Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pentingnya Mental Baja di Era Digital

6 Februari 2025   15:55 Diperbarui: 6 Februari 2025   15:55 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Adobe Stock)

Setiap hari, kita disuguhi ribuan informasi dari berbagai sumber: berita, media sosial, blog, hingga pesan berantai di aplikasi perpesanan. Namun, tidak semua informasi yang beredar adalah fakta. Hoaks dan berita palsu kini menjadi senjata ampuh untuk memanipulasi opini publik, memecah belah masyarakat, bahkan menciptakan ketakutan yang tidak perlu.

Sebagai contoh, dalam penelitian yang dilakukan oleh MIT Media Lab, ditemukan bahwa berita palsu menyebar enam kali lebih cepat dibandingkan berita yang benar. Hal ini menunjukkan betapa rentannya manusia terhadap manipulasi informasi di era digital.

Tanpa mental baja, seseorang bisa dengan mudah terprovokasi, terseret dalam arus opini yang menyesatkan, atau bahkan mengambil keputusan yang salah berdasarkan informasi yang tidak valid. Mental baja membantu seseorang untuk lebih skeptis, berpikir kritis, dan tidak mudah percaya begitu saja pada informasi yang belum diverifikasi.

Kemampuan untuk memilah dan menyaring informasi adalah kunci utama untuk bertahan di era ini. Dengan sikap yang kuat, seseorang bisa tetap berpikir rasional meski dihadapkan pada arus informasi yang deras dan penuh manipulasi.

Tuntutan Produktivitas yang Mencekik

Era digital menjanjikan efisiensi dan kemudahan, tetapi ironisnya, justru menimbulkan tekanan kerja yang semakin berat. Teknologi memungkinkan kita untuk bekerja kapan saja dan di mana saja, namun pada saat yang sama, batas antara waktu kerja dan waktu pribadi semakin kabur.

Banyak orang terjebak dalam hustle culture, di mana produktivitas dianggap sebagai ukuran utama keberhasilan. Mereka merasa bersalah jika tidak bekerja, takut tertinggal jika tidak terus bergerak maju. Hal ini menimbulkan stres berkepanjangan yang pada akhirnya bisa mengarah pada burnout.

Sebuah studi yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa burnout kini telah diakui sebagai fenomena global yang memengaruhi jutaan pekerja di seluruh dunia. Gejala-gejalanya meliputi kelelahan fisik dan mental, perasaan sinis terhadap pekerjaan, serta menurunnya kinerja secara keseluruhan.

Orang dengan mental baja memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan hidup. Mereka tahu kapan harus bekerja keras dan kapan harus berhenti sejenak untuk mengisi ulang energi. Mereka tidak mudah tergoda oleh tekanan eksternal yang menuntut mereka untuk selalu produktif tanpa henti.

Perubahan Cepat dan Ketidakpastian Masa Depan

Teknologi berkembang begitu pesat hingga pekerjaan yang hari ini dianggap penting, bisa jadi akan tergantikan oleh kecerdasan buatan dalam beberapa tahun ke depan. Perubahan ini menimbulkan ketidakpastian yang besar, memaksa banyak orang untuk terus belajar dan beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun