru-baru ini, Indonesia diguncang oleh dugaan skandal korupsi yang melibatkan petinggi PT Pertamina terkait praktik oplosan bahan bakar minyak (BBM), khususnya Pertamax. Kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik perusahaan energi milik negara tersebut, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran masyarakat mengenai kualitas BBM yang mereka gunakan sehari-hari. Lebih jauh, skandal ini membuka kembali perbincangan tentang bagaimana korupsi dapat merusak tatanan ekonomi dan kepercayaan publik terhadap badan usaha milik negara (BUMN).
Kronologi Kasus
Pada Februari 2025, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina. Beberapa di antaranya adalah petinggi anak usaha Pertamina, seperti Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga dan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping. Modus operandi yang terungkap melibatkan penurunan produksi kilang dalam negeri, sehingga minyak mentah dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang seharusnya digunakan di dalam negeri justru diekspor. Untuk memenuhi kebutuhan domestik, Pertamina kemudian mengimpor minyak mentah dengan harga lebih tinggi, yang diduga melibatkan persekongkolan dalam penentuan harga dan pemenang tender.
Tanggapan Pertamina dan Klarifikasi
Menanggapi isu tersebut, PT Pertamina melalui Vice President Corporate Communication, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa tidak ada praktik oplosan atau pencampuran Pertalite dengan Pertamax. Ia menjelaskan bahwa blending adalah proses pencampuran untuk mencapai standar Research Octane Number (RON) tertentu dan berbeda dengan oplosan. Produk yang dihasilkan telah memenuhi standar RON 92 dan divalidasi oleh Lembaga Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) di bawah Kementerian ESDM. Namun, respons ini belum sepenuhnya bisa  meredakan kekhawatiran pada masyarakat. Banyak yang mempertanyakan mengapa praktik semacam ini bisa terjadi di level petinggi perusahaan. Apakah ini indikasi adanya budaya korupsi atau kolusi yang telah mengakar? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.
Kepercayaan Publik yang Terguncang
Kasus oplosan Pertamax ini tidak hanya merugikan negara dari segi keuangan, tetapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina. Sebagai perusahaan energi terbesar di Indonesia yang memiliki peran strategis dalam penyediaan bahan bakar, setiap tindakan yang mencurigakan dari pihak internalnya pasti akan menimbulkan reaksi keras dari publik.
Ketika skandal ini mencuat, wajar jika masyarakat menjadi lebih skeptis terhadap kualitas Pertamax yang mereka beli di SPBU. Apakah Pertamax yang mereka gunakan benar-benar memiliki kualitas sesuai standar? Apakah ada dampak jangka panjang terhadap kendaraan mereka? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terus menghantui konsumen jika tidak ada langkah konkret untuk memulihkan kepercayaan mereka.
Pertamina harus segera melakukan langkah-langkah strategis untuk membuktikan bahwa mereka masih dapat dipercaya. Salah satunya adalah dengan membuka data hasil uji mutu bahan bakar mereka kepada publik secara berkala. Dengan transparansi ini, masyarakat bisa mengetahui bahwa BBM yang mereka gunakan telah melalui uji kelayakan yang ketat. Selain itu, penguatan sistem pengawasan distribusi BBM dari kilang hingga ke SPBU juga perlu ditingkatkan untuk mencegah potensi penyimpangan di lapangan.
Implikasi Terhadap Pasar Energi Indonesia